Beragama Palsu (Penguatan Ideologi Al Maun)
Oleh : Rudi Pramono, S.E.*
PWMJATENG.COM – Anak : “Pak kancane wis tumbas baju lebaran.” Bapak : “Ya nak, sabar sik bapak rung ono duit, sewu wae nono.”
Nyata, chat WA seorang bapak dengan anaknya yang tertangkap mengambil uang infaq masjid pagi ini
Apa hujjah kita, ketika masih ada seorang bapak yang terpaksa mencuri demi memenuhi kebutuhan keluarga di saat serba sulit ini.
Dalam QS. Al Maun Allah Swt. mengingatkan dengan keras, kepada para hamba-Nya yang menyembah-Nya siang malam tetapi justru berpaling dari-Nya, mereka yang beragama tetapi justru mendustakan agamanya yaitu mereka yang salat tapi lalai, abai, riya’ dan tidak menolong dengan barang yang berguna
Itulah beragama palsu yang ditujukan kepada individu atau kelompok yang apatis serta tidak memiliki solidaritas sosial atas kaum mustada’fin, mereka menimbun dan memperkaya dirinya untuk tidak hanya kepuasan duniawinya tapi juga kepuasan ego spiritual dan sosialnya yaitu ibadah yang “menenggelamkan” membekukan dirinya dan menampak-nampakkan amalnya, mengundang duafa berkumpul, berdesak desakan agar mengambil zakat/sembako di rumahnya, mereka juga menganggap mendirikan masjid jauh lebih penting dari membangun pendidikan yang bermutu, masjid sangat megah di tengah pemukiman masyarakat yang sederhana dan kumuh, nyaring terdengar pengumuman kas masjid setiap jumat yang semakin besar di tengah masyarakat yang menangis, bingung memenuhi kebutuhannya, hutang sana hutang sini, cari “sebrangan” sana sini, gali lubang tutup lubang dan akhirnya jatuh dalam jerat rentenir, menabung untuk ibadah haji berkali-kali lebih diutamakan daripada menghimpun dana beasiswa bagi generasi kurang mampu tapi berprestasi, semarak dengan tradisi budaya dan keagamaan biaya tinggi tetapi masyarakat tetap miskin dan terbelakang, dll.
Baca juga, Lokasi, Khatib, dan Imam Salat Idulfitri Jawa Tengah Tahun 2024
Merekalah sekali lagi kaum agamawan yang merasa telah beriman, dekat dengan Allah karena telah melaksanakan salat namun salat mereka ternyata tidak menyelamatkan diri dari api neraka pada hari akhir karena mereka tidak berbuat apa-apa, tidak peka terhadap problem kemiskinan dan penindasan serta ketidakadilan yang kasat mata di depan mereka, di mana sekarang telah berubah wujud (perdagangan manusia, eksploitasi anak dan perempuan, masalah agraria, lingkungan, dll)
“Salatnya menyelamatkan kemanusiaan” adalah mereka yang menjadi mujahid anti kemiskinan, membela keadilan, memiliki daya kreatif dan transformatif mengentaskan kemiskinan dalam jangka panjang tidak hanya charity (santunan) sesaat, tapi melakukan upaya-upaya pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan, menjadi aktivis pemberdayaan masyarakat baik melalui lembaga keagamaan maupun lembaga sosial kemasyarakatan lainnya
Selain itu mereka juga siap mati syahid dalam membela hak-hak kaum miskin, melawan sistem yang menindas dari para bandit oligarki kapitalis, liberalis lokal, nasional atau global.
“…ada corak penghayatan dalam bentuk memuja dan memuji sambil tak henti menghitung tasbih, lelap mengendap di dekap bumi, inilah agama para pendeta, agama tetumbuhan dan agama bebatuan… (Iqbal). Wallahu a’lam.
*Ketua MPI PDM Wonosobo.
Editor : M Taufiq Ulinuha