Waspadai Politik Belah Bambu di Jantung Gerbong Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Oleh : AM Jumai (Ketua LDK PWM Jawa Tengah)
PWMJATENG.COM – Gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar adalah jantung peradaban Islam yang menyatukan umat dalam misi suci menegakkan kebaikan dan mencegah keburukan. Namun, ketika dakwah telah memasuki arena kekuasaan dan ruang politik, muncul ancaman yang tak kalah serius: politik belah bambu. Politik ini memecah belah: satu pihak diangkat, pihak lain ditekan. Jika strategi ini menjalar ke jantung gerbong dakwah, maka kehancuran internal tak dapat dielakkan.
Etika Politik dalam Bingkai Dakwah
Pedoman Etika Politik Muhammadiyah menyatakan bahwa politik adalah alat perjuangan yang harus dijalankan dengan prinsip akhlak, amanah, dan tanggung jawab. Politik bukan alat kekuasaan semata, tetapi medan dakwah. Dalam Islam, politik harus selaras dengan nilai-nilai keadilan (al-‘adl), musyawarah (syura), dan kemaslahatan umat (maslahah al-‘ammah).
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…”
(QS. An-Nahl: 90)
Sementara politik belah bambu adalah bentuk nyata dari kezaliman dan diskriminasi kekuasaan, yang ditegur keras dalam sabda Nabi:
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya…”
(HR. Muslim, no. 49)
Muhammadiyah dan Etos Kebangsaan
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah menegaskan bahwa warga Muhammadiyah wajib berperan aktif dalam kehidupan kebangsaan. Muhammadiyah tidak alergi pada politik, namun tetap menjaga independensi dari kekuasaan yang korup dan menindas. Dalam pendekatannya, Muhammadiyah menolak personality cult dan politik transaksional.
Secara yuridis, peran masyarakat madani seperti Muhammadiyah dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945:
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”
Gerakan Dakwah sebagai Pilar Bangsa
Gerakan dakwah yang dikerjakan oleh ormas Islam seperti Muhammadiyah adalah civil Islam (An-Na’im, 2008) yang menjadi bagian dari demokratisasi dan pembangunan bangsa. Dakwah bukan hanya dalam bentuk ceramah, tetapi dalam kerja nyata memajukan pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Jika kekuatan ini justru menjadi sasaran fragmentasi oleh elit politik, maka dakwah kehilangan fungsi pencerahannya. Sebaliknya, ia bisa terjebak dalam pusaran konflik internal yang memecah umat.
Harapan Sinergi Dakwah Umat
Dakwah Islam di Indonesia memiliki dua tiang utama: Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Keduanya bukan saingan ideologis, tetapi mitra strategis dalam membangun umat dan bangsa.
Muhammadiyah dengan pendekatan tajdid (purifikasi dan modernisasi), NU dengan pendekatan tradisional-kultural, keduanya mewakili wajah Islam Indonesia yang rahmatan lil alamin. Maka politik belah bambu yang memecah ukhuwah antar ormas Islam merupakan ancaman serius terhadap persatuan umat.
Penguatan Spiritual, Kultural, dan Struktural
Untuk menghadapi infiltrasi politik belah bambu, organisasi dakwah harus memperkuat tiga aspek:
- Spiritual: membentuk kader yang kuat tauhidnya, anti terhadap penyimpangan akhlak kekuasaan.
- Kultural: merawat identitas dakwah agar tidak tercerabut oleh arus kepentingan pragmatis.
- Struktural: membangun sistem kaderisasi dan rekrutmen yang adil dan meritokratis.
“Sesungguhnya sebaik-baik orang yang kamu ambil untuk bekerja (pada kami) ialah orang yang kuat lagi amanah.”
(QS. Al-Qashash: 26)
Ulama dan Umara: Relasi Tegas dan Bijak
Ulama adalah pewaris nabi (waratsatul anbiya) yang seharusnya menjadi mitra kritis bagi umara (pemimpin). Relasi keduanya harus proporsional: ulama menuntun kekuasaan dengan nilai kebenaran, bukan menjadi alat legitimasi kekuasaan zalim.
Baca juga, Membedah Surat Al-Ma’arij: Refleksi Kejiwaan dan Spiritualitas dalam Menegakkan Keadilan
“Sebaik-baik pemimpin adalah yang mencintai ulama, dan seburuk-buruk ulama adalah yang mendatangi penguasa untuk mencari ridha mereka.”
(HR. Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman)
Menolak Kedzaliman dalam Tim Inti Gerakan Dakwah
Kezaliman bisa muncul bukan hanya dari luar, tapi dari dalam tubuh gerakan dakwah itu sendiri. Ketika struktur dakwah dikuasai oleh orang-orang yang hanya loyal secara politik, bukan secara moral dan kompetensi, maka kehancuran hanya tinggal menunggu waktu.
“Janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena keadilan itu lebih dekat kepada takwa.”
(QS. Al-Ma’idah: 8)
Strategi Dakwah: Mencerdaskan, Menggerakkan, Menggembirakan
Gerakan dakwah perlu dirancang dengan pendekatan humanistik dan transformatif:
- Mencerdaskan umat melalui pendidikan dan literasi.
- Menggerakkan umat melalui pemberdayaan sosial dan ekonomi.
- Menggembirakan umat melalui pendekatan dakwah yang ramah dan inklusif.
“Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya: 107)
Jangan Diam, Jangan Lengah
Politik belah bambu adalah racun laten yang bisa membunuh gerakan dakwah dari dalam. Ia menciptakan ketidakadilan struktural, polarisasi loyalitas, dan disorientasi gerakan. Warga dakwah harus bangkit dan menjaga gerbong amar ma’ruf nahi munkar dari pengkhianatan moral.
Kritik bukanlah pemberontakan, tetapi bentuk cinta terhadap kebenaran. Mari menjaga agar gerakan dakwah tetap menjadi pelita umat, bukan alat elite.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali ‘Imran: 104)
Daftar Pustaka
- Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pedoman Etika Politik Muhammadiyah. Yogyakarta: PP Muhammadiyah.
- Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Yogyakarta: PP Muhammadiyah.
- Al-Qur’anul Karim, berbagai terjemahan resmi Kemenag RI.
- An-Na’im, Abdullahi Ahmed. Islam and the Secular State: Negotiating the Future of Shari’a. Harvard University Press, 2008.
- Al-Baihaqi. Syu’ab al-Iman. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Muslim, Imam. Shahih Muslim.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha