Mengungkap Negeri Rum: Sejarah, Letak, dan Relevansi dalam Al-Qur’an

Oleh: Prof. Dr. H. Ahwan Fanani, M.Ag. (Wakil Ketua Majelis Tarjih PWM Jawa Tengah)

PWMJATENG.COM – Istilah “Rum” dalam Al-Qur’an sering menimbulkan pertanyaan. Tidak sedikit yang menyamakan bangsa Rum dengan Rusia. Namun, pendapat ini tidak memiliki dasar kuat dalam sejarah maupun tafsir, dan baru muncul belakangan dari sumber-sumber non-akademik.

Dalam Al-Qur’an, bangsa Rum disebutkan secara jelas pada Surah Ar-Rum ayat 2-3. Pada masa itu, wilayah kekuasaan Rum memang mengalami perubahan, terutama karena peperangan panjang antara dua kekuatan besar dunia: Kekaisaran Romawi Timur dan Kekaisaran Persia. Kadang-kadang wilayah seperti Suriah berada di bawah kekuasaan Rum, namun pada masa lain jatuh ke tangan Persia.

Menurut tafsir Ibnu Katsir, wilayah Rum yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kawasan Romawi Timur di Syam (Suriah) yang sempat direbut Persia. Al-Qur’an menyebutnya sebagai “fi adnal ardh” (di negeri terdekat). Ketika wilayah itu direbut, penguasanya melarikan diri ke Konstantinopel—ibu kota Romawi Timur yang kini dikenal sebagai Istanbul, Turki.

Kekaisaran Romawi Timur saat itu memeluk agama Kristen Ortodoks. Pengaruh Gereja Ortodoks sangat luas, mencakup wilayah Afrika Utara seperti Mesir hingga Eropa Timur dan Rusia. Gereja-gereja tertua dari tradisi ini antara lain adalah Gereja Antiokhia di Suriah, Gereja Yerusalem, Gereja Aleksandria di Mesir, dan Gereja Konstantinopel.

Namun, pengaruh gereja-gereja tersebut mulai memudar sejak kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, dan Anatolia ditaklukkan oleh umat Islam—dimulai dari masa Umar bin Khattab, Daulah Umayyah, Daulah Abbasiyah, hingga Turki Utsmani. Perpindahan agama penduduk ke Islam menyebabkan gereja-gereja kehilangan pengaruh politik dan sosial.

Baca juga, Menemukan Uang di Jalan: Boleh Dipakai atau Wajib Dikembalikan?

Dalam sejarah, ketika terjadi peperangan antara Romawi dan Persia, umat Islam justru mendukung Romawi. Sementara itu, orang-orang kafir Quraisy mendukung Persia. Para mufasir seperti Ibnu Katsir, At-Thabari, dan Al-Qurthubi menjelaskan bahwa dukungan umat Islam kepada Romawi didasari kesamaan ajaran tauhid. Romawi yang memeluk agama Kristen dianggap lebih dekat kepada ajaran para nabi dibanding Persia yang menyembah berhala.

Kekalahan Romawi di Suriah sempat membuat Quraisy bergembira dan umat Islam bersedih. Namun, Al-Qur’an kemudian meramalkan bahwa Romawi akan bangkit dan kembali menang dalam beberapa tahun—ramalan ini terbukti kebenarannya.

Wilayah Anatolia, yang merupakan bagian Asia dari Romawi Timur, kemudian dikuasai oleh bangsa Turki Saljuk sejak abad ke-11 Masehi. Kekaisaran Saljuk berasal dari Asia Tengah, mencakup wilayah yang kini menjadi Kazakhstan dan Uzbekistan, serta meluas ke Persia, Yerusalem, hingga Anatolia. Mereka dikenal sebagai pengadopsi kebudayaan tinggi Persia.

Kekuasaan Saljuk berakhir pada tahun 1258 akibat serangan bangsa Mongol dan Tatar. Karena mereka menguasai wilayah Anatolia yang dulunya bagian dari Romawi Timur, Kekaisaran Saljuk pun dikenal sebagai “Negeri Rum”.

Nama Rum juga muncul dalam kisah-kisah lokal seperti Jangka Jayabaya. Dalam salah satu versinya, disebutkan bahwa seorang khalifah dari Negeri Rum mengutus tokoh bernama Seh Bakir ke tanah Jawa. Dalam versi lain, dikisahkan Sehl Samsu Zein bertemu dengan Prabu Jayabaya dan menyampaikan kabar tentang kitab Musarrar.

Sementara itu, Konstantinopel yang menjadi pusat Romawi Timur, baru dapat ditaklukkan oleh Daulah Turki Utsmani pada tahun 1453 M. Daulah Utsmani sendiri berdiri pada 1299 M dan berkembang hingga menguasai Anatolia, Balkan, serta sebagian besar wilayah Eropa Timur.

Hingga hari ini, wilayah Rum, termasuk Anatolia dan Konstantinopel, menjadi bagian dari negara Turki. Wilayah ini secara geografis terletak di dua benua: Asia dan Eropa. Karena itu pula, Turki memiliki posisi strategis dan tergabung dalam aliansi militer seperti NATO.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha