Kepeloporan Hanya Soal Waktu dan Pembuktian
Kepeloporan Hanya Soal Waktu dan Pembuktian
Oleh : Rudi Pramono, S.E. (Ketua MPI PDM Wonosobo)
PWMJATENG.COM – Penyusunan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) oleh Muhammadiyah mengingatkan kembali pada semangat pembaruan keagamaan yang pernah diperjuangkan KH Ahmad Dahlan lebih dari seabad silam. Sepulang dari ibadah haji, pendiri Muhammadiyah tersebut mengguncang tradisi lama dengan melakukan koreksi arah kiblat Masjid Gedhe Kauman menggunakan ilmu astronomi modern, seperti peta dunia dan kompas. Koreksi itu menunjukkan bahwa arah kiblat yang benar bukan lurus ke barat, melainkan sedikit serong ke barat laut.
Tindakan itu sontak mengejutkan masyarakat Kauman kala itu. Meski sebelumnya telah dilakukan musyawarah dengan para ulama setempat dan pejabat Keraton, tidak ada kesepakatan yang tercapai. Namun, keesokan harinya, lantai Masjid Gedhe ditemukan sudah dicorat-coret dengan tanda panah arah kiblat baru. Tidak diketahui siapa pelakunya.
Penghulu Kamaludiningrat marah besar karena merasa dilewati. Kalangan ulama konservatif tersinggung, lalu menggerakkan masyarakat untuk menghapus tanda panah tersebut. Puncaknya, Langgar Kidul milik KH Ahmad Dahlan yang telah disesuaikan arah kiblatnya dibakar oleh massa.
Meski sempat menuai penolakan, waktu membuktikan kebenaran langkah KH Ahmad Dahlan. Kini, semua masjid dan musala secara berkala dievaluasi arah kiblatnya oleh lembaga-lembaga berwenang. Kesadaran tentang pentingnya akurasi arah kiblat dalam ibadah salat pun tumbuh di tengah umat Islam.
Fenomena serupa terjadi dalam upaya Muhammadiyah memperkenalkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT). Inisiatif ini bertujuan menyatukan awal bulan hijriah umat Islam di seluruh dunia. Sayangnya, seperti yang sudah diduga, penolakan datang dari kalangan konservatif, termasuk Nahdlatul Ulama (NU), dengan beragam alasan.
Baca juga, Sofyan Anif: Pendidikan Muhammadiyah Menjaga Keseimbangan Nilai di Tengah Arus Modernisasi
Permasalahan yang muncul tidak semata bersifat objektif, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor subjektif. Otoritas keagamaan yang sudah mapan secara struktural dan kultural umumnya enggan menerima terobosan baru, terlebih jika mereka tidak memiliki alternatif ilmiah yang dapat menggantikan solusi yang ditawarkan Muhammadiyah.
Sementara itu, Muhammadiyah berpikiran jauh ke depan. Bersama sejumlah negara, Muhammadiyah merumuskan KHGT dengan pendekatan ilmu astronomi modern. Kalender ini mengusung prinsip “satu hari satu tanggal” secara global. Artinya, seluruh permukaan bumi dipandang sebagai satu kesatuan waktu (satu matlak) tanpa batas geografis. Gagasan ini merupakan bagian dari “hutang peradaban” untuk menyatukan sistem kalender umat Islam sedunia.
Sebagaimana dialami KH Ahmad Dahlan pada masanya, pembaruan semacam ini pasti menghadapi tantangan dan penolakan. Namun sejarah menunjukkan, ide-ide besar kerap ditolak pada awalnya—kemudian diterima secara perlahan, baik secara terang-terangan maupun diam-diam, sering kali disertai justifikasi baru untuk menjaga wibawa kelompok yang semula menentang.
KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah ingin menegaskan bahwa ajaran Islam tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga mengedepankan nilai intelektual dan praksis. Islam, dalam pandangan mereka, harus terus tumbuh dalam dialog dengan ilmu pengetahuan, bukan hanya bertahan dalam tradisi. Wallāhu a‘lam.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
