Green Kurban: Bisakah Iduladha Ramah Lingkungan?

PWMJATENG.COM – Iduladha merupakan momentum sakral dalam Islam yang menandai ketaatan Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT. Tradisi menyembelih hewan kurban menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perayaan ini. Namun, di balik nilai spiritual yang agung, pelaksanaan kurban dalam skala besar menyisakan sejumlah persoalan lingkungan. Limbah organik, kantong plastik sekali pakai, hingga emisi karbon dari distribusi hewan menjadi tantangan yang perlu direnungkan ulang. Maka lahirlah sebuah gagasan: Green Kurban atau kurban ramah lingkungan. Lantas, mungkinkah semangat religius ini bersanding dengan kesadaran ekologis?

Syariat kurban memang memiliki dimensi ibadah yang kuat. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kawtsar: 2)

Ayat ini menegaskan bahwa kurban adalah bentuk pengabdian kepada Allah, bukan sekadar ritual penyembelihan. Namun, Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin tentu tidak menutup mata terhadap dampak sosial dan ekologis dari suatu amal ibadah. Rasulullah SAW dikenal sebagai pribadi yang sangat menjaga kebersihan, hemat dalam menggunakan sumber daya, dan menghormati makhluk hidup. Prinsip ini seharusnya menjadi pijakan dalam pelaksanaan kurban yang berkelanjutan.

Praktik Green Kurban mengajak umat Islam untuk tetap menjalankan ibadah kurban tanpa melupakan aspek keberlanjutan. Salah satu langkah konkret adalah mengganti kantong plastik dengan wadah ramah lingkungan seperti daun pisang, besek bambu, atau wadah daur ulang. Selain itu, pemilihan hewan kurban lokal dapat mengurangi jejak karbon dari transportasi jarak jauh. Sampah organik hasil penyembelihan pun dapat diolah menjadi kompos alih-alih dibuang sembarangan.

Baca juga, Keanekaragaman Hukum dalam Islam: Keteladanan Rasulullah dan Kebijaksanaan Para Sahabat

Upaya lain yang tak kalah penting adalah edukasi masyarakat. Panitia kurban di masjid atau lembaga sosial bisa menyosialisasikan pentingnya memilah sampah, membatasi penggunaan plastik, serta menjaga kebersihan lingkungan pasca-penyembelihan. Dengan edukasi yang tepat, kurban bukan hanya menjadi simbol kepedulian terhadap sesama, tetapi juga terhadap bumi yang Allah amanahkan.

Sebagian mungkin mempertanyakan: bukankah tujuan utama kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan menjaga lingkungan? Jawabannya: keduanya tidak saling bertentangan. Justru, menjaga lingkungan merupakan bagian dari bentuk penghambaan kepada Allah. Dalam sebuah hadis riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ

“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.” (HR. Muslim)

Keindahan dan kebersihan lingkungan termasuk dalam cakupan hadis ini. Maka, menyelenggarakan kurban dengan prinsip kebersihan dan kelestarian lingkungan sejatinya adalah bentuk penghormatan terhadap ciptaan Allah.

Lebih jauh, pendekatan Green Kurban juga menjadi bentuk dakwah bil hal. Masyarakat akan melihat bahwa Islam tidak hanya peduli pada aspek ibadah mahdhah, tetapi juga pada keberlangsungan hidup umat manusia dan lingkungan. Ini sejalan dengan prinsip maqashid syariah, yakni menjaga jiwa (hifz al-nafs) dan menjaga lingkungan hidup sebagai bagian dari menjaga keturunan dan keberlanjutan.

Kesimpulannya, pelaksanaan Green Kurban adalah sebuah keniscayaan di era modern. Tanpa mengurangi esensi spiritual ibadah, umat Islam dapat menjadikan kurban sebagai momentum untuk menebar rahmat tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada alam. Iduladha yang ramah lingkungan bukanlah sekadar wacana, melainkan panggilan iman yang menuntut kesadaran dan aksi nyata.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha