Zakat; Perdebatan yang Tidak Fair
Oleh : Ikhwanushoffa*
PWMJATENG.COM – Diskursus zakat selama ini sering dikesampingkan dari perilaku manusia. Padahal zakat adalah ibadah ghoiru mahdloh, sehingga wajar muncul fiqh zakat kontemporer seperti yang juga dianut oleh Muhammadiyah. Perdebatan paling sering adalah soal nishob. Terlalu banyak anggapan nishob seakan sebagai variable yang berdiri sendiri, kaku dan anti debat. Tentu bukan dalam artian meninggalkan nash dalam pengambilan fiqh, malah sebaliknya seperti Muhammadiyah memosisikan nash adalah sebagai korpus terbuka, karena demikianlah prasyarat ijtihad.
Nishob zakat profesi-lah yang paling banyak menjadi materi diskusi. Tulisan ini tidak bermaksud masuk ke ranah teknis hitungan, karena sudah saya tulis di https://pwmjateng.com/goblok-juga-haram/. Tetapi lebih pada perilaku umat Islam Indonesia khususnya dalam menanggapi hal tersebut. Pertama, asumsi zakat profesi hanya zakat gaji. Tentu ini tidak tepat, mestinya dimaknai zakat penghasilan. Maksudnya, seluruh penghasilan. Jadi, gaji plus penghasilan-penghasilan yang lain.
Baca juga, Inspiratif, Masjid At Taqwa Muhammadiyah Jateng Resmi Jadi Masjid Unggul Percontohan Nasional!
Kedua, perdebatan yang kekanak-kanakan. Coba kita narasikan. Contoh, seorang dosen yang total penghasilannya Rp 8 juta sebulan, zakatnya cuma Rp 200 ribu lho. Masak gegara uang Rp 200 ribu ia rela ribut ketika Kampus AUM mau menerapkan potong zakat profesi?! Khusus untuk jajan seorang dosen dengan penghasilan Rp 8 juta, saya yakin lebih dari Rp 1 juta sebulan. Mosok demi Rp 200 ribu dia ga ikhlas dipotong?! Bahkan bila sang Dosen punya anak SMA, saya yakin jatah jajannya anak itu ditotal sebulan bisa lebih dari Rp 200 ribu. Pun, ketika kasih duit untuk nge-mall sang istri ga mungkin dia kasih cuma Rp 200 ribu. Pastilah di-amuk suaminya itu. Di situlah saya katakan perdebatan tentang zakat tidak fair. Untuk gaya hidup dengan zakat begitu jomblang penyikapannya. Belum lagi kalau dikaitkan dengan budaya tabungan Haji… bar wes. Wallaahu a’lam.
*Manajer Area Lazismu Jawa Tengah
Editor : M Taufiq Ulinuha