Tolak Izin Pelaksanaan Salat Idulfitri, Gaung Toleransi Wali Kota Pekalongan Hanyalah Slogan
Oleh : Gumilang Ramadhan*
PWMJATENG.COM – Senin, (3/4/2023), Takmir Masjid Al-Hikmah melayangkan surat permohonan izin penggunaan Lapangan Mataram Kota Pekalongan Sebagai lokasi pelaksanaan Salat Idulfitri yang jatuh pada tanggal 21 April 2023.
Sebagai informasi, Masjid Al-Hikmah sendiri merupakan salah satu amal usaha Muhammadiyah (AUM) PDM Kota Pekalongan. Sebagai bagian yang terintegrasi dengan PP Muhammadiyah, PDM Kota Pekalongan akan menggelar Salat Idulfitri 1 Syawal 1444 H pada tanggal 21 April 2023 sesuai dengan Maklumat PP Muhammadiyah.
Respon Pemerintah Kota Pekalongan
Melalui H. A. Afzan Arslan selaku Wali Kota Pekalongan, permohonan izin yang sebelumnya telah dilayangkan oleh Takmir Masjid Al-Hikmah ditolak. Ia juga tidak memberikan izin penggunaan Lapangan Mataram Kota Pekalongan untuk digunakan Sebagai lokasi pelaksanaan Salat Idulfitri yang diselenggarakan PDM Kota Pekalongan.
Penolakan yang dilakukan Wali Kota Pekalongan tersebut berdasarkan perkiraan 1 Syawal 1444 H oleh Kementerian Agama Republik Indonesia yang jatuh pada tanggal 22 April 2023, berbeda dengan Muhammadiyah.
Hal tersebut mencerminkan ketidak pahaman Wali Kota Pekalongan terhadap perbedaan/khilafiyah umat Islam dalam memahami sebuah syariah. Selain itu, penolakannya juga mencerminkan intoleransi yang masih mengakar pada sebagian pemangku kebijakan di Indonesia.
Seharusnya Wali Kota Pekalongan bisa bersikap bijak dan tidak sembrono dalam mengambil sebuah keputusan. Bagaimana mungkin keberagaman dan perbedaan pendapat dari sekian banyak ormas yang ada di Kota Pekalongan, Indonesia secara umum harus diseragamkan. Belum lagi keputusan pemerintah pusat dalam hal ini bukanlah keputusan mengikat yang mengharuskan seluruh elemen bangsa mengikutinya.
Baca juga, Allah yang Tetapkan Waktu-Waktu Istimewa
Terleboh lagi perbedaan pendapat dalam hal fikih (Ikhtilaf Madzhab) dalam menentukan awal Ramadan dan Hari Raya Idulfitri merupakan fenomena yang sudah ada sejak dulu dan bukan suatu hal yang baru.
Maka, seyogyanya Pemerintah Kota Pekalongan dapat menyikapi perbedaan fikih ini dengan toleransi dan moderasi. Untuk apa toleransi dan moderasi selalu di gembor-gemborkan, jika hal sepele seperti ini saja Pemkot tidak bisa memahami?
Perbedaan penetapan 1 Syawal oleh Muhammadiyah dan Pemerintah bukan hal baru, terlebih Muhammadiyah adalah organisasi legal yang sudah berdiri jauh sebelum kemerdekaan. Peran Muhammadiyah terhadap bangsa ini sangat banyak, maka sangat disayangkan Pemerintah Kota Pekalongan justru bersikap menolak izin permohonan penggunaan tempat pelaksanaan Salat Id Muhammadiyah. Terlebih lagi Lapangan Mataram merupakan fasilitas umum yang semestinya boleh digunakan oleh masyarakat untuk melaksanakan kegiatan selagi kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang positif.
Sebagai perbandingan sikap Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta justru lebih bijak dengan memberikan ijin pemakaian Alun-alun selatan untuk pelaksanaan Salat Id Muhammadiyah DIY. Saya berharap agar pemerintah Kota Pekalongan bisa merawat Keberagaman dalam diri umat Islam dengan menfasilitasi seluruh kepentingan masyarakat. Karena sejatinya pemerintah merupakan pelayan rakyat dan penjaga benteng NKRI dari paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Sedangkan menjalankan Ibadah sesuai keyakinan dan kepercayaan merupakan bagian dari implementasi sila pertama Pancasila.
*Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Universitas Pekalongan (UNIKAL)
Editor : M Taufiq Ulinuha