Ketua PWM Jateng Tafsir: Sekolah Tabligh Meneguhkan Ideologi dan Mencerahkan Dakwah di Era Modern

PWMJATENG.COM, Semarang – Kota Semarang kembali menjadi saksi bagaimana Muhammadiyah meneguhkan arah gerakan dakwahnya di tengah perubahan zaman. Melalui program Sekolah Tabligh yang diselenggarakan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Semarang pada Sabtu (4/10), semangat untuk melahirkan kader mubaligh berideologi kuat dan komunikatif semakin nyata. Salah satu narasumber utama dalam kegiatan tersebut adalah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Tafsir.
Dalam paparannya, Tafsir menegaskan bahwa Sekolah Tabligh merupakan wujud konkret dari komitmen Persyarikatan untuk memastikan para mubaligh tidak hanya pandai berbicara di mimbar, tetapi juga memahami secara mendalam ideologi Muhammadiyah serta mampu mengartikulasikannya secara kontekstual. Ia menyebut, ideologi Muhammadiyah menjadi arah perjuangan yang tak terpisahkan dari misi dakwah Islam yang sebenar-benarnya.
“Ideologi Muhammadiyah adalah arah perjuangan untuk menegakkan Islam yang sebenar-benarnya. Dakwah harus mencerahkan, menyeimbangkan akal dan hati, serta menjawab kebutuhan zaman,” ujarnya dalam forum tersebut. Menurut Tafsir, Sekolah Tabligh merupakan implementasi nyata agar generasi muda tidak hanya memahami ideologi tersebut secara konseptual, tetapi juga mampu mengamalkannya dalam bentuk dakwah yang aktual dan solutif.
Dalam konteks kekinian, dakwah bukan lagi sekadar penyampaian pesan moral di ruang publik, tetapi harus menjadi gerakan pencerahan yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Muhammadiyah memaknai dakwah sebagai upaya membangun manusia seutuhnya—baik dari aspek spiritual, intelektual, maupun sosial.
Tafsir menilai bahwa tantangan dakwah di era modern semakin kompleks. Mubaligh Muhammadiyah, katanya, perlu memiliki kemampuan berpikir kritis dan empati sosial agar dapat menjawab problematika umat. Ia menekankan bahwa pendekatan dakwah yang digunakan harus menyeimbangkan rasionalitas dan spiritualitas, sebagaimana semangat Islam yang berlandaskan pada keseimbangan antara akal dan hati.
Hal ini sejalan dengan spirit Al-Qur’an yang menyeru manusia untuk berpikir dan mengambil pelajaran. Allah berfirman dalam surah Az-Zumar ayat 9:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Katakanlah, apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Ayat ini, menurut Tafsir, menjadi dasar penting bahwa dakwah Muhammadiyah harus berpijak pada ilmu dan kesadaran rasional. Dakwah yang mencerahkan tidak hanya mengandalkan emosi keagamaan, tetapi juga argumentasi yang cerdas dan mampu menyentuh kebutuhan nyata masyarakat.
Salah satu keunggulan Sekolah Tabligh Muhammadiyah adalah model pembelajarannya yang integratif. Berbeda dari pelatihan dai konvensional yang umumnya hanya menekankan kemampuan retorika atau hafalan materi keagamaan, program ini menggabungkan penguatan ideologi Muhammadiyah dengan keterampilan komunikasi publik modern.
Baca juga, Muhammadiyah Umumkan Jadwal Puasa Ramadan 2026, Catat Tanggal Resminya!
Tafsir menilai bahwa pola ini menjadi bentuk kaderisasi yang lebih komprehensif. Mubaligh Muhammadiyah bukan hanya harus fasih berbicara tentang agama, tetapi juga peka terhadap isu sosial, ekonomi, dan kebangsaan. Mereka harus mampu menghadirkan Islam sebagai solusi peradaban, bukan sekadar simbol ritual.
Dalam hal ini, dakwah Muhammadiyah diarahkan untuk menjadi dakwah tajdid—yakni dakwah pembaruan yang menghidupkan kembali nilai-nilai Islam dalam konteks modern. Prinsip tersebut berpijak pada ajaran Al-Qur’an dalam surah Ali Imran ayat 104:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Ayat ini mempertegas bahwa dakwah adalah kerja kolektif yang menuntut kompetensi dan keteguhan ideologis. Sekolah Tabligh hadir sebagai wadah yang mempersiapkan generasi muda untuk menjadi bagian dari umat penyeru kebaikan itu.
Tafsir juga menyinggung perubahan lanskap dakwah akibat perkembangan teknologi dan media sosial. Ia mengingatkan bahwa mubaligh Muhammadiyah tidak boleh gagap terhadap dunia digital. Media kini menjadi ruang dakwah baru yang harus dikelola dengan cerdas, etis, dan berkeadaban.
Menurutnya, banyak pesan dakwah hari ini kehilangan substansi karena disampaikan tanpa landasan keilmuan dan adab. Karena itu, Sekolah Tabligh perlu melatih para mubaligh untuk menggunakan media digital secara produktif, menyebarkan nilai Islam berkemajuan, serta menangkis narasi keagamaan yang ekstrem dan intoleran.
Dengan demikian, program ini tidak hanya membentuk dai yang pandai berbicara, tetapi juga komunikator sosial yang mampu membangun dialog dan menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan universal sebagaimana misi dakwah Muhammadiyah.
Melalui Sekolah Tabligh, Muhammadiyah berharap lahir generasi dai yang berwawasan luas, berpikiran terbuka, dan memiliki komitmen tinggi terhadap nilai-nilai Islam berkemajuan. Tafsir menilai bahwa keberhasilan dakwah bukan diukur dari banyaknya ceramah yang disampaikan, melainkan dari sejauh mana dakwah itu menggerakkan perubahan sosial yang positif.
Ia menutup pemaparannya dengan penegasan bahwa dakwah harus menjadi jalan pencerahan bagi umat manusia. “Dakwah Muhammadiyah bukan hanya mengajak orang beriman, tetapi juga membangun masyarakat yang berkemajuan dan berkeadaban,” ujarnya menegaskan.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha