Khazanah Islam

Ibadah Kurban dan Nilai Pendidikan

Ibadah Kurban dan Nilai Pendidikan

Oleh : Syifa’ Ma’ruf, M.Pd. (Sekretaris Tabligh dan Kajian Keislaman DPD IMM Jawa Tengah)

PWMJATENG.COM – Tradisi berkurban sejatinya telah berusia setua peradaban umat manusia. Tradisi kurban dimulai ketika dua putra Nabi Adam As, Qabil dan Habil, Habil dikenal sebagai peternak dan penggembala, sedang Qabil adalah petani. Saat itu kurban umumnya terkait amal taat, bukti cinta dan nadzar dipilih sebagai mediasi hamba sekaligus wasilah rida Allah. Dalam rangka mendekatkan diri (qurbantaqarrub) kepada Allah Swt., Habil mempersembahkan kurban seekor kambing paling bagus. sedangkan Qabil hanya mendermakan hasil pertaniannya yang terburuk. Karena kalah Qabil akhirnya membunuh Habil karena kedengkian dan dendamnya, sehingga Habil menjadi korban berdarah atas nama pelampiasan nafsu dendam yang membara.  

Syariat Islam dan kemudian diteladani serta dilanjutkan oleh Nabi Muhammad Saw. adalah kurban yang diteladankan oleh kekasih Allah (Khalilullah), Ibrahim As. dalam firman-Nya:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (Qs. As-Saffat [37]: 102).

Setelah selamat dari peristiwa pembakaran yang dilakukan raja Namrud, beliau bertemu dengan Hajar kemudian memutuskan untuk menikah dengannya. Dari pernikahan yang lama lahirlah seorang anak lelaki yang dinamakan Ismail. Suatu ketika, Nabi Ibrahim As berkunjung ke rumah Hajar dan Ismail. Ketika melakukan kunjungan, di satu malam dia mendapatkan mimpi berupa perintah dari Allah Swt. untuk menyembelih Nabi Ismail As sebagai kurban. Nabi Ibrahim kemudian terbangun dari tidur itu dengan perasaan gelisah dan sedih. Dalam mimpi tersebut Nabi Ibrahim As diperintahkan oleh Allah Swt. untuk menyembelih anak yang sangat dicintainya Ismail melalui sebuah mimpi. Beliau menceritakan mimpi itu kepada Ismail dengan kesabaran, ketaatan, dan keikhlasan, Ismail menerima perintah tersebut untuk disembelih dan dikurbankan. Begitupula dengan ibunda Ismail, Hajar, yang menerima perintah itu dengan keikhlasan walaupun sangat sedih. 

Ketika sang ayah meminta pendapatnya mengenai perintah Allah Swt untuk menyembelihnya, sang anak justru meneguhkan keyakinan ayahnya.

قَالَ يٰۤاَبَتِ افۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُ‌ سَتَجِدُنِىۡۤ اِنۡ شَآءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيۡنَ

“Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Baca juga, Ramai Pemberian IUP kepada Ormas Keagamaan, Ini Tanggapan Ketua PWM Jawa Tengah

Nabi Ibrahim membawa Ismail ke sebuah tempat untuk disembelih. Selama perjalanan, banyak sekali godaan iblis yang mengikuti Nabi Ibrahim. Namun, dengan ketakwaan dan keyakinan, mereka berdua melakukan perjalanan hingga tiba di tempat penyembelihan. Ketika Ismail berbaring dan hendak disembelih, Nabi Ibrahim menutup wajah Ismail. Tapi, hampir “disembelih oleh ayah kandungnya sendiri” datanglah malaikat Jibril untuk mencegah proses atas izin Allah Swt. mengganti dengan seekor domba besar. kemudian memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih domba tersebut sebagai ganti Ismail.

Begitu terpujinya kurban merupakan ibadah penting bagi umat muslim. Sehingga Rasulullah Saw. mengancam orang yang mampu namun enggan berkurban. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis, yang artinya:

“Dari Abu Hurairah, “Rasulullah Saw. telah bersabda, barangsiapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat shalat kami,” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Fakta sejarah yang dinarasikan Al-Qur’an tersebut mengandung edukasi (nilai pendidikan) bahwa mendidik seseorang itu dimulai dengan tazkiyat an-nafsi, pembersihan dan penyucian diri sehingga muncul nilai-nilai pendidikan :

Pertama, Pendidikan Akhlak. Akhlak merupakan suatu daya yang diketahui dengan akal atau bagi dayah gariziyyah (tabiat), dalam artian suatu keadaan yang diupayakan menuju terbentuknya sesuatu, atau berbagai upaya manusia dalam melatih kemampuan-kemampuannya melalui pembiasaan. Sejarah ibadah kurban, dapat dilihat dari beberapa sikap Ibrahim sekeluarga dalam merespons perintah penyembelihan dari Allah Swt., yaitu: Doa Ibrahim kepada Allah Swt. agar dikaruniakan anak yang saleh, sikap Ismail setelah mendengarkan perintah penyembelihan dari Allah Swt., kepatuhan Hajar kepada Allah dan suaminya ketika digoda oleh setan untuk menghentikan Ibrahim melakukan penyembelihan terhadap anaknya.

Kedua, Pendidikan Kesabaran. Hakikat sabar adalah pengendalian diri untuk tidak berbuat keji dan dosa, mampu menaati, memegang teguh akidah Islam dan mampu tabah untuk tidak mengeluh atas musibah apapun yang menimpa. Kesabaran bukanlah kepasrahan terhadap segala sesuatu yang sulit untuk dilaksanakan atau dicapai, kesabaran juga tidak pernah menutup potensi manusia untuk berusaha mengeluarkan segala kemampuan yang dimiliki, melainkan membuat manusia untuk tetap optimis dan mempunyai jiwa yang giat berusaha tanpa mengenal yang namanya putus asa. ketabahan hati Ibrahim sekeluarga dalam menerima ujian dari Allah berupa perintah penyembelihan anaknya. Orang yang sabar bukan berarti selalu menunggu dengan berdiam diri tanpa langkah yang pasti, melainkan selalu aktif dalam merancang segala tindakannya dan cenderung tidak tergesa-gesa dalam mengambil sikap dan keputusan.

Baca juga, Tafsir: Pancasila Adalah Pijakan Kita dalam Berbangsa dan Bernegara

Ketiga, Pendidikan Tawakal. Tawakal adalah membebaskan hati dari ketergantungan kepada selain Allah Swt. dan menyerahkan segala keputusan hanya kepada-Nya. Tawakal menjadi landasan atau tumpuan akhir dalam suatu usaha atau perjuangan. ketika Ibrahim bersiap menyembelih Ismail dan Ismail berada pada posisi bersiap untuk disembelih, keduanya berserah diri kepada Allah Swt., sebagaimana disebutkan dalam QS. as-Ṣaffāt/37: 103. Ayat ini menunjukkan bahwa tawakal itu bukan akhir dari ikhtiar saja, tetapi mengawali ikhtiar, menemani ikhtiar, dan mengakhiri ikhtiar, sehingga tawakal itu dapat menjadi penyemangat kekuatan lahiriah dan pengokoh kekuatan batiniah. Orang tawakal tinggi semangat kerjanya, tidak mudah putus asa dan jauh dari rasa kecewa.

Keempat, Pendidikan Keikhlasan. Ikhlas merupakan kondisi hati yang menghasilkan perbuatan semata-mata karena Allah Swt. Ikhlas akan melepaskan semua peran hawa nafsu. Zona yang bebas hambatan, terasa lapang di hati. Energi yang menyelimuti zona ikhlas adalah berbagai perasaan positif yang berenergi tinggi seperti rasa syukur, sabar, fokus, tenang, dan senang. Ibrahim sekeluarga dalam menjalankan perintah Allah. Ibrahim dan Hajar ikhlas mengurbankan anaknya, Ismail ikhlas disembelih sebagai kurban kepada Allah Swt. Hal ini tentu lahir karena kecintaan hamba terhadap Tuhannya. keikhlasan dapat muncul bila ada cinta atau kasih sayang. Sehingga penting bagi pendidik atau orang tua untuk menyayangi keturunannya demi memunculkan keikhlasan dalam mendidik. Keikhlasan dalam mendidik dapat mendatangkan berkah dari Allah Swt.

Kelima, Pendidikan Demokratis. Demokrasi dalam pendidikan dimaknai sebagai sifat kepemimpinan orang tua dalam mendidik yang mengandung unsur kewibawaan, tetapi bukan otoriter, kepemimpinan ini disesuaikan dengan taraf perkembangan anak dengan cita-cita, minat, kecakapan, dan pengalamannya. Demokrasi dalam lingkup pendidikan adalah pengakuan terhadap individu peserta didik sesuai dengan harkat dan martabat peserta didik itu sendiri, karena demokrasi adalah alami dan manusiawi. Ibadah kurban terlihat pada cara menyampaikan perintah Allah Swt. yang diperolehnya melalui mimpi, sebagaimana dialog menunjukkan keyakinan Ibrahim akan kewajiban melaksanakan penyembelihan, namun Ibrahim masih menanyakan pendapat Ismail mengenai penyembelihan itu. Suatu sikap demokratis yang perlu diteladani dalam mendidik anak.

Keenam, Pendidikan Sosial. Sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan hubungan antar orang atau antar kelompok atau dapat disebut dengan problem kemasyarakatan. Pendidikan sosial adalah usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar mereka dapat berperan serasi dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat lingkungannya. Ibrahim sekeluarga atas tugas, peran, dan tanggung jawabnya dalam keluarga sangatlah tinggi. Hal ini tentunya tidak dapat terwujud tanpa upaya dengan baik melakonkan perannya sebagai kepala rumah tangga, suami, ayah, dan pendidik. ibadah kurban bukan dikotomi antara si miskin dan si kaya, tetapi kesadaran akan tanggung jawabnya masing-masing dalam masyarakat, inilah yang akan membentuk struktur kesatuan sosial.

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE