Hukum Musik, UAH, dan Siapa Kaum Salaf?
Oleh : Rudi Pramono, S.E.*
PWMJATENG.COM – Ramai di medsos soal hukum musik menjadi viral mungkin karena sekarang banyak lagu-lagu dinyanyikan bersama-sama diiringi musik yang asyik untuk bergoyang, yang kemudian direspon Salafi Wahabi, musik haram hukumnya dengan dasar dalil dan pendapat ulama. Menjadi viral karena dijawab oleh Ustaz Adi Hidayat (UAH) tentang kehalalan musik, ada ‘surat musik’ dalam Al Qur’an, dan UAH dinilai menghina sunnah dan ulama sunnah. Beliau langsung divonis kufur.
Persoalan musik bagi Muhammadiyah itu ranah ijtihadiyah karena tidak ada nash yang yang qath’i (pasti) dan syarih (jelas) tentang larangan musik sehingga tidak jumud (kaku), terbuka penafsiran (interprestasi). Keputusan Tarjih : Hukum musik bisa halal, makruh, haram tergantung alasan dan implikasinya.
Sesungguhnya dalam Islam. Berbeda pendapat hal bisa, ikhtilaf sudah lazim dan lumrah, apalagi dalam soal fiqih sering terjadi khilaf (perbedaan pendapat fiqih). Kata Imam Qatabah (tabi’in) kalau kita pelajari fiqih dari tingkat awal, menengah dan tinggi akan langsung tercium aroma perbedaan. Imam Syafi’i dengan Imam Malik, gurunya terjadi ikhtilaf sampai ribuan kali, tapi tetap menghormati, tidak menyesatkan apalagi mengkafirkan.
Dalam bentang sejarah Muhammadiyah dengan Salafi Wahabi, kita akui secara umum memiliki kesamaan dalam aspek pemurnian ajaran Islam dari Takhayul, Bid’ah, Churafat, terutama sejak kepemimpinan Mas Mansyur dengan berdirinya Majelis Tarjih, bahkan di Sumatera Barat, warga Muhammadiyah bangga kalau dipanggil “Wahabi….Wahabi”. Dari faktor pemurnian Islam dan ulama Sumatera Barat menurut pengamat Muhammadiyah mulai menyebar ke seluruh Nusantara
Orang-orang Salafi mudah kita identifikasikan lewat fisik dan pakaian, pria atau wanitanya, punya suara yang bagus dalam bacaan Al Qur’an, tidak semua ‘keras’ ada yang lembut orangnya namun paham keagamaan yang dibangun memang kuat dengan narasi yang keras, lugas, dan tajam. Vonis kafir, syirik, bid’ah, haram, neraka sering dengan mudah ditimpakan kepada mereka yang berlawanan pendapat dan militan. Amaliah NU yang sering jadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi dari Banser dengan menolak Ustaz mereka atau membubarkan pengajian.
Baca juga, Ramai Soal Musik, UAH: Musik dari Sejarah hingga Al-Qur’an dan Sunnah
Paham Muhammadiyah dan Salafi relatif beririsan dalam Aqidah dan Ibadah sehingga mereka nyaman masuk lingkungan Muhammadiyah sebaliknya Muhammadiyah sendiri karena berwatak terbuka dan moderat welcome, namun tetap ada perbedaan dalam paham keagamaan terutama dalam merespons perkembangan jaman. Relasi tidak selamanya baik-baik saja setelah dulu rame isu masjid diambil alih, migrasi jamaah, dll, dan sekarang perlu ditinjau lagi ketika terjadi perseteruan dengan UAH, ulama Muhammadiyah.
Sebetulnya di internal Salafi sendiri menurut Ustaz Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag., Ketua Majelis Tabligh PWM Jateng, di antara ulama mereka sendiri sering terjadi perdebatan bahkan menjurus kurang adab, seperti Syaikh Abdullah Bin Baz, Syaikh Al-Albani, Syaikh Al Ustmani dll tuduhan syirik, kufur, bid’ah dan haram sering terlontar dari persoalan rakaat salat tarawih, azan Jum’at dua kali, bersedekap setelah ruku’, zikir sesudah salat, panjang jenggot, jual beli dengan kredit, zikir dengan tasbih, dll tuduhan syirik, bid’ah, haram dengan mudah muncul ketika ada pendapat yang berlawanan.
Saya punya pengalaman dengan orang-orang salafi dalam satu WAG dan teman di facebook, mereka memang sangat militan, terus mencecar dengan dalil, dengan flyer, tidak mau dialog, merasa paling benar sendiri, tak terbendung, kecenderungan tekstualis sangat kuat, butuh argumentasi tekstual dan kontekstual untuk mengimbangi dan sekaligus menunjukkan kelemahan mereka.
Salafi secara bahasa berarti ‘terdahulu’ secara istilah merujuk pada Qs. At Taubah 100 : “Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang2 yg mengikuti mereka dengan baik, Allah telah rida kepadanya dan mereka pun rida kepada-Nya, dan telah disediakan bagi mereka surga yg di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” Dan HR. Bukhari, Nabi bersabda tentang tiga generasi terbaik : “Sebaiknya-baik periode adalah periodeku, kemudian setelah aku dan periode setelahnya” Kita kenal dengan nama periode sahabat (mereka yang hidup bersama Rasulullah), Tab’in, Tabi’ut Tabi’in (di dalamnya ada Imam Mazhab dan Imam Hadis). Para ulama bersepakat bahwa masa salaf itu berakhir pada tahun 300 H.
Dalam tubuh umat Islam semua mengklaim Salaf, Shalafus Shalih, baik secara metode maupun mengikuti ijtihad ulama. Di Indonesia yang paling awal NU sebagai kaum salaf melalui Pondok Pesantren Salafiyah/Syafi’iyah dengan paham Aswaja. Muhammadiyah juga mengklaim salaf, dalam perkembangannya oleh Buya Yunahar Ilyas allahuyarham, Muhammadiyah diidentifikasikan menganut Salafiyah Tajdidiyah, kemungkinan karena ada pengaruh Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha.
Baca juga, Ketua PWM Jawa Tengah Mendorong Program Qurban RendangMu: Solusi Produktif dalam Menyalurkan Kurban
Bedasarkan hadis riwayat Bukhari itu manakah yang paling salaf? Salafi, NU atau Muhammadiyah? Manhaj Salafi lebih mengacu pada Syaikhul Islam Taqiyudin Ibnu Taimiyah yang hidup pada tahun 661 H (361 tahun setelah salaf) lanjut ke Syaikh Al Albani 1133 H/1999 M, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab 1115 H, Syaikh Abdullah bin Baz 1133 H, Syaikh Utsmaini 1928 M semua ulama Khalaf tidak masuk periode terbaik. Termasuk juga Muhammadiyah, kalau kita merujuk pada sejarah KH Ahmad Dahlan ketika haji 2 kali dan menimba ilmu di Mekah beliau banyak membaca kitab-kitab pembaruan karya Ibnu Taimiyah, Jamaludin Al Afghani, Muhammad bin Abdul Wahab, Muhammad Abduh, Muh Rasyid Ridha, dst yang semua termasuk ulama Khalaf.
Demikian pula dengan Nahdliyin dengan paham Aswaja dan tradisi amaliyah yang yang bermazhab Syafi’i (Imam Syafi’i hidup 150 H, Imam Asyari’ 240 H termasuk ulama salaf) tapi justru sering jadi sasaran palu godam kaum salafi dengan syirik, kafir, dan bid’ah. Lantas manakah yang lebih dekat kepada salaf? Menjadi pertanyaan kita bersama, tidak mudah memahami peta pemikiran dan paham keagamaan dalam tubuh umat Islam dalam sejarah ruang dan waktu setelah Rasulullah wafat. Alhamdulillah Manhaj Tarjih tidak bermazhab tapi tidak anti Mazhab. Semua pemikiran ulama salaf dan khalaf dipertimbangkan dan dipilih yang paling kuat tapi dalam keputusan tarjih tidak menafikan yang berbeda.
Terkait dengan viralnya perseteruan UAH dengan Ulama Salafi, tentunya kita tidak akan membiarkan beliau berjuang sendiri, secara organisasi beliau adalah Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, yang harus kita bela karena menyangkut marwah ulama Muhammadiyah dan martabat Persyarikatan, secara arif, kedepankan ukhuwah, selesaikan dengan akal sehat diskusi, dialog dan debat dengan semangat keilmuan keagamaan dan keadaban (QS. An Nahl 125) tidak boleh ada pembubaran pengajian.
*Ketua MPI PDM Wonosobo.
Editor : M Taufiq Ulinuha