Perjuangan Ekonomi Umat: Kisah Sukses dari Jamaah Masjid yang Menginspirasi

Perjuangan Ekonomi Umat: Kisah Sukses dari Jamaah Masjid yang Menginspirasi

Oleh : Rumini Zulfikar (Gus Zul) (Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan)

PWMJATENG.COM – Dalam kehidupan ini, setiap manusia mendambakan hidup yang bermakna dan bermanfaat, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain, terutama kaum dhuafa dan musta’afiin. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama umat, yang tercermin dalam pengamalan ajaran agama untuk mensejahterakan sesama.

Sebuah percakapan ringan antara Gus Zul, penulis artikel ini, dengan seorang tamu yang merupakan saudara jauh, menggambarkan makna dari kebersamaan dan pemberdayaan umat. Percakapan ini berlangsung di teras rumah Gus Zul setelah shalat Isya.

Kisah Sederhana, Pelajaran Besar

Tamu tersebut bercerita, “Pakdhe, saya sangat bersyukur,” katanya memulai cerita. Gus Zul pun menjawab, “Alhamdulillah, apa yang terjadi, Om?”

Tamu itu melanjutkan, “Beberapa tahun lalu, seorang tokoh agama di masjid kami menyarankan saya untuk mulai berdagang dan lebih dekat dengan keluarga. Waktu itu, masjid meminjami saya uang Rp500.000 dari dana operasional ambulans yang belum terpakai. Uang itu saya gunakan untuk modal berjualan bakso.”

Dengan suara penuh rasa syukur, tamu itu menjelaskan bahwa dari modal kecil tersebut, ia mampu membangun usaha yang kini berkembang. “Itulah seharusnya fungsi masjid,” ujar Gus Zul, “Tidak hanya untuk ibadah ritual, tetapi juga sebagai pusat pemberdayaan umat.”

Kewajiban Umat Berbagi

Dalam perjalanan hidup, ada yang dianugerahi kelebihan materi, dan ada pula yang kekurangan. Kondisi ini sudah menjadi sunatullah, atau takdir Allah. Oleh karena itu, umat yang memiliki kelebihan harta diwajibkan membersihkan hartanya melalui zakat, infak, dan sedekah, seperti yang diperintahkan dalam Al-Qur’an, Surat At-Taubah ayat 60.

Baca juga, Sadumuk Bathuk Senyari Bumi: Menjaga Harga Diri dan Kehormatan

Ayat tersebut menegaskan bahwa zakat diperuntukkan bagi orang fakir, miskin, amil zakat, mualaf, budak yang ingin merdeka, orang yang terlilit utang, serta untuk perjuangan di jalan Allah dan mereka yang kehabisan bekal di perjalanan.

Kondisi ekonomi umat Islam, khususnya di Indonesia, masih berada di bawah garis kemiskinan. Namun, ini bukan disebabkan oleh kurangnya ilmu atau kemalasan, melainkan adanya regulasi dan sistem yang masih menindas sebagian besar umat.

Peran Organisasi Islam dalam Pemberdayaan Umat

Meski konstitusi Indonesia, melalui UUD 1945, menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, kemampuan pemerintah dalam hal ini masih terbatas. Oleh karena itu, organisasi-organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan lainnya memiliki peran penting dalam membantu umat yang lemah.

Muhammadiyah, misalnya, sejak awal berdirinya tahun 1912 dengan semangat Al-Maun, telah berfokus pada pendidikan, kesehatan, dan sosial. Pada abad kedua, organisasi ini memperkuat fokusnya melalui lembaga seperti MDMC, MPM, dan Lazismu.

Sinergi Majelis untuk Pemberdayaan

Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah memiliki cakupan yang luas dalam pemberdayaan, mulai dari pertanian, perikanan, hingga pemberdayaan difabel dan buruh migran. Namun, sinergi antara majelis-majelis seperti Majelis Ekonomi, Lazismu, MDMC, dan Majelis Tabligh diperlukan agar usaha pemberdayaan dapat lebih efektif.

Dengan sinergi yang baik, upaya mensejahterakan umat dapat berjalan lancar dan ringan. Secara bertahap, umat Islam akan menjadi lebih berdaya dan sejahtera, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya berbagi dan saling membantu.

Editor : M Taufiq Ulinuha