Perjalanan Spiritual Menuju Haji Mabrur Sosial dan Kemajuan
Perjalanan Spiritual Menuju Haji Mabrur Sosial dan Kemajuan
Oleh : Rudi Pramono, S.E.*
PWMJATENG.COM – Seorang teman setelah pulang haji mengatakan kurang lebihnya “..siki tak lepas-lepas kabeh sing sifate dunia..” ada juga teman lain setelah haji, salat jamaahnya tidak lagi di musalla kantor tapi di masjid yang agak jauh, mungkin karena lebih merasakan suasana spiritual di sana. Tentunya dua hal itu bukan suatu yang salah, meskipun kadang dipertanyakan dari aspek sosial dan kemajuan dalam pengertian yang lebih luas.
Perjalanan haji berikut rangkaian ibadah yang di laksanakan adalah sebuah perjalanan spiritual yang sangat menggetarkan dan semakin menguatkan keimanan, akan selalu ada kerinduan untuk hadir kembali ke Baitullah. Selalu merasakan kedamaian dan kebahagiaan sesungguhnya dalam ibadah Haji.
Kehampaan rohani, kehilangan hakikat kemanusiaan disebabkan tata kelola dan arah Peradaban yang tidak bertauhid. Peradaban modern sebagai perwujudan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan kemudahan dalam memenuhi kehidupannya, namun tidak selamanya membawa kebahagiaan hidup. Manusia menjadi pemuja ilmu pengetahuan, harta benda dan tahta dan akhirnya terperangkap dalam sistem teknologi dan ideologi yang sangat tidak human, menjadi manusia hedonis, materialis dan kapitalis.
Sementara itu ‘wajah agama’ menampakan dirinya justru menjauh dari peradaban karena ‘takut’ terperangkap dalam hawa nafsu peradaban liberal atau mungkin karena pemahaman agama yang sempit, ego spiritual, jumud, beku, eksklusif, reaktif, mistis dan sarat konflik. Maka dua kondisi itulah membuat manusia modern kehilangan sisi keilahiannya dan kemanusiaannya. Terjadi Ironi modernitas, jaman sudah demikian canggih tapi peperangan, pengungsian kejahatan masih terus terjadi di belahan dunia yang lain. Dari sisi kondisi manusianya ada yang kemudian menjadi atheis dan sekularis moderat (meletakkan agama di ruang privat, bersifat individu hanya untuk ibadah ritual) ada pula nihilisme, relativisme dan sinkretisme agama (mencampuradukkan semua agama).
Baca juga, Hukum Musik, UAH, dan Siapa Kaum Salaf?
Rasionalisme telah sukses menghasilkan kemajuan teknologi yang luar biasa, China mengalami kemajuan infrastruktur yang luar biasa, kereta cepat, jembatan di atas lautan maupun terowongan di dasar laut, dll padahal mereka dalam sistem politik komunis absolut dan membenci agama. Rasionalitas dan logika menjadi ‘filsafat ketuhanan’ disembah dan dijadikan ‘Tuhan Baru’ demikian pula yang terjadi di negara-negara barat apalagi dalam sejarah renaisance Barat abad pertengahan memang mengusung sekularisme menyusul gagalnya gereja/penyimpangan kaum agamawan/pendeta dalam mengelola kekuasaan .
Sementara itu Islam tidak mengalami sekularisme tapi konflik dan kejumudan. Islam pernah mengalami masa-masa keemasan terutama pada masa Dinasti Abbasiyah Berkembangnya ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang keilmuan dan keagamaan. Pada saat itu Barat dalam kegelapan. Namun kemudian terjadi konflik internal dan serangan Mongol ke Baghdad dan perang Salib, kekuasaan Islam diambil alih, Baitul Hikmah dihancurkan, pusat2 keilmuan Islam dimusnahkan maka berpindahlah pusat keunggulan ilmu pengetahuan ke Barat.
Sekularisme ilmu pengetahuan bagian dari sejarah panjang peradaban masa lalu tersebut, telah mengakibatkan kehampaan spiritual manusia modern. Haji dan Umroh menjadi medium umat Islam yang sadar akan fitrahnya dan menemukan hakikat dirinya, membasahi kegersangan batin dan nuraninya. Haji adalah sebuah perjalanan kembali kepadaNya, mendekat dan lebur menjadi satu dalam puncak spiritualisme, semacam, ‘tasawuf atau sufisme’ sesuai syariat berdasarkan al Qur’an dan As Sunnah.
Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan Islam berkemajuan mengutamakan rasionalitas dalam paham keagamaan, spiritualitas dalam aspek prinsip-prinsip ajaran Islam dan perwujudan dalam amaliyah transformatif dalam bentuk melembagakan amal saleh dalam semua bidang kehidupan. Muhammadiyah sebagai gerakan modernisme Islam sangat terbuka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan karena dibutuhkan dalam praktik pengamalan Islam. Dari hal itu saja menunjukkan watak peradaban yang ingin dibangun Muhammadiyah adalah peradaban modern yang islami, yang bertauhid dan tidak konservatif tapi juga tidak liberal.
Spiritualisme (Ketaatan kepada Allah) diwujudkan dengan spiritualitas yang murni dan aktifisme progresif dan berkeadaban. Beragama dan bermuhammadiyah harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Keshalihan individu yang dibentuk lewat ritual ibadah (rukun Islam) diwujudkan dengan kesalehan sosial (rahmatan lil’alamin)
Dalam tafsir At Tanwir, etos sangat perlu dalam membangun kehidupan dan mengejar ketertinggalan, dibutuhkan 4 etos : etos ibadah, etos ekonomi dan etos kerja, Etos sosial dan etos keilmuan. Dan itulah Haji Mabrur dalam konteks kekinian : keilahian, kemanusiaan dan peradaban.
Dengan demikian tidak ada ruang kehampaan spiritual bagi warga Muhammadiyah dan muslim yang kaffah, tengah peradaban modern yang semakin absurd ini.
*Ketua MPI PDM Wonosobo.
Editor : M Taufiq Ulinuha