Genealogi Pemikiran Keislaman Muhammadiyah
Genealogi Pemikiran Keislaman Muhammadiyah
Oleh : Teguh Anshori*
PWMJATENG.COM – Terminologi pembaruan (tajdid) dan pemurnian/purifikasi (tanzih) tidak hanya sebuah slogan paten Muhammadiyah selama ini, terminologi tersebut menjadi sebuah nafas gerakan Muhammadiyah secara doktrinasi ataupun aplikatif. Makna tajdid secara etimologis adalah memperbarui, membuat formulasi baru. Pembaruan atau tajdid diawali dengan perbuatan ijtihad yang secara sederhana dapat dipahami sebagai kesungguhan atau kegigihan dalam mencurahkan segala kemampuan dan sekaligus memikul beban (Maryadi, 2000: 6). Al Ghazzali mendefinisikan makna Ijtihad adalah suatu bentuk pertanggungjawaban moral dari hasil ijtihad yang dilakukan (Al Ghazzali, tt: 478). Ijtihad merupakan upaya intelektual secara sungguh-sungguh untuk memahami hukum-hukum syara’ yang ranah operasionalnya bersifat furu’iyyah. Ijtihad tidak sampai menyentuk kepada ranah fundamental dari ajaran Agama Islam (M. Mukhsin Jamil dkk, 2007: 54).
Terminologi purifikasi atau pemurnian (tanzih) berkebalikkan dengan makna tajdid. Konsep tanzih lebih kepada upaya pembenahan atas ajaran-ajaran Islam secara orisinil dan otentik. Tanzih memiliki slogan utama yaitu “Back to Qur’an and Sunnah” (al ruju’ ila al qur’an wa al sunah). Selain itu, tanzih memiliki sifat pengikisan terhadap keyakinan atau tradisi yang dipandang telah mencampuri ajaran fundamental Islam. Tanzih sepenuhnya menghendaki pemurnian ajaran Islam tanpa adanya keyakinan lain yang merusak.
Secara genealogis Muhammadiyah berdiri dan eksis sampai sekarang tidak lepas dari gencarnya gerakan pembaruan di timur tengah saat itu. Guru utama yang menjadi inspirator KH Ahmad Dahlan dalam melakukan gerakan pembaruan dan mendirikan Muhammadiyah adalah dari pemikiran dan karya Muhammad Abduh yang merupakan murid dari Jamaludin Al Afghani tokoh pembaru dari Mesir (M. Mukhsin Jamil dkk,2007,58).
Gagasan Fundamental Studi Keislaman Muhammadiyah
1. Keesaan Tuhan
Muhammadiyah memandang bahwa Allah merupakan realitas yang eksis, totalitas wujud yang Maha Mutlak. Eksistensi Allah tidak bisa di samakan dengan realitas lainnya. Muhammadiyah menolak menggunakan takwil dalam memberikan deskripsi tentang Tuhan (Hamka, 1984:41).
2. Tauhid yang Lurus
Muhammadiyah memandang bahwa Tauhid adalah inti dan esensi ajaran Islam, dan seluruh acuan norma-etik agama Islam merupakan pedoman dan petunjuk untuk memanifestasikan ajaran tauhid. Seluruh gerak Muhammadiyah mengacu pada tauhid, bagi masyarakat Muhammadiyah, dari doktrin tauhid tersebut mengalami polarisasi makna tauhid lainnya, seperti konsep kesatuan penciptaan, kesatuan kemanusiaan, kesatuan pedoman hidup dan kesatuan tujuan hidup (Amien Rais, 1998, 125). Keyakinan tauhid Muhammadiyah tentunya sama dengan keyakinan tauhid kelompok lain, namun dalam perbedaanya, Muhammadiyah menegaskan bahwa Tuhid dalam tataran implementasi praktis juga harus tauhid yang murni, dan menghindari dari parktik keagamaan yang menyimpang.
3. Sufisme
KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah memberikan apresiasi terhadap sufisme. Hal tersebut dapat dilihat dari cara kehidupan keseharian beliau, juga tampak dari pernyataan beliau yaitu “Agama bukan barang kasar, yang harus dimasukkan ke dalam telinga, tetapi agama Islam adalah agama fitrah. Artinya, ajaran yang cocok dengan kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah amal lahir yang dapat dilihat, amal lahir hanyalah bekas dan daya dari ruh agama” (Yunus Slam, 1968: 51).
Munir Mulkan bahkan mengatakan “Kehidupan Keagamaan Ahmad Dahlan sama dengan tasawuf Al Ghazali, seluruh perilaku dan tindakan beliau senantiasa dimotivasi oleh zikrullah. Ahmad Dahlan sering mengungkapkan “Jangan katakan kamu berani mati untuk Tuhan, tapi katakanlah kamu berani hidup untuk Tuhan”. Dengan pemaknaan tersebut maka “Sufisme Muhammadiyah” adalah sufisme terapan dan implementatif., yaitu seorang Muslim khususnya warga Muhammadiyah dalam perilaku kesehariannya harus senantiasa merasa dikontrol dan berada dalam pengawasan Tuhan. Jadi Sufisme Muhammadiyah merupakan sebuah metodologi.
4. Pemberantasan Praktik Islam Lokal
Visi awal Muhammadiyah di dirikan karena Kegelisahan KH Ahmad Dahlan melihat maraknya pemahaman sinkretisme saat itu, terutama adalah Tahayul, Bid’ah dan Khurafat. Muhammadiyah mengharamkan praktek keagamaan lokal (tanya jawab agama, tt : 149), selain itu Muhammadiyah mengharamkan praktik tarekat dan sinkretisme. Pengharaman tersebut memiliki alasan kuat, yaitu Pertama, Sinkretisme telah menjauhkan umat Islam dari Tuhan. Kedua, sinkretisme menyebabkan umat Islam menjadi bodoh, sehingga bangsa Indonesia terjajah (Munir Mulkan, 2000 : 117).
5. Islam Agama Sempurna
Muhammadiyah memandang dan meyakini bahwa Agama Islam adalah agama yang paripurna, sempurna, mandiri, otentik, dan tidak terkena pengaruh dari luar, Islam adalah agama yang mengatur segala sesuatu hal, baik yang menyangkut hubungan antara Allah dengan makhluknya dan makhluk dengan makhluk.
6. Generasi Terbaik (Khaira Ummah)
Muhammadiyah memandang dan meyakini bahwa generasi pada Nabi Muhammad SAW dan para sahabat adalah generasi yang paling ideal dibanding dengan generasi lainnya, paling mendekati sempurna dalam pengamalan ajaran Islam. Sehingga Muhammadiyah bukan hanya sebuah nama persyarikatan atau kelompok, tapi lebih dari itu yaitu keinginan supaya gerakan ini menjadi uswah Nabi Muhammad SAW dan generasi awal yang paling ideal (Tanya jawab agama, 1998: 9).
7. Kembali kepada Al Qur’an dan Hadis
Visi utama gerakan Pembaruan dan Pemurnian semisal Muhammadiyah adalah kembali pada Al Qur’an dan Hadis. Gagasan tersebut sudah muncul sejak awal berdirinya Muhammadiyah, sebagiamana pernyataan Ahmad Dahlan “tugas yang ingin diemban oleh organisasi yang didirikan agar bangsa Indonesia beragama Islam dengan lurusdan tepat menurut petujuk aslinya, yaitu Al Qur’an dan Hadi”s (Fakhruddin, 1996: 31).
Sebagai warga masyarakat Persyarikatan Muhammadiyah sudah menjadi konsensus bersama bahwa pentingnya memahami landasan-landasan normatif atas doktrinasi Genealogi Islam Muhammadiyah, dengan tujuan. Pertama, Menjadi sebuah pencerah bahwa ber-Muhammadiyah haruslah otentik dan orisinil. Kedua, Ber-Muhammadiyah secara Kaffah. Ketiga, Ber-Muhammadiyah menuju kesalehan individual dan sosial.
*Sekretaris PDM Karanganyar
Editor : M Taufiq Ulinuha