Masa Depan Sekolah di Era Digital : Perlu Ada Sekolahan atau Tidak?
Oleh : Ir. Joko Triyanto,S.Kom., M.Kom., M.Pd.I.*
PWMJATENG.COM – Menurut Merriam Webster, teknologi adalah suatu penerapan pengetahuan praktis khususnya di bidang tertentu; cara menyelesaikan tugas terutama dengan menggunakan proses teknis, metode, atau pengetahuan; serta juga aspek khusus dari bidang usaha tertentu. Menurut Mahmud Yunus, pendidikan adalah suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang paling tinggi. Agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan apa yang dilakukannya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya.
Pendidikan dan teknologi informasi saat ini adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Pada era berkemajuan ini banyak masyarakat yang bertanya-tanya tentang posisi sekolahan. Terutama usia anak sekolah yang menanyakan, apakah masih perlu untuk bersekolah? Jika masih butuh sekolah, jurusan apa yang harus diambil?
Sebelum menjawab itu semua, mari kita lihat tentang pendidikan, khususnya di Indonesia. Sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan di Indonesia saat ini perlu bertransformasi dan berevolusi. Agar tidak terkesan ketinggalan, tidak sesuai zaman dan kuno di mata masyarakat. Bagi para pembaca dan para tenaga pendidik atau guru, tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dan menjadi PR bersama dalam mendidik peserta didik di tempat masing-masing.
Sekolah saat ini masih dibutuhkan, akan tetapi tidak cukup. Zaman dahulu jika kita ingin mencari informasi, kita harus datang ke tempat tempat pusat informasi, seperti majalah dinding, papan pengumuman hingga perpustakaan. Namun di era digital ini, untuk mendapatkan itu semua, kita cukup mencari informasi di smartphone atau PC melalui laman mesin pencarian seperti google, yahoo dan sebagainya. Dan dapat dipastikan apa yang kita cari 99 persen akan didapatkan. Hal tersebut menyebabkan bagi kalangan mahasiswa dan siswa, era keperpustakaan tersebut telah hilang. Bahkan pusat pusat informasi dan keilmuan tersebut nyaris punah. Dengan kondisi ini menyebabkan orang berfikir bahwa sekolah itu tidak perlu ada lagi.
Baca juga, Jadwal Musyda Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah se Jawa Tengah Periode Muktamar ke-48
Banyak orang di kota-kota besar saat ini sudah beralih ke homeschooling, sehingga orang tidak butuh atau perlu lagi ke sekolah. Belajar tidak harus ke sekolah tetapi cukup dan bisa dirumah. Para pembaca yang budiman, kembali lagi, perlu ada sekolahan atau tidak?
Mari kita jawab bersama bahwa Sekolah itu masih dibutuhkan dan diperlukan. Karena tidak semua hal bisa didapatkan di mesin pencarian informasi berbasis digital. memang di era digital ini kita sangat mudah untuk mendapatkan informasi yang luar biasa. Anda dapat membuka artikel hingga video apa pun, yang belum tentu guru tahu, namun Anda telah mendapatkan jawaban terlebih dahulu.
Contohnya ada berita terkini, keilmuan dan kejadian heroic terkini, guru anda belum tahu bahkan tidak paham, tetapi Anda dapat menunjukkan jawaban hal tersebut dengan searching artikel maupun chanel media sosial. Soal-soal tugas pelajaran dari guru Anda, Anda tinggal mencari jawaban dalam hitungan menit bahkan detik di mesin pencarian dan media sosial, jawaban anda mungkin ini akan membuat anda merasa lebih hebat. Memang ada benarnya pelajar saat ini lebih informatif, cepat dan kritis. Akhirnya Anda akan berkata bahwa sekolah itu buang buang uang, waktu, capek dan tidak perlu lagi.
Akan tetapi perlu diketahui, bahwa ada beberapa informasi tentang sekolah tidak bisa di dapat di mesin pencarian tersebut. Beberapa hal yang hanya bisa di dapat di Sekolahan ialah tata krama, kehidupan sosial, kedisiplinan, toleransi dan tenggang rasa.
Pertama, tata krama adalah perilaku normatif dalam pergaulan sosial (interaksi antar individu dalam masyarakat) yang mencita-citakan keteraturan dan ketertiban masyarakat (Soehardi, 1997). Generasi Milenial hingga Z, saat ini yang hidup berdampingan dengan teknologi telah kehilangan tata krama. Kadang sikap menghormati orang tua, bahkan sopan santun itu kadang tidak diperhatikan. Pelajaran pembiasaan tata krama ini hanya bisa didapatkan di sekolah tidak dapat di dapatkan di dunia maya.
Baca juga, Berjalan dengan Sukses, Musyda Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Kota Salatiga Pilih Anggota PDM dan PDA Periode 2022-2027
Kedua, kehidupan sosial adalah kehidupan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur sosial/kemasyarakatan (Soerjono Soekarto 2007). Kenapa? Karena Anda tidak mempunyai teman dunia nyata, jika belajar model homeschooling. Mungkin anda kan menjawab bahwa teman kan bisa didapat dari media social seperti IG, Tiktok, Twiter, FB dan lain sebagainya. Namun semua itu adalah teman dunia maya bukan dunia nyata. Sedangkan kita membutuhkan teman dunia nyata yaitu berhadapan secara langsung face to face. Seringkali kita diberi tugas oleh Guru untuk mengerjakan PR. Namun PR itu tidak melulu teori seperti Matematika, Bahasa Inggris dan lain sebagainya. Namun juga PR praktek seperti menjenguk dan mendoakan teman yang sedang sakit. Apakah sama mendoakan lewat media sosial dengan mendoakan secara langsung dirumahnya? Jelas berbeda, manusia itu lebih terasa jika didatangi secara fisik.
Ketiga, disiplin adalah perilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan ketetapan, atau perilaku yang diperoleh dari pelatihan yang dilakukan secara terus menerus (Thomas Gordon, 1996). Homeschooling biasanya bebas baik waktu maupun pakaian, sedangkan di sekolah kita di ajarkan mengikuti Upacara, berseragam, dan ditentukan waktu berangkat dan pulang. System kedisiplinan seperti ini tidak ada di homeschooling. Di sekolah kita juga di ajari belajar kelompok dan menghadapi masalah atau kesulitan secara bersama-sama. Bersama sama ini sangat dibutuhkan karna sifat manusia sebagai makhluk sosial.
Keempat, toleransi dan tenggang rasa. Toleransi adalah cara kita menjaga perasaan kita terhadap perbuatan orang lain. Tenggang rasa adalah cara kita menjaga perasaan orang lain terhadap perbuatan kita. Diera digital ini sudah jarang sekali orang menerapkan nilai nilai tenggang rasa dan toleransi. Dapat kita lihat baik di media sosial maupun kehidupan sehari hari, orang bebas berpendapat, hingga mengeluarkan kata-kata kotor yang lupa akan sikap menghormati orang lain.
*Penerima Penghargaan Adarakarya DTS Kemenkominfo RI kategori Pengajar Terbaik. Humas Forum Kepala Sekolah SMP/MTs Muhammadiyah Jawa Tengah 2020/2021
Editor : M Taufiq Ulinuha