Ibu Hj. Sujarwati: Saya Titip kepada Muhammadiyah
Oleh : Prof. Dr. Imam Sutomo, M.Ag.*
PWMJATENG.COM – Tidak terbayang, tidak tergagas, dan seribu “tidak” lainnya untuk menggambarkan kemustahilan bangunan kokoh pinggir jalan itu diserahkan total kepada organisasi masyarakat. Rasionalitas zaman yang menyimpan watak egois lebih mungkin bagi penduduk dunia menikmati hari tua dengan rasa damai, comfort zone dalam makna seluas-luasnya. Pemilik rumah antik itu sudah menggegam kebahagiaan di tangannya dengan terpenuhinya simbol-simbol kesejahteraan hidup normal di masyarakat. Namun, di luar nalar umum, “Tanah dan bangunan ini saya wakafkan untuk Muhammadiyah,” pernyataan resmi Ibu Hj. Sujarwati dengan mantap disaksikan keluarga dan perwakilan Muhammadiyah. Tanpa dikomando, secara simultan terdengar ucapan alḥamdu lillâhi rabbil ‘âlamîn memenuhi ruangan bersinar terang di Jalan Argobogo Pendem Argomulyo Salatiga.
Pembina Majelis Wakaf dan Kehartabendaan PDM Kota Salatiga merespons dengan positif dan proaktif untuk memperlancar rencana calon wakif yang lebih mempercayakan kepada Muhammadiyah. “Luas tanah bagian depan 530 m2 dan bagian belakang 830 m2,” Bapak Drs. Sir Samsuri, M.Hum. merincinya. Luas bangunan 250 m2, cukup luas untuk kegiatan PCM, sedangkan tanah kosong di belakang dapat dimanfaatkan sebagai kebun laboratorium berbagai tetumbuhan untuk praktik anak sekolah. Sekretaris PDM tidak mampu menahan rasa haru, penuh syukur, sembari memikirkan alternatif mengubah lahan tidur menjadi taman subur dan produktif oleh tangan siswa SMA Muhammadiyah Plus.
Masuk usia 71 tahun Ibu Hj. Sujarwati masih tampak sehat, bertutur kata dengan lancar dan runtut. “Saya diuji oleh Allah dengan sakit di usia lanjut dan harus menjalani operasi, tetapi saya masih tetap bisa mensyukuri limpahan nikmat Allah,” pengakuan tulus pensiunan angkatan laut. Lazimnya, para kasepuhan sakit-sakitan cenderung patah semangat, berpikiran pesimis, dan kehilangan gairah hidup. Jutaan manusia lanjut usia yang menderita berlipat-lipat karena hari-harinya diliputi kesumpekan batin disertai kecemasan dirundung ancaman kematian. Alih-alih, Kolonel Sujarwati berpikir optimis, berbicara penuh semangat, tidak memperlihatkan tanda-tanda penderita sakit berat.
Baca juga, Amalan-Amalan Utama di Bulan Ramadan; Sedekah
Perkembangan spiritual keagamaan seseorang berjalan seiring dengan tambahan umur dan pengalaman hidup. Paling tidak tiga kesadaran muncul: kehadiran Tuhan, bekal amal kebaikan yang masih sedikit, dan kepastian kematian. Persaksian para lansia bercucu-cicit dalam kondisi fisik yang melemah tidak ingin mengganggu kesibukan anak-anaknya dan dirinya tidak ingin terenggut kebebasannya. “Apakah sudah digagas oleh Muhammadiyah atau Aisyiyah untuk mendirikan Rumah Panti Jompo berbayar untuk melayani para kasepuhan yang ingin menikmati hari-harinya lebih nyaman,” unek-unek Ibu Sujarwati saat asyik ngobrol. Disadari oleh para manula bahwa perjalanan panjang berpuluh-puluh tahun serasa sangat singkat, tidak lagi tersisa bekasnya kecuali masih sedikitnya bekal amal kebaikan. “Dahulu, rutin berjalan pagi usai salat Subuh, sekarang istirahat untuk pemulihan kesehatannya. Untunglah, membaca Al-Qur’an tidak terlewatkan sebagai kegiatan harian,” tambah kegiatan spiritual Ibu Hj. Sujarwati.
Tiga poin penting episode perjalanan hidup Ibu Hj. Sujarwati dapat dianalisis, yaitu fenomena manusia usia lanjut, budaya wakaf, dan kepercayaan kepada Muhammadiyah. Kajian gerontologi (ilmu tentang proses dan gejala penuaan) layak dikembangkan dalam strategi dakwah Islam yang adaptif dengan pemenuhan kebutuhan spiritual bagi kasepuhan. Peradaban Islam menyiapkan instrumen penggalian aset muslim melalui wakaf perlu dioptimalkan, termasuk pemutakhiran makna wakaf yang selaras dengan perkembangan teknologi dan bisnis modern. Era kompetisi ratusan lembaga menawarkan kekhasannya sebagai nomor satu dalam kualitas pelayanan dan sejenisnya, tetapi belum luntur trust (kepercayaan) masyarakat kepada Muhammadiyah, sehingga majelis/lembaga wakaf sangat strategis dan potensial sebagai aparatus persyarikatan dalam pengembangan aset muslim Indonesia mendampingi Lazismu.
Ibu Hj. Sujarwati menyadari perlunya bekal yang banyak untuk kehidupan abadi di akhirat, maka implementasi amal jariyah dalam wujud wakaf diikrarkan. “Monggo, rumah di Argomulyo diramaikan dengan kegiatan pengajian dan tanah belakang dimanfaatkan,” pesan Ibu Hj. Sujarwati di rumah Gendongan Tingkir (Kamis sore, 13/4/2023). Bapak H. Yahya Syarif sebagai penanggung jawab wilayah Argomulyo tersenyum lega dan menjawab mantap sami’nâ wa aṭa’nâ. Usai ngobrol silaturahmi, pukul 17.35 Ketua PCM Argomulyo bergegas pulang, mungkin sudah janjian acara berbuka bersama istri pertama di rumahnya.
*Guru Besar Bidang Ilmu Pemikiran Pendidikan Islam UIN Salatiga, Ketua PDM Kota Salatiga 2010-2015 & 2015-2022
Editor : M Taufiq Ulinuha