Money Politic: Sebuah Tradisi yang Abadi
Oleh: Dhani Mafis Febrian*
Tepat pada hari Rabu (17/4/2019) masyarakat Indonesia melaksanakan pesta demokrasi. Pesta demokrasi yang terdiri dari pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif ini menjadi agenda per 5 tahunan setelah era reformasi.
Pesta demokrasi yang menghabiskan dana negara lebih dari 24 Triliun ini sangat menakjubkan. Hal ini didasari manakala dalam sistem pemilihan pemimpin 5 tahun ke depan saja menghabiskan banyak uang sebesar itu. Selain itu dana kampanye yang besar juga dikeluarkan untuk mengkampanyekan calon dalam mendulang suara dan menambah elektabilitas. Belum lagi mendekati hari pencoblosan akan ada serangan fajar untuk para pemilih. Maka tidak salah manakala penulis menyebut pesta demokrasi Indonesia tak ubahnya pesta uang.
Alasan sederhan yang penulis buat adalah banyaknya saingan dalam perebutan kekuasaan membuat orang semakin tertantang dan gila akan kekuasaan. Hal itu dibuktikan dari banyaknya para caleg (calon legislator) yang memberi “amplop” kepada warga seolah caleg tersebut membeli hak suara politik para warga dengan sejumlah uang. Para caleg pun berbondong-bondong untuk memberi dengan dalih sebagai “uang saku” bagi warga.
Politik uang seolah telah mendarah daging di kalangan masyarakat saat ini. Hal ini bisa kita temukan mulai dari desa sampai kota seolah menjadi hal yang wajar.
Begitupun dengan masyarakat banyak yang beranggapan bahwa mereka juga tidak akan tergerak hatinya untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu jika tidak ada uang saku dari para caleg. Entah kebetulan atau tidak di mana ada pemilu di situ pasti banyak terjadi peredaran uang yang sangat banyak. Namun sangat disayangkan, minimnya masyarakat yang mau melapor juga seolah menghambat lembaga tertinggi negara untuk mengusutnya. kita juga tidak bisa menyalahkan siapapun karena kita harus introspeksi diri.
Adanya Badan Pengawas Pemilu hanya menjadi bumbu penyedap demokrasi yang tak kunjung sedap dirasakan. Berbagai kasus money politic banyak yang tak mengubah hasil dari pemilu sendiri. Masyarakat seakan malas untuk sekadar melapor guna adanya pelanggaran kampanye dengan pemberian uang. Padahal pemberian uang sangat riskan dengan caleg tersebut setelah pemilu dengan dalih berorientasi untuk memperkaya diri sendiri.
Jadi kita sebagai warga negara yang baik kita harus ikut menjaga negara ini, mari kita hilangkan budaya money politic di negeri ini agar negeri ini tetap aman dan sejahtera.
*Penulis: Dhani Mafis Febrian (murid SMA Muhammadiyah Mayong Kelas XII IPS) | Editor: Tuti Astha3