Pakar Geofisika Geografi UMS Dorong Tata Ruang Berbasis Risiko Bencana

PWMJATENG.COM, Surakarta – Ancaman bencana alam di Indonesia tidak hanya dipengaruhi faktor alam, tetapi juga oleh cara manusia menata ruang dan wilayah. Akademisi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Dr. Annisa Trisnia Sasmi, S.Si., M.T., menegaskan pentingnya penataan ruang berbasis tingkat kerawanan bencana untuk menekan risiko korban jiwa dan kerugian material di masa depan.
Menurut Annisa, wilayah dengan tingkat bahaya tinggi seharusnya tidak dijadikan kawasan permukiman padat. Area tersebut lebih tepat difungsikan sebagai kawasan lindung, konservasi, atau pemanfaatan terbatas lainnya.
“Area yang berbahaya sebaiknya difokuskan untuk hutan lindung, konservasi, atau bahkan geowisata. Jangan dipaksakan untuk permukiman karena risikonya sangat besar,” ujarnya, Selasa (30/12).
Sementara itu, kawasan dengan tingkat kerawanan sedang masih dapat dikembangkan secara terbatas, misalnya untuk permukiman dengan kepadatan rendah seperti wilayah pedesaan. Adapun kawasan dengan tingkat kerawanan rendah dinilai lebih aman untuk aktivitas dengan mobilitas tinggi, termasuk pusat administrasi dan kawasan perkotaan.
“Kalau kerawanannya sedang, bisa dikembangkan untuk permukiman yang tidak terlalu padat. Tetapi tetap harus berbasis kajian risiko. Penataan ruang harus mengikuti peta bencana, bukan sebaliknya,” tegasnya.

Annisa menilai, salah satu persoalan utama di Indonesia adalah penataan ruang yang belum sepenuhnya berbasis mitigasi bencana. Akibatnya, bencana kerap terjadi berulang di wilayah yang sama, seperti banjir tahunan di sejumlah kota besar.
Selain tata ruang, tingkat kerentanan juga diperparah oleh kepadatan penduduk yang tinggi, persoalan ekologi, serta aktivitas pembangunan dan industri yang belum sepenuhnya sejalan dengan daya dukung lingkungan.
“Ancaman alamnya sudah tinggi, tetapi kerentanan manusianya juga tinggi. Jika ini tidak dibenahi, dampak bencana akan selalu besar,” katanya.
Ia menegaskan bahwa mitigasi bencana harus menjadi bagian integral dari kebijakan pembangunan, baik di tingkat nasional maupun daerah. Penguatan kapasitas masyarakat, pemetaan kawasan rawan bencana, serta konsistensi penegakan tata ruang menjadi kunci membangun ketahanan wilayah dalam jangka panjang.
“Mitigasi bukan hanya soal tanggap darurat, tetapi bagaimana kita merencanakan masa depan wilayah secara bijak dan berkeadilan,” pungkasnya.
Kontributor: Al/Humas
Editor: Al-Afasy



