Keladuk Wani Kurang Duga

Kladuk Wani Kurang Duga

Oleh: Rumini Zulfikar (Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar Pemberdayaan MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan)

PWMJATENG.COM – Ketika seseorang melakukan tindakan tanpa perhitungan yang matang, akibatnya dapat fatal dan merugikan diri sendiri maupun orang di sekitarnya.

Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan oleh pernyataan sebuah institusi pemerintah yang menimbulkan kegaduhan dan keresahan di tengah masyarakat. Salah satunya adalah rencana pemblokiran rekening bank yang tidak aktif selama tiga bulan, dengan alasan menjaga keamanan keuangan pemilik rekening. Namun, yang menimbulkan tanda tanya adalah, mengapa rekening para pelaku judi daring dan permainan online justru tidak diblokir? Kebijakan yang terkesan terburu-buru ini seolah tidak mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.

Tak lama berselang, seorang menteri juga membuat pernyataan bahwa rakyat tidak memiliki hak milik atas tanah, melainkan hanya hak pakai. Ucapan tersebut memicu keresahan luas. Meski akhirnya sang menteri meminta maaf dan menjelaskan maksudnya, pernyataan itu telanjur melukai kepercayaan publik. Bahkan Presiden turut turun tangan menanggapi isu tersebut.

Di tengah kondisi perekonomian yang sedang goyah, rakyat menghadapi kesulitan. Namun, Bupati Pati justru mengeluarkan kebijakan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Keputusan ini memicu kemarahan warga. Ironisnya, sang bupati bukannya menenangkan situasi, melainkan menantang warganya sendiri. Sikap seperti ini menambah ketegangan dan membuat rakyat merasa muak serta terdorong untuk melawan ketidakadilan. Dalam bahasa Jawa, pemimpin yang bersikap demikian bisa disebut kluthuk wani kurang duga — terlalu berani tanpa mempertimbangkan akibatnya.

Baca juga, Kemerdekaan dalam Bingkai Keindonesiaan

Tiga contoh tersebut menggambarkan sikap “keladuk wani kurang duga” atau tindakan yang diambil tanpa berpikir panjang dan tanpa perhitungan matang. Hal ini bukan hanya merugikan rakyat, tetapi juga memberi dampak buruk pada pemerintahan. Wajar bila masyarakat mengekspresikan perlawanan dengan caranya sendiri. Salah satu yang sempat viral adalah pengibaran bendera “One Piece” sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan, lemahnya kepastian hukum, arogansi aparat, serta memudarnya empati terhadap kondisi rakyat.

Sudah saatnya semua pemangku kebijakan, dari tingkat pusat hingga daerah, melakukan introspeksi. Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, jangan sampai kebijakan yang diambil justru melukai rakyat. Para pendiri bangsa, pahlawan, dan pejuang kemerdekaan tentu akan bersedih jika melihat generasi penerus jauh dari nilai-nilai luhur perjuangan.

Kemerdekaan jangan hanya berhenti pada slogan, dan Undang-Undang Dasar 1945 jangan hanya menjadi pajangan. Pancasila tidak cukup sekadar dihormati dan diagungkan, tetapi harus dihayati serta diamalkan sesuai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Wallāhu a‘lam biṣ-ṣawāb.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha