PWMJATENG.COM, Surakarta – Sebanyak 36 mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menunjukkan keberanian dalam memperjuangkan hak atas udara bersih dan lingkungan sehat. Mereka melakukan advokasi langsung ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta untuk mendorong implementasi yang lebih efektif terhadap Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Kegiatan tersebut merupakan bagian dari praktik lapangan mata kuliah Advokasi Kebijakan bagi mahasiswa peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK). Mereka didampingi oleh dosen pengampu, Dwi Linna Suswardany, bersama tim laboran dan asisten praktik.
Dalam forum audiensi yang berlangsung pada Jumat (4/7), para mahasiswa memaparkan hasil kajian lapangan mengenai pelaksanaan KTR di Surakarta. Kajian itu disusun dalam bentuk policy brief yang dirancang dengan format ringkas dan komunikatif agar mudah dipahami oleh anggota legislatif.
“Isu KTR dipilih karena sangat relevan dengan upaya promotif dan preventif dalam kesehatan masyarakat,” ujar Dwi Linna saat ditemui pada Selasa (15/7).
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2022, Indonesia menempati peringkat kedelapan dunia dalam jumlah perokok. Rokok dikaitkan dengan lebih dari tujuh juta kematian per tahun, termasuk 1,6 juta di antaranya akibat paparan asap rokok.
Linna menjelaskan bahwa meski Kota Surakarta telah memiliki Perda dan Peraturan Wali Kota (Perwali) terkait KTR, pelanggaran masih sering ditemukan di lapangan. Hal ini menunjukkan perlunya upaya advokasi berkelanjutan.
“Advokasi seperti ini penting agar kebijakan yang sudah ada tidak hanya bersifat normatif, tetapi benar-benar berdampak nyata di masyarakat,” tambahnya.
Baca juga, Riba dalam Islam dan Keabsahan Jasa Lembaga Keuangan Syariah
Dalam kurikulum nasional bidang kesehatan masyarakat, mahasiswa dibekali pemahaman tentang pencegahan adiksi, termasuk adiksi terhadap rokok, serta keterampilan dalam pengembangan program berbasis pengurangan risiko. Oleh karena itu, tema KTR menjadi konteks yang ideal untuk melatih kemampuan advokasi, pemetaan kepentingan, dan komunikasi lintas sektor.
Selain itu, kegiatan ini sejalan dengan visi UMS sebagai Kampus Penggerak melalui program “Mahasiswa Berdampak” yang mendorong keterlibatan aktif mahasiswa dalam pengabdian kepada masyarakat. Mahasiswa tidak hanya dituntut memahami teori, tetapi juga mengasah kepemimpinan sebagai agen perubahan.
“Metode pembelajaran berbasis advokasi langsung ini sudah kami terapkan sejak empat tahun terakhir, dengan isu yang berganti tiap tahun. Pernah juga mengangkat isu disabilitas,” ungkap Linna.
Ia berharap mahasiswa mampu menjadi komunikator kebijakan yang kritis dan berbasis data. “Mereka harus punya keberanian dan karakter untuk berpikir kritis serta menyuarakan kebenaran dengan cara yang elegan,” tegasnya.
Salah satu peserta, Khansa Nabila, yang juga demisioner Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Kesehatan Masyarakat UMS, mengaku mendapat banyak pelajaran dari diskusi tersebut.
“Diskusi itu menambah insight dan melatih critical thinking mahasiswa,” ujar Khansa.
Audiensi tersebut diterima langsung oleh anggota Komisi II DPRD Kota Surakarta, Herson Rikumahu. Dalam forum terbuka itu, delapan kelompok mahasiswa menyampaikan pemaparan mereka secara bergiliran. Herson menyambut antusias dan membuka ruang dialog yang memperkaya sudut pandang peserta.
Tidak hanya menyajikan analisis dokumen kebijakan seperti Perda dan Perwali, para mahasiswa juga melakukan observasi langsung ke lapangan dan wawancara dengan pemangku kepentingan. Langkah ini menunjukkan pendekatan advokasi yang partisipatif dan berbasis bukti.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
