Segera Tunaikan Kewajiban: Zakat dan Sedekah Tak Bisa Ditunda

PWMJATENG.COM – Menunda pelaksanaan kewajiban agama tanpa alasan mendesak (adh-dharuriyat) merupakan sikap yang tidak dianjurkan dalam Islam. Niat baik, apalagi berkaitan dengan kewajiban, harus segera dilaksanakan. Kesempatan untuk berbuat baik tidak selalu datang dua kali. Oleh karena itu, ajaran Islam mendorong umatnya untuk menyegerakan amal kebaikan, sebagaimana firman Allah Swt.:

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ …

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa…” (QS. Ali Imran: 133–134)

Nabi Muhammad Saw. juga mengingatkan:

“Bersegeralah kalian beramal sebelum datangnya fitnah seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari seseorang dalam keadaan mukmin, lalu di sore hari menjadi kafir…” (HR. Muslim)

Amal saleh yang ditunaikan tepat waktu, termasuk zakat, infak, dan sedekah, merupakan sarana pensucian harta. Bagi orang yang belum memenuhi syarat wajib zakat, membersihkan harta tetap dapat dilakukan melalui infak dan sedekah. Allah menjanjikan balasan berlipat kepada mereka yang menafkahkan hartanya di jalan kebaikan:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ…

“Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir…” (QS. Al-Baqarah: 261)

Baca juga, Riba dalam Islam dan Keabsahan Jasa Lembaga Keuangan Syariah

Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda:

“Tidak ada satu pagi pun kecuali dua malaikat turun dan berdoa; ‘Ya Allah, berikanlah pengganti kepada orang yang menafkahkan (hartanya), dan berikanlah kehancuran kepada orang yang menahan (hartanya).’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila seseorang memperoleh penghasilan tetap—seperti gaji, dana pensiun, atau dana jaminan hari tua—dan jumlahnya mencapai nisab serta telah berlalu satu tahun (haul), maka wajib baginya untuk mengeluarkan zakat. Allah menegaskan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ…

“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” (QS. Al-Baqarah: 267)

Zakat wajib dikeluarkan sebesar 2,5 persen setelah dikurangi kebutuhan pokok dan pelunasan utang. Zakat berfungsi sebagai pensucian harta dan bentuk kepedulian sosial terhadap delapan golongan yang berhak menerimanya (mustahik), sebagaimana dalam QS. At-Taubah ayat 60.

Terkait pertanyaan: “Apakah boleh mengeluarkan sejumlah uang untuk menutup kerugian bisnis dengan niat membersihkan harta?”

Jawabannya: Tidak tepat. Berdasarkan ketentuan syariat, zakat tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk menutup kerugian usaha. Zakat, infak, dan sedekah wajib disalurkan kepada pihak yang berhak (mustahik) dan tidak bisa dialihkan untuk kebutuhan pribadi atau dijadikan modal usaha.

Pelaksanaan kewajiban agama seperti zakat harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, harta hanya dapat dianggap suci bila dizakati sesuai dengan ketentuan syariat dan disalurkan kepada yang berhak. Upaya pensucian harta tidak dapat dicampuradukkan dengan kepentingan pribadi, karena hal itu bertentangan dengan semangat dan tujuan zakat dalam Islam.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha