Tiga Konsekuensi Penggunaan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT)

Tiga Konsekuensi Penggunaan Kriteria Hisab Global Tunggal (KHGT)
Oleh : Prof. Dr. H. Ahwan Fanani, M.Ag. (Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jawa Tengah, Cendekiawan Muslim, & Dosen UIN Walisongo Semarang)
PWMJATENG.COM – Penggunaan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) dalam penentuan awal bulan Hijriyah membawa sejumlah konsekuensi penting. Setidaknya terdapat tiga aspek yang menjadi perhatian, yakni perubahan kriteria, dasar syar‘i, dan dampak penerapannya.
1. Perubahan Kriteria
Perbedaan penentuan awal bulan Hijriyah selama ini terjadi karena dua faktor utama, yaitu:
- Perbedaan kriteria yang digunakan, dan
- Perbedaan akibat penerapan kriteria tersebut.
Kriteria yang digunakan oleh masing-masing pihak bisa berbeda-beda, seperti menggunakan rukyat semata, ijtima’, imkanur rukyat, atau wujudul hilal. Perbedaan kriteria ini tentu menghasilkan perbedaan dalam penentuan awal bulan. Bahkan, perbedaan dalam batas minimal imkanur rukyat saja bisa menghasilkan perbedaan hasil penetapan.
Contohnya, Indonesia dan Malaysia sama-sama menggunakan kriteria yang dirumuskan dalam forum MABIMS. Namun, karena metode penerapannya berbeda, tetap saja terjadi perbedaan penetapan awal bulan antara kedua negara.
2. Persoalan Dasar Syar‘i
Dalam Musyawarah Nasional Tarjih Muhammadiyah di Pekalongan tahun 2024, muncul banyak pertanyaan dan keberatan terkait pergeseran awal bulan dari waktu Magrib ke pukul 00.00 waktu setempat. Alasannya, selama ini umat Islam telah terbiasa memulai hari baru setelah terbenamnya matahari.
Baca juga, Kalender Hijriah Global Tunggal
Namun, Tim Perumus KHGT dari PP Muhammadiyah menjelaskan bahwa dasar penetapan awal bulan setelah Magrib tidak berasal dari nash sharih (teks syar‘i yang tegas). Oleh karena itu, persoalan ini termasuk dalam ranah ijtihadiyyah yang terbuka untuk perbedaan pendapat.
Mereka juga menekankan bahwa KHGT diadopsi dari hasil Muktamar Internasional di Turki pada 2016 yang dihadiri para ahli falak dari berbagai negara. Untuk mendukung tujuan besar menyusun kalender Hijriyah global yang unifikatif, maka Muhammadiyah memilih menyesuaikan diri daripada membuat kriteria baru sendiri. Jika setiap negara atau ormas membuat kriteria sendiri, maka keseragaman global justru tidak akan tercapai.
3. Dampak Penerapan
Salah satu dampak dari penggunaan KHGT adalah seolah mengabaikan kriteria lama, yaitu wujudul hilal. Padahal, selama ini Muhammadiyah telah konsisten menggunakan kriteria tersebut yang dianggap sederhana dan kuat secara rasional. Prinsip wujudul hilal menyatakan bahwa bulan baru dimulai jika telah terjadi ijtima’ sebelum matahari terbenam, meskipun hilal tidak terlihat.
Namun kini, Muhammadiyah beralih ke kriteria imkanur rukyat seperti yang digunakan pemerintah, dengan tetap mempertahankan perbedaan pada matla’ (wilayah pengamatan) dan waktu permulaan hari.
Langkah ini bisa saja menimbulkan kritik. Beberapa pihak mungkin menilai Muhammadiyah tidak konsisten karena sebelumnya menggunakan wujudul hilal, kini ikut memakai imkanur rukyat. Namun yang sebenarnya terjadi adalah Muhammadiyah tetap konsisten dalam mencari kepastian penentuan awal bulan untuk kemudahan umat Islam.
Tujuan utama dari penerapan KHGT adalah menghadirkan sistem kalender Hijriyah global yang dapat digunakan bersama oleh seluruh umat Islam. Hal ini akan memudahkan penetapan hari besar keagamaan dan perencanaan ibadah lainnya secara lebih terukur.
Sebagaimana dikatakan oleh banyak tokoh perubahan, tidak ada pelopor yang menempuh jalan yang mudah. Menjadi pelopor berarti siap dengan tantangan, termasuk dalam membawa gagasan besar seperti unifikasi kalender Hijriyah global.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha