Wawasan Tasamuh
Wawasan Tasamuh
Oleh : M Toip Subandi, S.Pd.I. (Wakil Ketua PDM Brebes & Direktur Pondok Pesantren Muhammadiyah Hj. Nasikhah Maemanah Plompong)
PWMJATENG.COM – Wawasan Tasamuh/Toleransi dalam Manhaj Tarjih Muhamamdiyah sebagaimana tertuang dalam Kitab Manhaj Ijtihad Fiqhiy wal Ifta Indal Muhammadiyah halaman 10 dan buku Manhaj Tarjih Muhammadiyah karya Prof. Samsul Anwar adalah sikap dewasa dan bijak dalam menghadapi realitas pilihan fikih yang berbeda dengan amalan yang ditetapkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Wawasan ini membangun kerangka berfikir Manhaj Tarjih sebagai landasan pengambilan sikap hukum terhadap nash-nash dan dinamika keagamaan yang terus berkembang, sehingga wawasan tasamuh ini menjadi karakter Manhaj Tarjih untuk tidak memonopoli kebenaran dengan merasa paling benar sendiri, tertutup dari kritik, dan menjatuhkan pihak lain yang memiliki sikap fikih yang berbeda dengan Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Wawasan ini sejak awal berdirinya Majelis Tarjih sudah ditekankan sebagai salah satu landasan Manhaj Tarjih Muhammadiyah sebagaimana tertuang dalam Penerangan Tentang Hal Tarjih yang dimuat Suara Muhammadiyah No. 06 / 1355 tahun 1936 halaman 145. Juga dikutip dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah halaman 383, pada paragraf ke enam berbunyi :
“Keputusan Majelis Tarjih Mulai dari merundingkan sampai kepada menetapkan, tidak ada sifat perlawanan, Yakni menentang atau menjatuhkan segala yang tidak dipilih oleh Tarjih itu”
Baca juga, Ibadah Kurban dan Nilai Pendidikan
Di sini sangat jelas bagaimana karakter Manhaj Tarjih dalam pilihan sikap hukumnya yaitu memilih mana yang dipandang paling kuat oleh Majelis Tarjih, namun pilihan tersebut tersebut tidak serta merta diikuti dengan sikap memvonis hal-hal yang tidak dipilih dengan menjatuhkan atau merendahkannya. Sebagai contoh yang akhir-akhir ini sedang viral di dunia maya tentang penjelasan Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Ust. Adi Hidayat mengenai Qunut Subuh, Tahlilan, dan Mauild Nabi. Apa yang disampaikan beliau sudah sejalan dengan karakter Manhaj Tarjih. Beliau menjelaskan pilihan Majelis Tarjih seperti masalah Qunut Subuh, Muhammadiyah tidak mengamalkan Qunut subuh namun Muhammadiyah tidak serta merta memvonis/menuduh bahwa Qunut Subuh itu Bid’ah dan Sesat. Begitu juga dalam perkara-perkara lain yang terdapat Khilafiyah para Fuqaha.
Wawasan ini menjadi landasan Manhaj Tarjih untuk tidak mudah memvonis bid’ah secara serampangan (istilah Jawa: gebyah Uyah) kepada setiap realita fikih yang berbeda dengan Muhammadiyah. Kajian dan dakwah anti bid’ah yang dilakukan oleh Muhammadiyah memperhatikan semua aspek sudut pandang, sebuah realita perbedaan amaliah keagamaan. Akan dihukumi bid’ah atau tidak bukan hanya dilandaskan dengan satu hadis “Kullu bid’atin Dhalalah” namun akan dikaji dari berbagai sisi, apakah amaliyah tersebut termasuk ke dalam ibadah atau budaya, apakah masuk pada ibadah khas atau ibadah ‘am, jika dia masuk pada ibadah Khas apakah adanya perbedaan amaliyah tersebut murni diada-adakan atau lahir dari perbedaan istimbat hukum terhadap keragaman hadis. Allahu A’lam.
Editor : M Taufiq Ulinuha