Warna Warni Pemilu Modern
Oleh: Kukuh Yudha Pratama
Sebelum membahas lebih jauh mengenai pemilu, karena pemilu itu adalah bentuk demokrasi, terlebih dulu akan kita bahas bagaimana pemilu itu dan apa system pemilu yang dipakai di era sekarang ?Masihkah menerapkan prinsip luber jurdil ?
Demokrasi sendiri adalah adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi sendiri memiliki 3 asas yaitu “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” tiga prinip ini maksudnya adalah resource (sumber daya) yang dipakai baik itu pemilih, kemudian oleh rakyat maksudnya adalah segla bentuk uasaha usaha dalam demokrasi secara langsung maupun tidak langsung juga dilakukan oleh masyarakat itu sendiri begitu juga dengan kepanitiaan yang tidak lain lain adalah dari rakyat itu sendiri, kemudian untuk rakyat adalah seua hasil yang diperoleh tadi baik dan buruknya semua kembali pada rayat. Mengapa demikian? Karena pemilih juga rakyat itu sendiri. Di era millennial seperti sekarang ini banyak yang beranggapan bahwa demokrasi adalah system tatanan politik yang dianggap sebagai cara yang efisien, yang mana pendapat ini menguat setelah Perang Dunia ke 2.
Sedangkan Politikdalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, meskipun untuk ini kata “pemilihan” lebih sering digunakan daripada kata “pemilu”
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (bersifat ajakan tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan publik, komunikasi massa, lobi dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakaioleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik dan bahkan dengan cara kotor yaitu money politic (biasa disebut serangan fajar), bagi bagi sembako, dan black campaign.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut “konstituen”, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan visi – isi, janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara, bagi yang ketahuan atau terlapor melakukan kampanye di luar masa kampanye, maka KPU (Komisi Pemilihan Umum) berhak memberikan hukuman penalty kampanye ataupun hukuman lain.
Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai biasanya di fase perhitungan ini yang menimbulkan banyak speukulasi karena masing masing quick count mengklaim bahwa kadernya yang maju sebagai pemenang, berangkat dari hasil “hoax” yang dilakukan oleh quick count inilah yang dapat menimbulkan efek samping, seperti stress yang dialamioleh pasangan calon dari koalisi partai. Setelah melalui proses panjang maka terbitlah real count yang mana ini memiliki hasil yang lebih akurat dan terjawab siapa pemenang dari paslon yang maju sebagai pemimpin.
Terlepas dari semua dinamika pemilu yang ada, terkadang ada paslon yang melakukancara curang demi mencapai kekuasaan yang mana efeknya tidak timbul saat itu juga, namun ketika paslon curang itu sudah menduduki sebuah jabatan tertentu, yang tidak lain adalah dampak “korupsi”.
Apa yang unik dalam pesta demokrasi saat ini ?
Beberapa pekan lalu telah kita laksanakan secara serentak untuk pilkada, dilansir dari liputan6.com Kamis 28 Juni 2018 karena terjadi berbagai macam hal yang tidak biasa, seperti jumah hak pemilih dan hasil pilihan tidak sesuai diduga ada yang tidak menggunakan hak pilihnya maka bawaslu merekomendasikan untuk melaksanakan pemilihan ulang.
Dilansir dari jawapos.com 28 Juni 2018 ada sesuatu yang tak lazim… apa itu?
Pelantikan hasil pemenang pesta demokrasi tetap dilakukan meski yang terpilih saat itu tengah berstatus sebagai “tersanga KPK” menurut penulis ini adalah hal yag sangat luar biasa tak masuk akal, mengapa ?
Bagaimana bisa tahanan kpk dilantik untuk memimpin rakyat? Jelas hal ini sulit diterima oleh akal sehat. Ketika rakyat biasa akan mendaftar sebagai karyawan perusahaan itupun wajib memakai SKCK sebagai bukti bahwa calon karyawan tidak memiliki kasus yang sedang berlangsung dengan badan hukum yang membuat perusahaan tidak mau menerima sebagai karyawan. Untuk karyawan saja begitu, kenapa tahanan KPK malah menjadi seorang pemimpin, dengan dalih menghormati hasil demokrasi, apakah akal sehat dan fakta lapangan bisa dikesampingkan begitu saja ?dan dalam islam pun hal ini tidak dapat dibenarkan.
Namun ada juga pemimpin yang memang benar benar berusaha amanah menunaikan tugasnya sebagai pemimpin contohnya adalah Gubernur DKI yang dilansir dari tribunews.com
8 Juni 2018 telah berhasil menyegel sejumlah reklamasi illegal, ini merupakan salah satu prestasi yang membanggakan karena berusaha menegakkan kedaulatan hukum yang berlaku, dan beberapa prestasi luar biasa lain yang tidak tersebut satu persatu, juga masih banyak sekali contoh-contoh pemimpin yang peduli rakyat dan sadar bahwa kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan kelak.
Bagaimana kepemimpinan ideal dalam islam ? dan bagaimana kriteria pemimpin ?
Kita sebagai umat islam diharamkan memilih pemimpin kafir.
Al-Mawardi rahimahullah dalam kitab al-Ahkâm ash-Shulthaniyah menyebutkan syarat-syarat seorang pemimpin, di antaranya:
- Adil dengan ketentuan-ketentuannya.
- Ilmu yang bisa mengantar kepada ijtihad dalam menetapkan permasalahan kontemporer dan hukum-hukum.
- Sehat jasmani, berupa pendengaran, penglihatan dan lisan, agar ia dapat langsung menangani tugas kepemimpinan.
- Normal (tidak cacat), yang tidak menghalanginya untuk bergerak dan bereaksi.
- Bijak, yang bisa digunakan untuk mengurus rakyat dan mengatur kepentingan negara.
- Keberanian, yang bisa digunakan untuk melindungi wilayah dan memerangi musuh.
Nilai lebih dalam hal kebijakan, kesabaran, keberanian, sehat jasmani dan rohani serta kecerdikan merupakan kriteria yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Tanpa memiliki kriteria itu, seorang pemimpin akan kesulitan dalam mengatur dan mengurus negara dan rakyatnya.
Muhammad al-Amin asy-Syinqithi menjelaskan, “Pemimpin haruslah seseorang yang mampu menjadi Qadhi (hakim) bagi rakyatnya (kaum muslimin). Haruslah seorang alim mujtahid yang tidak perlu lagi meminta fatwa kepada orang lain dalam memecahkan kasus-kasus yang berkembang di tengah masyarakatnya!”
Ibnul-Muqaffa’ dalam kitab al-Adabul-Kabir wa Adabush-Shaghir menyebutkan pilar-pilar penting yang harus diketahui seorang pemimpin: “Tanggung jawab kepemimpinan merupakan sebuah bala` yang besar. Seorang pemimpin harus memiliki empat kriteria yang merupakan pilar dan rukun kepemimpinan. Di atas keempat kriteria inilah sebuah kepemimpinan akan tegak, (yaitu): tepat dalam memilih, keberanian dalam bertindak, pengawasan yang ketat, dan keberanian dalam menjalankan hukum”.
Pemimpin yang paling baik ialah pemimpin yang ikut berbagi bersama rakyatnya. Rakyat mendapat bagian keadilan yang sama, tidak ada yang diistimewakan. Sehingga pihak yang merasa kuat tidak memiliki keinginan melakukan kezhalimannya. Adapun pihak yang lemah tidak merasa putus asa mendapatkan keadilan. Dalam sebuah kata-kata hikmah disebutkan: Pemimpin yang baik, ialah pemimpin yang orang-orang tak bersalah merasa aman dan orang-orang yang bersalah merasa takut. Pemimpin yang buruk, ialah pemimpin yang orang-orang tak bersalah merasa takut dan orang-orang yang bersalah merasa aman.”
Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata kepada al-Mughirah ketika mengangkatnya menjadi gubernur Kufah: “Hai Mughirah, hendaklah orang-orang baik merasa aman denganmu dan orang-orang jahat merasa takut terhadapmu”.
Dalam sebuah kata-kata hikmah disebutkan: Seburuk-buruk harta, ialah yang tidak diinfakkan. Seburuk-buruk teman, ialah yang lari ketika dibutuhkan. Seburuk-buruk pemimpin, ialah pemimpin yang membuat orang-orang baik takut. Seburuk-buruk negeri, ialah negeri yang tidak ada kemakmuran dan keamanan. Sebaik-baik pemimpin, ialah pemimpin yang seperti burung elang yang dikelilingi bangkai, bukan pemimpin yang seperti bangkai yang dikelilingi oleh burung elang.
Oleh karena itu dikatakan, pemimpin yang ditakuti oleh rakyat lebih baik daripada pemimpin yang takut kepada rakyat.
Seorang pemimpin, hendaklah juga memiliki sifat pemaaf. Maaf dari orang yang kuat adalah fadhilah. Sifat pemaaf yang dimiliki pemimpin, ibarat mahkota bagi seorang raja.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”. (Al-A’raf 199).
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menganjurkan memberi maaf:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (QS.Ali Imran 134).
“Apabila kualitas kepemimpinan dapat kita bangun sama-sama, maka saya yakin ke depan bangsa kita akan mampu lewati tantangan apapun,” ucap TGB Zainul Majdi (Gubernur NTB).
Jadi selain memilih pemimpin muslim yang taat dan yang benar benar kompeten, maka rakyat juga harus bersinergi dalam mendukung visi – misi yang diusung oleh pemimpin, tidak hanya serta merta menyalahan pemimpin, namun juga ikut memberikan aspirasi juga mendoakan pemimpinnya agar semakin baik dan amanah dalam emngemban tugasnya memimpin rakyat.