UMS-MPR RI, Hasilkan 6 Rumusan Tentang Pancasila
PWMJATENG.COM, Surakarta – Hari ke dua, Seminar Nasional dan Diskusi Panel yang diselenggarakan UMS bekerjasama dengan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia (MPR-RI), Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (MAHUTAMA) dan Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIIS) menghasilkan 6 rumusan tentang bagaimana seharusnya Pancasila diaktualisasikan dalam sistem demokrasi konstitusional Indonesia.
Kegiatan ini dibagi menjadi 3 sesi, sesi pertama adalah Seminar Nasional, sesi ke dua adalah diskusi panel dan sesi ke tiga, atau terakhir adalah perumusan dan pembacaan hasil seminar dan diskusi panel. Hal ini disampaikan langsung oleh Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari, M.Hum di Hotel Alana, tempat kegiatan itu berlangsung, Rabu (6/7).
Prof Aidul menyampaikan beberapa hasil dari Seminar Nasional dan diskusi panel ini menghasilkan 6 gagasan.
“Pertama, Pancasila adalah perwujudan Darul Ahdi Wa Syahadah yang menjadikan Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa. Kedua, demokrasi konstitusional Indonesia adalah demokrasi permusyawaratan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial, ke tiga sistem demokrasi yang berkembang belum sepenuhnya mengaktualkan nilai Pancasila,” papar Ketua MAHUTAMA dan HIPIIS itu.
Baca juga, Pertama di Indonesia, IPM Gelar Women School untuk Tingkatkan Pengetahuan Kader tentang Isu Gender dan Perempuan
Ia melanjutkan pemaparannya, poin yang ke empat yaitu aktualisasi Pancasila harus dilakukan secara komprehensif di semua lini, ke lima amandemen UUD NRI Tahun 1945 perlu menghidupkan kembali sistem perencanaan semangat secara kolektif dalam bentuk Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN), serta penguatan MPR sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan tertinggi, dan poin ke enam Pancasila harus menjadi sumber bagi etika kehidupan bangsa.
“Dari hasil seminar dan diskusi ini, peserta melihat bahwa kondisi perpolitikan cenderung pragmatis. Hal ini dapat dilihat dari berbagai isue seperti jabatan presiden 3 periode, dan tindakan yang bertentangan dengan UUD 1945,” ungkap Prof Aidul.
Menurutnya, untuk menghindari penyelewengan pada tahun-tahun politik ini, hasil dari seminar dan diskusi sepakat bahwa penundaan amandemen UUD 1945 merupakan langkah agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir golongan.
“Kami berharap semoga dari hasil diskusi akademik ini mampu memberi manfaat dan dapat memperkuat negara, sebagai perwujudan dari sila Pancasila,” pungkas Guru Besar dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum UMS itu. (Fika/Humas)