Trikompetensi IMM : “Racikan” yang Pantas untuk Mahasiswa
PWMJATENG.COM BANYUMAS, Trikompetensi dalam IMM merupakan ‘racikan’ yang sangat pantas untuk di implementasikan seorang mahasiswa. Hal itu di ungkapkan IMMawan Jundi Abdulloh. Trikompetensi tersebut yakni religiusitas; humanitas dan intelektualitas.
“Sebagai mahasiswa sudah barang pasti; dituntut untuk meningkatkan selalu potensi diri sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. Dalam ranah keilmuan, intelektualitas sebagai bahan utama bagi IMM untuk selau mengaktualisaikan diri dalam ranah kemahasiswaan;” kata kader IMM Banyumas terbaik itu.
Menurutnya sebagai mahasiswa, perlu kepedulian terhadap sesama manusia dan juga makluk, serta budaya dan adab yang baik dengan humanis dalam berkomunikasi. Religiusitas sebagai landasan utama untuk bergerak dan menjalani kehidupan. Karena dengan nilai-nilai agama Islam, apa yang dilakukan dalam kehidupan dilaksanakn secara teratur.
“Trikompetensi dalam IMM juga merupakan interpretasi dari tiga pembahasan utama dari ilmu sosial profetik yang digagas oleh Prof. Kuntowijoyo dan interpretasi Q.S. Ali Imran ayat 110 yakni humanisasi, liberasi dan transendensi,” kata kader yang telah mengikuti DAM, DAD dan Pelatihan Mubaligh Dasar.
Menurutnya Ilmu sosial profetik merupakan sebuah sistem, untuk membangun sebuah world view sesuai dengan nash-nash atau teks yang dihimpun dari Al-Qur’an dan Assunnah. Sehingga nilai-nilai tekstual yang ada pada Al-Qur’an dan Assunnah dapat di implementasikan secara nyata dalam kehidupan sebagai mahasiswa.
“Tiga pembahasan utama dalam ilmu sosial profetik sebenarnya sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai seorang mahasiswa dan kader IMM, menekuni disiplin ilmu, menekuni bidang-bidang keilmuan yang lainnya merupakan serangkaian kegiatan untuk ‘meliberasikan’ atau membebaskan kader IMM dari kebodohan serta kejumudan dan juga hal yang lainnya,” jelasnya.
Baca juga, Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kab Tegal Gelar Festival Seni Budaya
Untuk melakukannya, lanjut Jundi, diperlukan humanis untuk melaksanakan hal-hal terkait ‘liberasi’. Untuk mendasari semua hal tersebut, diperlukan landasan bergerak yakni Al-Qur’an dan Assunnah agar rangkaian kegiatan liberasi yang dibawakan secara humanis dapat dilaksanakan secara teratur sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.
“Cara berfikir, wacana yang dibangun juga dapat dilaksanakan dengan baik. Jika merujuk pada majelis tarjih dan tajdid (MTT), ada tiga cara berfikir yang dibangun yakni bayani, burhani dan irfani. Cara berfikir dengan menggunakan teks yang ada pada Al-Qur’an dan Assunnah yakni bayani. Berfikir dengan rasionalisme, empirisme atau dalam kata lain menggunakan akal yakni burhani. Serta berfikir dengan hati dan intuisi yakni irfani,” kata Jundi yang juga aktif di LPB-MDMC.
Lebih lanjut ia mengatakan, tiga metodologi berfikir yang dibangun Muhammadiyah melalui MTT menjadi suatu hal yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan kader IMM.
“Sehingga ketika hal-hal tersebut dilaksanakan dalam kehidupan kader baik ketika dalam ikatan, persyarikatan ataupun dengan masyarakat secara luas, dapat menjadi sebuah identitas dan budaya yang melekat pada diri kader sehingga dapat menjadi insan kamil serta dapat menjadi contoh yang baik dalam kehidupan sebagai mahasiswa ataupun masyarakat,” pungkasnya.(*)
Editor : Iman N