Titip Wakaf Sebelum Mati
Oleh : Dr. H. Ali Trigiyatno, M.Ag.*
PWMJATENG.COM – Pembahasan ini kita awali dengan mengutip Surat al-Munafiqun ayat 10.
وَأَنفِقُوا۟ مِن مَّا رَزَقْنَٰكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِىَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَآ أَخَّرْتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?”
Ayat di atas mengingatkan kita semua untuk :
- Berinfak dengan sebagian rezeki yang Allah titipkan ke kita. Infak di sini ada yang memahami yang wajib saja seperti zakat mal sebagaimana penafsiran Ibnu Abbas dan adh-Dhahak seperti dijelaskan oleh at-Thabari, namun ada juga ulama yang memahami infak yang wajib dan sunnah seperti penafsiran al-Biqa’i dalam Nadzmud Durar.
- Kapan mengeluarkannya? Sesegara mungkin tanpa menunda-nunda apalagi sampai kedatangan malakul maut, dengan bahasa lain keluarkan infakmu selagi masih hidup dan sehat tanpa menunda-nunda hingga kedatangan tanda-tanda sakaratul maut.
- Berapa yang dikeluarkan? Sebagian saja bukan seluruhnya. Sebagian itu bisa 2,5 %, 5 %, 10 %, 20 % atau lebih dari itu asal ikhlas dan tidak mendatangkan madharat bagi diri dan keluarganya.
- Jangan sampai menyesal.
Menyesal karena sudah dekat ajal namun belum sempat menunaikan zakat mal, sedekah, titip wakaf dan terlambat menjadi orang saleh. Orang yang didatangi malaikat maut ingin sekali agar ajalnya bisa ditunda barang sebentar saja, dan seandainya dikabulkan (hal ini mustahil), maka janji atau keinginan pertama yang akan dilakukan adalah akan bersedekah atau lebih spesifik lagi ingin titip wakaf/jariyah.
Mengapa amal ini yang diinginkan calon mayat? Karena bersedekah (titip wakaf) masih mungkin dilakukan di detik-detik akhir sebelum seseorang meninggal dunia asal masih punya kesadaran dan bisa bicara/menulis dan tentunya ono sing arep diwakafke. Sesaat sebelum meninggal ia bisa berwasiat dengan berkata/menulis, “ Aku wasiatkan ¼ hartaku untuk digunakan kemaslahatan kaum muslimin, aku jariyahkan sebagian kebunku untuk dibuat panti asuhan, aku wasiatkan 20 persen tabunganku untuk menyelesaikan masjid di kampung ini” dan lain-lain. Selain itu, seolah-olah calon mayat sadar bahwa wakaf adalah ibadah yang terus mengalirkan pahala, dan ia merasa rugi jika yang lain yang berwakaf dapat pahala terus sementara dia sendiri sudah putus pahalanya padahal ia memiliki harta yang banyak. Maka ia ingin sekali titip wakaf atau bersedekah di saat kritis itu.
Baca juga, Zakat Profesi Jangan Diingkari
Alhamdulillah, di persyarikatan Muhammadiyah kesempatan untuk titip wakaf sebelum meninggal itu terbuka dan dibuka lebar-lebar. Setiap saat bagi yang berkelapangan rezeki bisa nitip wakaf apakah dalam bentuk rumah, kendaraan, uang, tanah, barang bermanfaat lainnya untuk kemaslahatan umat. Sedekah dalam bentuk ini (wakaf) adalah awet dan tahan lama sehingga memberi manfaat dalam tempo yang lama bahkan sangat lama. Berbeda misalnya dengan sedekah yang tidak awet atau cepat habis seperti makanan dan minuman.
Maka dari itu mari kita bertusaha, agar sebagian rezeki yang Allah titipkan kepada kita sebagian kita pastikan telah kita wakafkan sebelum meninggal dunia. Jangan sampai kita mati belum nitip wakaf, kalau sampai kita mati padahal belum titip wakaf, maka saya katakan berarti “matimu kewanen!”
Untuk melengkapi keterangan, amal apa saja yang pahalanya mengalir terus? Dalam Sahih Muslim dijelaskan ada 3 amalan, yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya, namun dalam Sunan Ibnu Majah diperluas lagi dari 3 itu menjadi 7 seperti bisa disimak dari hadis di bawah ini.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ : إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ : عِلْمًا نَشَرَهُ ، وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ ، وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ ، أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ ، أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ ، أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ ، أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ ، تَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ. سنن ابن ماجة ـ (1/ 163)
Dari Abu Hurairah ia berkata, Bersabda Rasulullah Saw., “Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia lakukan setelah ia mati adalah:
- Ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan.
- Anak shalih yang ia tinggalkan.
- Mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan.
- Masjid yang ia bangun.
- Rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun
- Sungai yang ia alirkan.
- Sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia masih sehat dan hidup. Semua itu akan dikaitkan dengannya setelah ia mati.” (HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi)
Al-Munawi dalam Faidhul Qadir mengatakan, amal-amal tersebut pahalanya akan mengalir terus setelah orang beriman mati, di saat amal-amal selain tadi terputus.
*Ketua Majelis Tabligh PWM Jawa Tengah
Editor : M Taufiq Ulinuha