Tahun Ini, Muhammadiyah Bersama 16 Negara OKI Gunakan Kalender Hijriah Global Tunggal: Solusi Persatuan Umat Islam Dunia
PWMJATENG.COM, Jakarta – Muhammadiyah secara resmi meluncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) pada 1 Muharram 1446 H yang bertepatan dengan Ahad, 7 Juli 2024 M. Peluncuran ini menandai periode penggunaan formal KHGT bagi organisasi massa Islam tersebut. “Muhammadiyah bersama 16 negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) akan menggunakan KHGT mulai 1446 Hijriah,” ujar Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Endang Mintarja, dalam seminar dan sosialisasi KHGT.
Acara seminar dan sosialisasi KHGT ini bertema “KHGT: Jawaban Ijtihad Baru atas Kalender Islam Global untuk Persatuan Umat Islam Dunia” dan diselenggarakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta di Gedung Dakwah Muhammadiyah DKI Jakarta pada Ahad, 23 Dzulhijjah 1445 H atau 30 Juni 2024 M.
Perubahan ini juga menandai rekonstruksi Wujudul Hilal yang telah digunakan sebelumnya, beralih ke sistem KHGT yang mengadopsi hasil putusan Kongres Turki 2016. Dengan peluncuran KHGT, Muhammadiyah berharap dapat memberikan solusi atas ketidakteraturan sistem penjadwalan waktu dunia Islam saat ini, serta membayar “utang peradaban” Islam dalam bidang sistem kalender.
Izza Rahman, salah seorang pemateri, menjelaskan dasar Muhammadiyah memilih kalender global merujuk pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 189.
يَسـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَهِلَّةِۗ قُلْ هِيَ مَوَاقِيْتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّۗ
yas’alûnaka ‘anil-ahillah, qul hiya mawâqîtu lin-nâsi wal-ḫajj
Artinya: Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.”
Baca juga, Resmi Digunakan Tahun Ini, Revolusi Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT): Solusi Baru bagi Umat Islam
Menurut anggota Dewan Pakar Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta ini, ayat tersebut mengandung beberapa hal penting.
Pertama, kalender Islam adalah kalender lunar (bulan). Kedua, ada isyarat bahwa kalender Islam bersifat global, yang dapat dipahami dari pernyataan lin-nas (bagi manusia) yang menunjukkan keumuman dan keberlakuan kalender secara universal bagi seluruh manusia di muka bumi. “Dengan demikian, ayat ini dapat ditafsirkan menjadi dasar bagi bentuk kalender global yang harus dipilih,” jelas Izza Rahman. Selain itu, ayat tersebut juga mengandung isyarat fungsi religius kalender Islam yang dicerminkan oleh kata al-hajj.
Dalam hadis ditegaskan bahwa puncak ibadah haji adalah wukuf di Arafah, dan sisi lain hari Arafah itu disunahkan melakukan puasa bagi kaum muslimin yang tidak sedang melaksanakan haji. Agar hari Arafah itu dapat jatuh pada hari yang sama di seluruh muka bumi, maka tidak ada cara lain kecuali menerapkan kalender hijriah global tunggal (unifikatif).
Izza juga mengakui bahwa ayat tersebut juga dijadikan dasar dalam pandangan penganut rukyat lokal dengan beberapa argumentasi. Pertama, hilal, fase awal bulan yang tampak, adalah penanda awal bulan qamariah. Kedua, “Mawaqit” dapat menunjukkan pengakuan akan perbedaan waktu pada lokasi berbeda. Ketiga, haji berlangsung di Makkah, dan penyebutannya secara terpisah dapat menunjukkan prinsip lokalitas waktu ibadah seperti halnya salat. Keempat, di luar kawasan, orang yang tidak berhaji tidak terikat dengan hitungan waktu orang yang tengah berhaji.
Peluncuran Kalender Hijriah Global Tunggal ini diharapkan menjadi langkah besar dalam menyatukan sistem penanggalan umat Islam di seluruh dunia, memperkuat persatuan, dan mempermudah penjadwalan ibadah secara global.
Editor : M Taufiq Ulinuha