Tahlilan di Kampus Muhammadiyah
Tahlilan di Kampus Muhammadiyah
Oleh : Gus Zuhron Arrofi*
PWMJATENG.COM – Hari ini Unimma akan kembali menggelar Kajian Islam Intensi (KAI). Sebuah fase awal perjalanan sebuah kajian untuk membentuk pribadi yang unggul dan islami. Episode kedua akan fokus berbicara mengenai tahlilan. Tentu tahlilan yang dilakukan sedikit berbeda dengan tradisi tahlilan yang telah banyak berkembang di masyarakat. Setidaknya perbedaan itu dapat dilihat dari kemasan dan pelaksanaan. Tidak dilakukan malam Jum’at, bukan dalam suasana kematian, tidak mengkhusukan untuk mengirim doa, dan tidak ada kenduri yang disuguhkan. Tahlilan ditujukan untuk menyibak makna yang terpendam dari kalimat suci dan sakral yang sudah mashur di kalangan umat Islam.
Tahlil adalah kalimat la ilaha illallah, sedangkan tahlilan berarti orang yang membacanya. Sebuah kalimat sakti yang setiap manusia ingin hidup dengan kalimat itu, mati dengan kalimat itu dan dibangkitkan dengan kalimat itu. Ini adalah rumusan puncak dari pengakuan seseorang tentang Tuhan dengan segala hal yang melekat padaNya.
Perkataan la ilaha illallah jika diucapkan dengan benar maka akan melahirkan sikap cinta dan rida dalam diri manusia. Cinta dalam pandangan Abdullah Nasih Ulwan ada tiga tingkatan.
Pertama, al mahabbatul ula, cinta yang ditujukan sepenuhnya hanya kepada Allah dan Rasulnya. Inilah cinta murni, tinggi, suci dan mengalahkan segala bentuk cinta yang lain. Bentuk cinta ini hanya dapat diraih oleh orang-orang yang telah membenamkan imannya menghujam kuat dalam hatinya. “Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (Q.S. 2 : 165)
Kedua, al mahabbatul wusto, bentuk cinta duniawi yang diizinkan oleh syari’at. Kecintaan kepada harta, orang tua, kerabat, sahabat, pekerjaan, bisnis dan seterusnya. Cinta yang kedua ini harus ditempatkan secara proporsional, porsinya tepat, dengan sikap secukupnya dan tidak melampaui batas-batas yang telah ditetapkan langit.
Baca juga, Rakerwil Majelis Tabligh PWM Jateng, KH. Tafsir : Dakwah Kultural Miliki Daya Jangkau Lebih Efektif
Ketiga, al mahabbatul adna, cinta yang paling rendah dengan segala keburukannya. Mencintai perkara-perkara dunia namun melampaui kecintannya pada dzat yang memberi dunia. Cinta semacam ini sesungguhnya menawarkan kesenangan dan keindahan meskipun sifatnya hanya sesaat. Tidak sedikit orang yang jatuh tersungkur dalam kubangan kenistaan karena mengikuti alur cinta yang menyesatkan. Siapa saja yang masih pada fase ini berarti lafal la ilaha illahllah belum terhujam dengan benar.
Iqrar la ilaha illallah mestinya dilakukan dengan totalitas. Keselarasan akal, hati dan jasad menjadi kata kunci agar lafal ini mempunyai dampak yang signifikan dalam kehidupan manusia. Dari akalnya akan lahir pikiran-pikiran yang islami (al afkar al islamiyah), bahkan lebih jauh akan mampu menciptakan sebuah sistem yang sesuai dengan selera Islam (Al Manhaj al islami)
Dari hatinya akan lahir sebuah struktur mental dan keyakinan yang benar (al I’tiqad as shahih), ikhlas, sabar, jujur, istiqomah, saja’ah, amanah dan seterusnya adalah konsekuensi yang akan diperoleh setiap manusia manakala hatinya secara murni mengucapkan kalimat suci ini.
Dari jasadnya akan melahirkan amal salih (al amal as shalihah) sebagai perwujudan (tanfiz) dari keinginan hati dan rancangan akal. Tindakan seseorang yang telah dibalut dengan kalimat toyyibah hakikatnya adalah manifestasi kebajikan yang telah menjadi habit.
Tahlilan semacam inilah yang akan mengubah dan mencerahkan manusia. Bukan sekedar berhenti pada aspek ritual yang terkadang kehilangan makna yang sesungguhnya dari kalimat tahlil itu sendiri. Selamat menikmati.
*Sekretaris MPKSDI PWM Jawa Tengah
Editor : M Taufiq Ulinuha