Tafsir Soroti Tradisi Maulid Nabi di Jawa: Antara Syair, Sastra, dan Keteladanan
PWMJATENG.COM, Semarang – Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Tafsir, menyoroti tradisi perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. di Indonesia, khususnya di Jawa. Menurutnya, perayaan ini memiliki ciri khas berupa pembacaan syair dan lirik yang menggambarkan kecintaan mendalam kepada Rasulullah.
Dalam tausiahnya, Tafsir menjelaskan bahwa perayaan Maulid di kalangan umat Islam tradisional di Indonesia sering bertumpu pada dua kitab utama, yakni Barzanji dan Diba’. “Ada dua jenis kitab yang sering dibaca oleh orang-orang Muslim, khususnya Islam tradisional, terkait perayaan Maulid Nabi Muhammad, yaitu Kitab Barzanji dan Diba’,” ujarnya.
Lebih lanjut, Tafsir menerangkan bahwa kedua kitab tersebut berperan penting dalam menghidupkan kembali kisah-kisah kehidupan Nabi Muhammad Saw. “Isi Kitab Barzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad, mulai dari silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia beliau serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia,” jelasnya.
Selain itu, Tafsir menambahkan bahwa kitab tersebut juga memuat syair-syair indah yang menggambarkan kemuliaan Nabi Muhammad. Salah satu syair yang terkenal dan kerap dilantunkan adalah Anta syamsun anta badrun, anta nurun fauqo nurin yang berarti “Engkau bagai matahari, engkau bagai bulan purnama, engkau cahaya di atas cahaya.”
Baca juga, Ketua PWM Jateng Tafsir: Kaderisasi Bukan Sekadar Formalitas
Namun, Tafsir menekankan agar warga Muhammadiyah tidak merayakan Maulid Nabi secara berlebihan. Menurutnya, kitab Barzanji dan Diba’ lebih tepat dipandang sebagai karya sastra yang patut diapresiasi. “Tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad dengan membaca Kitab Barzanji, saya meminta kepada warga Muhammadiyah untuk tidak babar blas dalam merayakannya. Begitu juga jangan berlebihan dalam pembacaan syair dan tarikh yang tertuang dalam kedua kitab tersebut. Kitab Barzanji hanya karya sastra, maka perlu kita apresiasi,” tegasnya.
Tafsir menilai bahwa perayaan Maulid Nabi tidak sekadar upacara keagamaan, tetapi juga momentum refleksi atas kehidupan dan ajaran Rasulullah. Dengan cara ini, umat Islam dapat memperdalam cinta sekaligus meneladani akhlak Nabi Muhammad Saw.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dalam mempraktikkan tradisi tersebut. “Merayakan Maulid Nabi seharusnya tidak hanya menjadi ritual yang penuh dengan syair dan nyanyian, tetapi juga harus diiringi dengan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran-ajaran Nabi Muhammad. Keseimbangan ini penting agar perayaan Maulid tidak kehilangan esensinya,” tuturnya.
KH. Tafsir berharap perayaan Maulid Nabi dapat terus menjadi tradisi yang membawa kebaikan sekaligus memperkuat iman umat. Menurutnya, tradisi ini memiliki nilai edukatif tinggi, terutama bagi generasi muda, dalam memahami sejarah dan kepribadian Nabi Muhammad Saw.
Ia menutup tausiahnya dengan ajakan agar umat Islam menjaga tradisi Maulid Nabi dengan cara yang proporsional. “Perayaan Maulid Nabi harus menjadi momentum untuk meneladani sifat-sifat mulia Rasulullah dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita jaga tradisi ini dengan cara yang tepat dan seimbang agar selalu membawa berkah bagi kita semua,” pungkasnya.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
