Selamat Jalan Mas Setia Iriyanto
Selamat Jalan Mas Setia Iriyanto
Oleh : Prof. Dr. Imam Sutomo, M.Ag.*
PWMJATENG.COM– Pemuja konsep takdir tidak wajib percaya dengan judul buku “Rahasia Sehat sampai Usia Senja” (Nadesul, 2014), kecuali mau membaca dengan cermat isinya. Lebih nyaman berargumen dengan “Obat Bisa Salah: Cerdas & Bijak Mengonsumsi Obat” (Nadesul, 2014b) untuk menunjukkan sikap kritis terhadap temuan medis, sekaligus menutupi keraguannya. Bawaan fitrah pikiran manusia yang selalu ingin memberontak dan berkata “tidak” untuk menyangkal kebenaran ilmu pengetahuan (sains, science), pasti bersemangat masuk kelompok yang mendahulukan takdir kematian sebagai paradigma berpikirnya. Inti paham “takdir” bahwa Penguasa Jagat ini sudah menetapkan sejak awal segala sesuatu pada makhluk-Nya di dunia, termasuk hal ihwal umur seseorang, sampai pada detik kelahiran dan kematiannya.
Peristiwa “meninggal” itu bukan kalkulasi matematis sehat/sakit, anak/ bapak, tua/muda, lelaki/perempuan, kuat/lemah, Yaman/Jawa/China, tetapi memang sudah ditetapkan saatnya bahwa yang bersangkutan harus dicabut nyawanya. Orang yang meninggal itu syaratnya bukan hanya karena sakit, tua (di atas 65 tahun), laki-laki, dan KTP Jawa asli, karena ada juga anak muda milenial keburu tewas menenggak minum oplosan. Rajin olahraga itu kebiasaan yang bagus untuk kesehatan, tetapi lelaki sedang jalan kaki tiba-tiba meninggal dunia juga sudah sering diberitakan.
Siapa pun orangnya, tidak dapat mengelak kematian, meskipun seorang dokter hebat ahli kehidupan tetap dapat jatah akhir menutup mata, tanpa penundaan (Al-Qur’an, Surah Al-A‘rāf [7]:34; Al-Munāfiqūn [63]:11). Kematian diposisikan sebagai “takdir” oleh para dai dan guru ngaji itu sebuah wejangan yang menggembirakan semua pihak, setidaknya sahibul musibah terhibur batinnya, menguatkan kesabaran, ikhlas dan rida kepada keputusan terbaik Tuhan atas ujian yang menimpanya.
Baca juga, Merangkul Kemakmuran Pesisir: Pemberdayaan Masyarakat Berdasarkan Ajaran Hadis
Postingan berita sakitnya Mas Iriyanto berawal dari Ust. Jumanto, kemudian secara spontan anggota grup WA mengirim doa sesuai versi masing-masing individu mohon kesembuhan kepada Allah Swt. sebagai wujud empati terhadap saudara sesama muslim. Selang beberapa hari berita “sakit” berubah menjadi “kematian” itu sangat mengagetkan, terutama oleh anggota keluarga yang masih sempat ngobrol bercanda ria dengan almarhum pada hari-hari sebelumnya. Kaget kolektif berjemaah dirasakan semua warganet lintas kota membaca postingan Mas Khafitudin, ”Telah meninggal dunia Bapak Setia Iriyanto bin Yuhanan, pada hari Sabtu, 30 Desember 2023, pukul 22.58 di RS Roemani Semarang….“ Tambahan informasi, “Almarhum meninggal dunia dalam usia 61 tahun 6 bulan; 4 anak dan 3 cucu,” tulis Mas Lukman. Barisan paling penasaran dari jemaah WA yang usianya lebih tua (>61tahun) karena ternyata bukan dirinya sendiri yang masuk daftar tunggu peserta pemberangkatan ke alam baka pada tahun 2023.
Perjalanan panjang Mas Setia Iriyanto pasti dipahami oleh teman-teman aktivis yang lama bergabung dalam kiprah aktivitas di organisasi atau kampus. Para aktivis lebih fasih menguraikan riwayat lengkap almarhum, sisi kekuatan dan prestasi yang dimilikinya. Tiga belas tahun terlewat Mas Ir berkunjung ke Salatiga didampingi Bapak Nasai (Kab. Semarang) untuk mengkaji program anak jalanan. Rasa kepedulian Muhammadiyah dalam bidang sosial bukan semata urusan kepantian dan anak yatim, tetapi merambah pada komunitas anak jalanan (anjal). Dalam Al-Qur’an (Surah At-Taubah [9]:60) dikenal term ibnus sabîl dengan terjemahan “orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan),” dengan contoh para musafir pencari ilmu yang kehabisan bekal. Tafsir modern berupaya mencari pemahaman yang lebih aktual dengan konteks permasalahan pada setiap zamannya.
Setiap pemberhentian di traffick light (lampu lalu lintas) biasanya muncul sekumpulan anak punk dengan pakaian serta aksesoris khas, rambut bercat, membawa alat musik sederhana menawarkan jasa suara kesayangannya. Para pengendara sepeda atau mobil yang sedang berhenti sesaat punya kesan tersendiri terhadap penampilan mereka yang sangat spesial dan kini telah mewabah menjadi pemandangan di setiap kepadatan lalu lintas. Dai komunitas divisi anak jalanan punya bidang garap sangat konkret dengan makin merebaknya “anjal” di semua persimpangan jalan padat kendaraan. Pernah pada zamannya, Mas Iriyanto mencoba melakukan pendekatan terhadap komunitas anak jalanan untuk menawarkan solusi dalam bentuk keterampilan praktis sebagai bekal hidup mencari pekerjaan.
Selamat jalan Mas Iriyanto, semoga Allah memberikan rahmat dan ampunan-Nya, serta menjadi ahlul jannah, tempat terbaik di sisi Allah Swt.
*Guru Besar Bidang Ilmu Pemikiran Pendidikan Islam UIN Salatiga, Ketua PDM Kota Salatiga 2010-2015 & 2015-2022
Editor : M Taufiq Ulinuha