Oleh : Hendro Susilo
PWMJATENG.COM – Sore itu, saya memperhatikan sekelompok siswa yang sedang melakukan uji coba produksi makanan. Dengan telaten dan penuh kecermatan, mereka mengatur komposisi-komposisi bahan makanan itu. Sesekali terlihat canda tawa khas ciri remaja usia SMA hanya untuk sekedar menghangatkan suasana. Rupanya mereka sedang mempersiapkan sebuah produk inovasi untuk diikutkan dalam sebuah kompetisi berbasis kreatifitas dan inovasi di kota Surakarta.
“Tekucang” begitu saya dengar dari siswa. Tekucang rupanya akronim dari tepung kulit kacang. Tepung kacang ini nantinya akan menjadi bahan utama untuk membuat biskuit dan kue garpu. Untuk kedua produk kue makanan tersebut itu juga mereka punya sebutan akronim. Sebut saja “Biskucang” dan “Kugarkucang” untuk produk makanan olahan yang dikembangkan siswa SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta.
Pembuatan tepung kulit kacang ini ide awalnya terbesit dari salah satu anggota tim ketika ada fenomena nonton bareng (nobar) sepak bola di TV selalu ada kacang tanah rebus atau oven sebagai camilan. Dan mirisnya lagi, sudah dipastikan ada sampah menumpuk berupa kulit kacang. Limbah/sampah kulit kacang ini bisa tidak ya dimanfaatkan? Begitu pikiran siswa. Setelah mencari referensi riset dan mempelajari tentang kulit kacang, ternyata ditemukan kandungan selulosa yang dapat membantu pencernaan manusia.
Berbekal referensi ilmiah dan kandungan yang bermanfaat dari kulit kacang, maka dimulailah tahapan uji coba pembuatan produk. Mardian Dewi Pamungkas sebagai pendamping siswa menceritakan kepada saya bahwa proses trial and error pengolahan kulit kacang yang ditumbuk menjadi tepung dan selanjutnya dibuat kue lumayan cukup banyak. Sekitar 4-5 kali untuk pengujian tekstur pada 2 macam makanan kue yang dibuat siswa. Ada biskuit dan kue kacang, ujar Dewi kepada saya. Tentu saja dipilihnya kedua jenis kue tersebut untuk pengujian tepung kacang kulit “tekucang” bisa digunakan untuk makanan rasa manis dan rasa asin.
Baca juga, Sukses Jadi Cabor Penyumbang Emas Terbanyak, Ada Tapak Suci di Balik Kegemilangan Timnas Pencak Silat Indonesia
Sementara itu, Nashira yang juga menjadi salah satu anggota tim menceritakan proses mereka mengolah kulit kacang menjadi tepung sampai pada kue. Pertama, kulit kacang yang sudah dipilih di cuci terlebih dahulu dan dikeringkan untuk penurunan kadar air. Proses pengeringan bisa juga dengan pengovenan jika menginginkan efisiensi waktu. Kulit kacang yang sudah kering, kemudian ditumbuk. Oleh karena kami uji coba dalam skala kecil, maka kami blender kulit kacang tersebut dan disaring untuk mendapatkan tepung halus yang siap diolah.
Proses inovasi pembuatan kue dalam tim tentu melalui serangkaian diskusi dan saling memberikan masukan satu sama lain terkait kualitas mutu produk. Nashira, Anargya, Rafif, dan Aisyah Farah tentu memiliki pendapat dan selera masing-masing. Namun, mereka saling terbuka dan bertukar pikiran dalam hasil akhir produk. Tidak kenal lelah dalam mencoba produk kue makanan. Pengolahan kue ini atas dasar inovasi kulit kacang, yang bagi sebagian besar masyarakat kulit kacang tentu terbuang sia-sia. Di tangan siswa-siswi inilah inspirasi “sampah” yang bisa dimanfaatkan untuk pangan alternatif bagi masyarakat. Inilah salah satu motivasi yang ada dalam benak tim.
Sekolah Gaya “Musikal”
Melihat, menyaksikan dan merenungkan apa yang dilakukan sekelompok siswa tersebut, pikiran saya teringat tulisan penuh hikmah Mustofa W Hasyim tentang pendidikan yang musikal dan puitis. Bahwasanya Al-Qur’an itu musikal dan puitis. Disebut puitis karena style bahasanya indah dan mampu menggerakkan akal sehat manusia. Begitu juga disebut musikal karena jika Al-Qur’an di baca dengan disuarakan berdasarkan hukum tajwid, makhraj huruf, serta dibaca dengan qiroah bisa menghasilkan energi dan potensi yang menentramkan, menggetarkan dan menjadi instrumen penyadaran akan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Al-Qur’an yang musikal dan puitis selalu menumbuhkan motivasi positif, optimisme menghadapi perubahan, dan menggerakkan pembacanya (manusia) menjadi produktif. Produktif dalam hal kebaikan, produktif dalam hal menambah ilmu pengetahuan, produktif menghasilkan metode-metode baru yang bermanfaat, produktif menghasilkan solusi baru dan terbarukan, produktif menghasilkan ekspresi etis dan ekspresi estetis.
Pengolahan “sampah” kulit kacang menjadi makanan alternatif yang bisa dinikmati masyarakat luas coba diperkenankan oleh keempat siswa SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta. Mereka melakukan sesuatu hal yang dimulai dari mengamati, mempelajari, meneliti, melakukan uji coba, dan menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah bagi kemaslahatan adalah tindakan nyata sebagai fungsi khalifah. Sekolah mengelaborasi ide kreatif siswa dengan memberikan kesempatan siswa mengembangkan ide tersebut.
Kesempatan dan pendampingan yang dilakukan sekolah terhadap ide kreatif tersebut penting dalam proses pendidikan. Saya memperhatikan proses-proses yang tim dalam kelompok tersebut lakukan penuh dengan semangat kebaruan. Proses yang tidak merasa letih dalam uji coba untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Serta motivasi kuat siswa dalam berproses menggunakan akal pikiran, hati dan tindakan untuk kemaslahatan dan pengetahuan umum bagi masyarakat. Melihat proses tersebut, maka tidak salah saya menyebut sekolah ini “musikal” yang menumbuhkan motivasi produktif pengembangan ilmu dan kemaslahatan.
Editor : M Taufiq Ulinuha