
PWMJATENG.COM, Surakarta – Dalam program Teras Ramadan, Ketua Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) Jawa Tengah, Eny Winaryati, menyoroti dua karakter utama kepemimpinan Rasulullah ﷺ, yaitu kejujuran (ṣidq) dan amanah (amānah). Menurutnya, setiap manusia adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, sebagaimana hadits Rasulullah ﷺ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari perspektif ini, kepemimpinan bukan hanya tentang jabatan atau posisi strategis dalam masyarakat, melainkan juga bagaimana seseorang mampu memimpin dirinya sendiri. Kejujuran dan amanah menjadi dua pilar utama dalam kepemimpinan yang harus dibangun sejak dini. Ramadan, menurut Eny, menjadi momen yang sangat tepat untuk memperkuat karakter tersebut.
Ramadan bukan sekadar bulan ibadah, tetapi juga bulan pembentukan karakter. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini mengandung lima kata kunci yang mencerminkan makna puasa secara mendalam, yaitu:
- Beriman (āmanū)
Keimanan adalah fondasi utama dalam menjalankan ibadah puasa. Seseorang yang beriman akan menjalani puasanya dengan penuh kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap perbuatannya. Kejujuran dalam berpuasa bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menjaga hati, lisan, dan tindakan dari hal-hal yang tidak baik. - Diwajibkan (kutiba)
Kewajiban puasa bukan sekadar aturan, tetapi juga bentuk pelatihan disiplin dan tanggung jawab. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kewajiban diartikan sebagai sesuatu yang harus dilakukan. Maka, menjalankan puasa dengan penuh kesungguhan akan melatih seseorang untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. - Berpuasa (aṣ-ṣiyām)
Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan hawa nafsu. Dari sini, seseorang belajar kejujuran dan amanah dalam mengendalikan dirinya. Menjalankan puasa dengan benar akan melatih kesabaran, empati terhadap sesama, serta menumbuhkan semangat berbagi kepada yang membutuhkan. - Sebelum Kamu (min qablikum)
Ibadah puasa telah diwajibkan bagi umat-umat terdahulu sebelum Islam. Ini menunjukkan bahwa puasa memiliki nilai universal yang telah dijalankan sejak zaman para nabi dan rasul sebelumnya. Oleh karena itu, puasa juga menjadi ajang refleksi diri untuk mengevaluasi perjalanan hidup dan meningkatkan kualitas keimanan serta ketakwaan. - Bertakwa (lallaʿakum tattaqūn)
Tujuan utama puasa adalah mencapai ketakwaan. Orang yang bertakwa akan selalu menjaga dirinya dari perbuatan dosa dan berusaha menjalankan perintah Allah dengan sebaik-baiknya. Puasa menjadi sarana efektif dalam meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab moral dan spiritual.
Baca juga, Gelar Pesantren Digital, MPI PWM Jateng Hadirkan Produser TVMu dan Komisioner KPID, Ini Pesan Mereka!
Kepemimpinan dalam Islam tidak hanya tentang memimpin orang lain, tetapi juga bagaimana seseorang mampu mengendalikan dirinya sendiri. Dalam hal ini, Eny Winaryati menegaskan bahwa puasa menjadi momentum yang tepat untuk membentuk karakter kepemimpinan yang ideal, yaitu dengan meneladani sifat-sifat Rasulullah ﷺ:
- Ṣidq (Kejujuran)
Kejujuran menjadi kunci utama dalam membangun kepercayaan. Dalam berpuasa, seseorang berlatih untuk jujur terhadap dirinya sendiri, meskipun tidak ada yang melihat. Ini adalah bentuk integritas yang sangat penting dalam kepemimpinan. - Amānah (Amanah/Tanggung Jawab)
Amanah berarti menjalankan sesuatu dengan penuh tanggung jawab. Berpuasa dengan benar melatih seseorang untuk lebih profesional dalam menjalankan tugasnya, baik sebagai individu maupun pemimpin di lingkungannya. - Faṭonah (Kecerdasan)
Kecerdasan dalam Islam bukan hanya tentang intelektualitas, tetapi juga kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. Literasi keislaman yang kuat menjadi bekal bagi seorang pemimpin dalam menyikapi berbagai permasalahan umat. - Tablīgh (Menyampaikan Kebenaran)
Seorang pemimpin harus mampu menyampaikan kebenaran dengan cara yang baik. Di era digital, kemampuan menyampaikan pesan berbasis teknologi informasi menjadi kunci dalam menyebarkan nilai-nilai kebaikan.
Ramadan bukan hanya bulan ibadah, tetapi juga ajang pembentukan karakter kepemimpinan. Kejujuran dan amanah yang terlatih selama Ramadan menjadi modal utama dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang sukses dalam memimpin dirinya sendiri akan lebih siap untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab bagi orang lain.
Dalam konteks ini, nilai-nilai yang terkandung dalam QS. Al-Baqarah: 183 menjadi pedoman bagi setiap individu untuk meningkatkan kualitas diri. Keimanan, kewajiban, puasa, sejarah umat terdahulu, dan ketakwaan menjadi lima aspek utama dalam membangun karakter yang lebih baik.
Sehingga, melalui puasa, seseorang tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga memperkuat integritas pribadi, membentuk kedisiplinan, serta meningkatkan kualitas kepemimpinan dalam kehidupan sosial.
Kontributor : Bella
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha