PWMJATENG.COM, Surakarta – Dalam momentum peringatan Hari Keluarga Sedunia pada 15 Mei, Guru Besar Psikologi Keluarga Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sri Lestari, menegaskan bahwa keluarga memegang peranan vital dalam mencegah krisis sosial dan lingkungan yang kini mengancam generasi muda dan keberlangsungan bumi.
Menurut Sri Lestari, berbagai persoalan sosial seperti kekerasan dalam rumah tangga, perundungan di sekolah, pernikahan dini, hingga kejahatan seksual terhadap anak berakar pada lemahnya peran keluarga dalam mendampingi dan membentuk karakter anak sejak dini.
“Jika keluarga mampu menjalankan fungsinya secara optimal, banyak masalah sosial bisa dicegah dari akarnya,” ujar Sri Lestari saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (15/5).
Ia menekankan bahwa keluarga adalah fondasi utama peradaban. Di dalam keluarga, anak pertama kali belajar nilai-nilai kemanusiaan, empati, serta memahami makna tanggung jawab sosial.
Namun, tantangan besar tengah dihadapi keluarga modern. Perkembangan teknologi yang pesat, menurutnya, telah menggerus kualitas komunikasi antaranggota keluarga. Banyak orang tua dan anak kini tinggal satu rumah, tetapi jarang berbicara karena sibuk dengan perangkat digital masing-masing.
“Komunikasi bukan soal kehadiran fisik saja, tetapi juga perhatian emosional. Banyak anak kehilangan ikatan batin karena orang tuanya lebih banyak berinteraksi dengan layar,” jelas Sri Lestari.
Akibat kondisi tersebut, kasus keterlambatan bicara, rendahnya empati, hingga gangguan perilaku pada anak kian meningkat. Anak menjadi sekadar penonton pasif dalam kehidupan keluarga, tanpa mendapat dukungan emosional yang memadai.
Ia juga menyampaikan bahwa keluarga yang sehat secara psikologis mampu membentuk generasi tangguh dan mandiri. Bukan hanya dalam menghadapi tantangan sosial, tetapi juga dalam menjaga keberlangsungan lingkungan.
Mengomentari tema Hari Keluarga Sedunia tahun ini yang mengusung keberlanjutan keluarga dan bumi, Sri Lestari mengungkapkan bahwa kesadaran lingkungan juga harus dibangun dari rumah.
Baca juga, Menimbang Tuntunan Syariat dalam Manasik Haji: Muhammadiyah Tegaskan Pentingnya Pemurnian Ibadah
“Anak-anak perlu dikenalkan dengan alam sejak kecil. Biasakan mereka memilah sampah, mengurangi plastik, dan mencintai lingkungan sekitar,” katanya.
Sri Lestari menilai bahwa krisis iklim dan kerusakan lingkungan adalah dampak dari gaya hidup yang tidak bertanggung jawab. Maka, ia menekankan bahwa pendidikan lingkungan seharusnya dimulai dari keluarga. Kebiasaan kecil seperti menanam pohon atau membuat kompos dapat memberi pengaruh besar jika dilakukan secara konsisten.
“Kalau anak-anak kita hanya tahu sawah, burung, atau kodok dari layar digital, artinya kita telah gagal mengenalkan mereka pada kehidupan nyata,” ujarnya tegas.
Untuk itu, ia mendorong keluarga-keluarga Indonesia agar aktif membuat program kecil yang menumbuhkan cinta pada alam. Kegiatan seperti berkebun bersama, mendaur ulang sampah rumah tangga, atau mengajak anak bermain di alam terbuka bisa menjadi solusi sederhana namun berdampak besar.
Di akhir pernyataannya, Sri Lestari menyerukan sinergi antara keluarga, lembaga pendidikan, dan pemerintah. Menurutnya, membangun ekosistem keluarga yang kuat adalah investasi jangka panjang bagi kemajuan bangsa.
“Kalau kita ingin menciptakan bangsa yang maju dan beradab, semuanya harus dimulai dari penguatan keluarga,” tuturnya.
Hari Keluarga Sedunia, menurutnya, bukan sekadar seremoni tahunan. Ini adalah momentum penting untuk refleksi bersama dan aksi nyata dalam memperbaiki kualitas kehidupan keluarga Indonesia.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
