Peran Ulama di Tengah Krisis Multidimensi
PWMJATENG.COM – Di tengah kondisi global yang penuh gejolak, masyarakat kerap menghadapi krisis multidimensi yang mencakup bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga spiritual. Dalam situasi seperti ini, keberadaan ulama menjadi sangat penting. Ulama bukan hanya pemimpin spiritual, tetapi juga penuntun moral yang dapat memberikan solusi berdasarkan nilai-nilai Islam yang menyejukkan.
Krisis yang dihadapi umat saat ini tidak sekadar bersifat material, tetapi juga menyentuh ranah moral dan akhlak. Fenomena degradasi nilai, maraknya hoaks, hingga konflik sosial menunjukkan betapa lemahnya pegangan sebagian masyarakat terhadap tuntunan agama. Dalam kondisi seperti itu, ulama hadir sebagai pencerah. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
فَاسْـَٔلُوٓا أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43).
Ayat ini menegaskan posisi ulama sebagai rujukan dalam mencari kebenaran. Mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga umat dari kesesatan dan kebingungan. Ulama diharapkan tidak hanya memberikan fatwa, tetapi juga mengedukasi masyarakat agar mampu menghadapi persoalan hidup dengan bijaksana.
Dalam konteks krisis sosial, peran ulama semakin krusial. Mereka menjadi penghubung antara ajaran Islam dan realitas kehidupan sehari-hari. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ ٱلْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ ٱلْأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya para ulama itu pewaris para nabi.” (HR. Abu Dawud).
Hadis ini mempertegas bahwa ulama memikul amanah kenabian. Mereka bukan sekadar menyampaikan ilmu, tetapi juga menjaga kemurnian akidah dan akhlak umat. Dalam menghadapi krisis moral, ulama dapat berperan sebagai benteng nilai, mengingatkan umat agar tidak terjebak dalam arus materialisme dan hedonisme.
Baca juga, Ibrah di Balik Tugas-Tugas Kenabian Muhammad SAW
Di bidang ekonomi, ulama juga memiliki peran strategis. Mereka dapat memberikan pandangan tentang praktik ekonomi yang sesuai dengan prinsip syariah. Konsep keadilan dalam distribusi, larangan riba, serta anjuran zakat dan sedekah menjadi instrumen penting untuk mengurangi kesenjangan sosial. Di tengah krisis ekonomi global, ulama dapat mengajak umat agar lebih peduli terhadap keadilan dan solidaritas.
Selain itu, ulama berperan dalam menjaga kerukunan di tengah perbedaan. Indonesia sebagai negara dengan masyarakat plural sering menghadapi gesekan sosial. Dalam situasi ini, ulama diharapkan mampu menjadi penengah yang meneduhkan. Mereka dapat mengedepankan ajaran Islam tentang toleransi, sebagaimana firman Allah ﷻ:
وَجَعَلْنَـٰكُمْ شُعُوبًۭا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ
“Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13).
Ayat ini menegaskan pentingnya membangun hubungan harmonis di tengah perbedaan. Ulama dapat menjadi jembatan yang menguatkan persaudaraan dan menghindarkan umat dari konflik.
Namun, di era digital, tantangan ulama semakin kompleks. Informasi yang beredar begitu cepat sering kali menimbulkan kebingungan. Ulama perlu hadir di ruang digital untuk meluruskan narasi, membimbing umat agar bijak bermedia sosial, serta menanamkan etika bermuamalah di dunia maya.
Dengan demikian, peran ulama di tengah krisis multidimensi sangatlah vital. Mereka menjadi cahaya penerang di saat umat dilanda kegelapan moral dan sosial. Ulama diharapkan terus menjaga integritas, memperluas dakwah, serta mengedepankan keteladanan. Krisis yang dihadapi umat hanya dapat diatasi jika ilmu, iman, dan akhlak berjalan seiring.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
