
PWMJATENG.COM, Surakarta – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menghadirkan pemikiran segar tentang arah pendidikan nasional melalui Webinar Series ke-49 yang diselenggarakan secara daring pada Senin (30/6). Bertajuk “Visi Pendidikan Berkemakmuran Perspektif Muhammadiyah”, acara ini menghadirkan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Republik Indonesia, Abdul Mu’ti, sebagai pembicara utama.
Dalam paparan yang lugas dan penuh makna, Abdul Mu’ti menegaskan bahwa pendidikan seharusnya bukan sekadar sarana mengejar ijazah atau pekerjaan, melainkan sebagai jalan memakmurkan kehidupan—baik dunia maupun akhirat.
“Pendidikan itu bukan hanya soal nilai akademik, tapi bagaimana menjadikan manusia lebih bahagia, sejahtera, dan bermanfaat,” ujar Mu’ti dalam webinar yang digelar melalui Zoom Meeting dan diikuti ratusan peserta dari berbagai daerah.
Ia menjelaskan bahwa dunia memiliki makna yang kompleks. Dunia adalah tempat nyata yang dirasakan, namun bersifat sementara. Dunia juga merupakan fase kehidupan sejak ruh ditiupkan hingga diambil kembali oleh Sang Pencipta. Oleh karena itu, pendidikan perlu diarahkan tidak hanya untuk mempersiapkan kehidupan dunia, tetapi juga kehidupan setelahnya.
“Sering kali manusia terlalu pragmatis, hanya mengejar kesenangan sesaat seperti hiburan tanpa ilmu. Padahal pendidikan adalah investasi jangka panjang,” ujarnya mengkritisi pola pikir instan yang banyak menjangkiti masyarakat.
Menurut Mu’ti, pendidikan yang memakmurkan adalah pendidikan yang mengembangkan potensi manusia secara menyeluruh. Manusia harus disiapkan menjadi hamba Allah (Abdullah) sekaligus pemimpin di bumi (Khalifatullah). Bekal yang dibutuhkan untuk itu meliputi ilmu pengetahuan, keterampilan hidup, dan akhlak mulia.
Baca juga, KHGT Muhammadiyah: Gagasan Besar Menuju Kalender Islam Global
Ia juga menyoroti pentingnya peran generasi muda dalam menciptakan lapangan kerja, bukan hanya mencarinya. “Pendiri Samsung pernah berkata bahwa hanya satu persen manusia yang menghidupi sisanya. Mereka adalah orang-orang berilmu yang memberi manfaat,” kata Mu’ti.
Dalam pandangannya, banyak orang memiliki akal sehat, tetapi enggan menggunakannya. Akibatnya, mereka menjadi lebih buruk dibandingkan binatang karena tidak memahami ilmu, enggan mengamalkannya, bahkan bisa menjauh dari Tuhan. Mu’ti menekankan bahwa ilmu seharusnya menguatkan dimensi transendensi dan mendorong kebaikan universal.

Ia menyinggung kisah Qarun yang sombong karena menganggap kesuksesannya semata-mata hasil dari ilmunya sendiri. “Kita harus sadar, ilmu datang dari Allah dan harus digunakan untuk menyejahterakan sesama,” pesannya mengingatkan.
Lebih lanjut, Abdul Mu’ti menguraikan konsep pendidikan ideal yang menggabungkan tiga elemen utama: nilai-nilai Al-Qur’an, pendidikan formal, dan pengalaman hidup. Ia menekankan bahwa pada era digital saat ini, kompetensi seperti berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi menjadi sangat penting.
Selain itu, jejaring sosial dan kolaborasi antarsektor juga menjadi kunci keberhasilan pendidikan yang transformatif. Mu’ti mendorong agar pendidikan tidak sekadar melahirkan human-being, tetapi juga human-kind—yakni manusia yang berilmu, beriman, bertakwa, dan membawa manfaat nyata bagi lingkungan sekitarnya.
Acara yang dipandu oleh moderator Muamaroh tersebut ditutup dengan refleksi mendalam tentang pentingnya arah baru pendidikan nasional. Menurutnya, jika ingin pendidikan membawa perubahan nyata, maka seluruh ekosistem pendidikan—mulai dari keluarga, sekolah, hingga pemerintah—harus bersinergi membangun visi bersama menuju masyarakat yang berkemakmuran dan kebahagiaan hakiki.
Kontributor : Yusuf
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha