Pemikiran Pendidikan Ahmad Dahlan dan Implementasinya (Telaah Prinsip & Etika)
Pemikiran Pendidikan Ahmad Dahlan dan Implementasinya (Telaah Prinsip & Etika)
Oleh : Hendro Susilo (SMA Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta)
PWMJATENG.COM – Kejadian prahara yang menimpa MK, KPK, beberapa Kementerian dan KPU sebagai lembaga negara selayaknya membawa kita pada perenungan yang mendalam. Betapa tidak, tokoh (yang dianggap) intelektual yang dimiliki bangsa ini terjebak pada kasus yang menandakan standar moral yang rendah, berorientasi pada materi dan hawa nafsu serta melalaikan amanah jabatan yang diemban. Apa yang terjadi? Bukankan mereka memiliki latar belakang pendidikan yang hebat? Lantas, bagaimana sistem pendidikan yang ideal yang mampu menghasilkan output SDM yang kompeten dan berintegritas? Secara konseptual dan praktis, pendidikan kita perlu berbenah, apalagi tantangan era Artificial Intelligence (AI) yang berpotensi mengaburkan sebuah kebenaran sudah nyata di depan mata kita.
Era globalisasi ini, paradigma materialisme dan antroposentrisme ikut berperan menghadirkan krisis moral spiritual. Ini menjadi tantangan berat dunia pendidikan, di mana pendidikan hanya menghasilkan manusia yang cerdas, namun dalam hal moralitas dan etika menyisakan permasalahan. Maka, perlu kita refleksikan kembali pemikiran pendidikan Ahmad Dahlan yang secara konsep menerapkan pendidikan holistik. Pendidikan yang menggabungkan disiplin ilmu umum dan agama di dalam satu kurikulum. Pendidikan yang akan menghasilkan peserta didik yang tidak hanya unggul dalam pengetahuan umum namun juga dibarengi dengan pengetahuan agama, moral, etika serta kepribadian unggul.
Dalam pendidikan, memang terdapat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga menjadi penghalang dalam mencapai tujuan pendidikan yang luhur. Adapun yang menjadi faktor penghalang bisa datang dari faktor dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Salah satu contoh faktor dari luar (eksternal) yang mempengaruhi pendidikan yaitu konsep-konsep baru dalam pemikiran yang dipengaruhi oleh orang Barat yang tidak sesuai dengan budaya ketimuran kita. Konsep pemikiran materialisme dan juga antroposentrisme yang meyakini nilai-nilai hidup mementingkan kepemilikan materi serta eksploitasi tataran ekosistem tanpa memperhatikan etika mendorong kerusakan tata nilai, lingkungan dan standar moral. Sementara faktor dari dalam bisa berupa kejumudan berpikir yang menyebabkan lambannya inovasi. Maka, tradisi tajdid yang digulirkan Ahmad Dahlan, perlu diperkuat dan dikembangkan.
Prinsip dan Etika Pendidik
Konsep-konsep pemikiran Ahmad Dahlan mengenai pendidikan sangat revolusioner. Beliau adalah seorang pendidik yang melakukan modernisasi dalam bidang pendidikan Islam. Di mana, dari sistem pondok pesantren waktu itu yang melulu diajarkan pelajaran pendidikan agama Islam, dan dari sistem pondok yang melulu diajar secara perseorangan menjadi secara klasikal di kelas dan ditambah dengan pelajaran pengetahuan umum yang mampu membawa umat menuju pencerahan. Perubahan yang dilakukan tentu saja mendapat tantangan dari masyarakat. Namun, Ahmad Dahlan memiliki prinsip, etika dan keilmuan yang kuat sehingga pelan namun pasti, konsep pembaharuan tersebut akhirnya diterima masyarakat luas.
Ahmad Dahlan adalah salah satu tokoh pendidikan (intelektual muslim) yang melakukan rekonstruksi bangunan paradigma yang menjadi dasar pendidikan nasional. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa untuk memajukan pendidikan diperlukan cara-cara sebagaimana yang digunakan dalam sekolah yang maju. Meniru model penyelenggaraan sekolah tidak berarti mengabaikan nilai ajaran agama, sebab penyelenggaraan sistem pendidikan merupakan wilayah muamalah yang harus dikembangkan sendiri. Ahmad Dahlan hanya mengambil cara-cara yang dianggap baik, namun untuk hal-hal yang tidak baik seperti materialistis dan individualistis dari budaya sekolah barat dihindari oleh beliau.
Baca juga, Telah Terbit! Download Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) 1446 H
Isyarat Muhammadiyah akan menghadapi budaya global sebenarnya sudah dibaca oleh Ahmad Dahlan sebagai generasi awal Muhammadiyah. Hal ini tersirat dari nasihat beliau “ Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka, teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan di mana saja, jadilah guru, kembalilah kepada Muhammadiyah, jadilah master, insinyur, dan lain-lain dan kembalilah kepada Muhammadiyah.” Sekarang, giliran kita kader Muhammadiyah di era digital dan AI ini untuk terus memelihara budaya tajdid dan menjaga prinsip dan etika pendidik agar proses pendidikan bisa unggul dan output lulusan yang dihasilkan bisa memiliki kompetensi dan integritas.
Menarik mencermati penelitian (Chusnul Azhar pada tahun 2011) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tentang Konsep dan Etos Pendidik Menurut KH. Ahmad Dahlan. Hasil penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa Pertama, sebagai pendidik haruslah memiliki delapan identitas pendidik Muhammadiyah yaitu : 1) Ikhlas dan bertanggungjawab dalam melaksanakan amanah pendidikan, 2) membudayakan budi pekerti yang luhur, 3) menumbuhkan cara berpikir tajdid atau pembaharuan yang bersifat inovatif-futuristik berlandaskan pada normativitas Al-Qur’an dan as-Sunnah yang dipadukan dengan semangat ijtihad dan tajdid dalam menyikapi perubahan, 4) memiliki sikap progresif yang berkemampuan antisipatif-adaptif , 5) mengembangkan dan memahami pluralitas berdasarkan moralitas al-Qur’an dan as-Sunnah yang moderat, 6) memupuk watak mandiri dan dermawan, 7) mengembangkan kompetensi dan keahlian Pendidikan, 8) pemupukan komitmen yang tinggi terhadap kualitas hasil belajar.
Sedangkan terkait etika hidup, dapat ditemukan ada enam, yaitu 1) sikap beriman bukan sekedar keyakinan hati dan ucapan lisan, tetapi juga sekaligus berwujud tindakan atau amal saleh dan aksi sosial nyata, 2) amal shaleh bukan hanya sekedar pemenuhan terhadap aspek fikih, tetapi bentuk pembebasan manusia dari penyakit fisik, mental, kemiskinan, ketertindasan dan kebodohan, 3) mewujudkan kesalehan individu menjadi gerakan kesalehan sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan hidup kolektif, 4) menjadikan sistem kerja kolektif organisatoris sebagai alat untuk meningkatkan kinerja profesionalisme dan sebagai media kegiatan ibadah dan amal saleh, 5) berpikir dengan akal sehat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai bentuk relasi ibadah, iman, dan amal saleh, 6) terus menerus memperbaharui pemahaman terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah secara kritis dan progresif.
Berkenaan dengan kajian penelitian di atas, maka para pendidik khususnya di sekolah Muhammadiyah harus menghayati dan mengimplementasikan konsep dan etika yang ditanamkan oleh Ahmad Dahlan. Ketika dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah terdapat keutuhan dalam konsep pendidikan yang digagas oleh Ahmad Dahlan, maka kasus seperti yang diterangkan di awal tulisan bisa dihindari. Pembelajaran yang digagas oleh Ahmad Dahlan memiliki karakteristik, antara lain 1) adanya Keutuhan dalam tujuan dan materi pembelajaran, 2) adanya keutuhan antara teori dan praktik, sehingga konsep ini melahirkan prinsip ilmu amaliah dan amal ilmiah. Di mana, ilmu akan bermanfaat ketika diamalkan untuk kepentingan masyarakat banyak.
Selanjutnya adanya keutuhan antara pendidikan formal dan nonformal. Pada pendidikan formal para siswa belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan, ilmu agama dan umum, serta ilmu pengetahuan tersebut akan semakin mendalam manakala ilmu diaplikasikan. Sedangkan pada pendidikan nonformal siswa akan belajar soft skill, seperti kepemimpinan, semangat kebangsaan, kesetiaan, tanggung jawab dan rela berkorban, ini merupakan ciri ketiga pendidikan holistik yang dikembangkan dalam pendidikan Muhammadiyah, dan 4) adanya kesatuan di antara berbagai pusat Pendidikan, Sejak awal berdirinya sekolah Muhammadiyah telah ditetapkan kesatuan dari empat pusat pendidikan, yakni sekolah, keluarga, masyarakat dan masjid. Sehingga, integrasi dari keempat pusat pendidikan perlu dikembangkan dan disinergikan.
Editor : M Taufiq Ulinuha