Merayakan Pitulasan ala Masyarakat Kampung: Wujud Cinta Tanah Air yang Tulus

Merayakan Pitulasan ala Masyarakat Kampung: Wujud Cinta Tanah Air yang Tulus
Oleh : Tjahjono (Sekretaris PDM Kab. Pekalongan)
PWMJATENG.COM – Bulan Agustus selalu menjadi momen istimewa bagi masyarakat Indonesia. Di kampung-kampung, suasana menyambut hari kemerdekaan yang kerap disebut “pitulasan” terasa begitu hidup dan autentik. Bagi warga kampung, perayaan ini bukan sekadar agenda tahunan yang rutin dilaksanakan, melainkan wujud cinta tanah air yang diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi. Kemeriahan yang tercipta bukan semata karena rangkaian acara yang diadakan, tetapi karena kebersamaan dan ketulusan seluruh warga dalam merayakannya dengan penuh makna.
Semangat Gotong Royong dalam Persiapan
Rangkaian kegiatan pitulasan biasanya dimulai jauh sebelum tanggal 17 Agustus tiba. Warga secara bergotong royong mengecat garis-garis jalan dengan cat putih, memasang bendera merah putih yang akan berkibar selama sebulan penuh, membuat tiang bendera permanen dari semen yang kokoh, hingga membangun gapura yang dihias dengan indah menggunakan bahan seadanya. Saat hari kemerdekaan semakin dekat, suasana kampung semakin semarak dengan berbagai lomba khas tradisional, mulai dari balap karung yang mengundang tawa, panjat pinang yang penuh tantangan, tarik tambang yang membutuhkan kekompakan, hingga perlombaan khusus anak-anak yang selalu dipenuhi keceriaan dan gelak tawa.
Pada hari puncak perayaan, diadakan upacara pitulasan yang khidmat, karnaval keliling kampung yang meriah, dan malam tirakatan yang menjadi ajang doa bersama serta refleksi mendalam akan perjuangan dan pengorbanan para pahlawan yang telah gugur demi kemerdekaan bangsa.
Kemandirian dan Pengorbanan Tanpa Pamrih
Yang menarik dan patut diacungi jempol, semua kegiatan perayaan kemerdekaan ini dibiayai sepenuhnya dari iuran sukarela warga kampung. Tidak ada sponsor besar atau bantuan resmi dari pemerintah daerah maupun pusat, namun justru di situlah nilai kebersamaan dan kegotong-royongan semakin terasa kental. Masyarakat dengan rela hati menyisihkan sebagian rezeki mereka yang terbatas demi menyukseskan acara bersama, meskipun kondisi perekonomian keluarga tidak selalu dalam keadaan yang mudah. Semangat gotong royong yang mengakar kuat ini seakan menjadi pengingat bahwa kemerdekaan Indonesia diraih bukan dengan kemewahan atau fasilitas mewah, melainkan dengan pengorbanan tulus, persatuan yang solid, dan semangat juang yang tidak pernah padam.
Baca juga, 80 Tahun Indonesia: Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju
Patriotisme di Tengah Kekecewaan
Ironisnya, di tengah gencarnya pemberitaan media tentang berbagai kasus korupsi yang melibatkan para penyelenggara negara dan pejabat publik, masyarakat kecil di kampung-kampung justru tetap memiliki jiwa patriotisme yang besar dan tidak pernah surut. Mereka tidak larut dalam kekecewaan yang berkepanjangan atau sikap apatis terhadap kondisi bangsa, tetapi dengan bijak memilih untuk terus merayakan kemerdekaan dengan cara mereka sendiri yang penuh makna. Seolah-olah mereka ingin menunjukkan kepada dunia bahwa cinta tanah air yang sejati tidak ditentukan oleh perilaku buruk segelintir orang yang tidak bertanggung jawab, melainkan ditentukan oleh ketulusan hati dan rasa syukur yang mendalam atas nikmat kemerdekaan yang telah diraih dengan susah payah.
Para penyelenggara negara dan pejabat publik seharusnya belajar dari patriotisme murni masyarakat kampung ini—rela berkorban dengan tulus tanpa mengharapkan balasan berupa imbalan material atau keuntungan pribadi apapun.
Makna Sesungguhnya dari Nasionalisme
Perayaan pitulasan di kampung-kampung adalah gambaran nyata dan konkret bahwa nasionalisme sejati tidak selalu harus diwujudkan dalam bentuk yang besar, megah, dan mewah. Nasionalisme yang autentik justru hidup dan berkembang dalam hal-hal sederhana namun bermakna: cat putih yang dengan rapi memutihkan tepi-tepi jalan kampung, bendera merah putih yang dengan bangga berkibar di depan setiap rumah, gapura yang dihias dengan penuh kreativitas menggunakan bahan seadanya, dan suara tawa riang anak-anak saat mengikuti berbagai lomba tradisional.
Di situlah makna kemerdekaan yang sesungguhnya menemukan rumah spiritualnya—di tengah kebersamaan yang hangat, semangat gotong royong yang tidak pernah pudar, dan ketulusan hati rakyat kecil yang tidak pernah meminta imbalan apapun selain kedamaian dan kemajuan bangsa.
Perayaan pitulasan ala masyarakat kampung mengajarkan kepada kita semua bahwa cinta tanah air yang paling murni adalah yang lahir dari hati yang tulus, bukan dari kepentingan politik atau materi. Inilah Indonesia yang sesungguhnya—Indonesia yang dibangun dengan keringat, air mata, dan pengorbanan rakyat kecil yang tidak pernah berhenti bermimpi untuk bangsa yang lebih baik.
Selamat Hari Kemerdekaan RI ke-80… Merdeka!
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha