Merayakan Milad Muhammadiyah dengan Syukur dan Bangga
Merayakan Milad Muhammadiyah dengan Syukur dan Bangga
Oleh : Rudi Pramono, S.E. (Ketua MPI PDM Wonosobo)
PWMJATENG.COM – Merayakan peringatan sebuah organisasi seperti Milad, Muktamar, Musywil, Musyda, Muscab, Musyran, dan semuanya yang sifatnya keorganisasian adalah momentum kita untuk mewujudkan rasa syukur dan evaluasi diri (QS. Al Hasyr : 18).
Mempersiapkan sebuah peringatan kadang menyita tenaga, waktu, biaya yang tidak sedikit, semua panitia pasti semangat dan ikhlas melaksanakan semua kegiatan tersebut, mereka kalangan aktifis yang sudah teruji dan komitmen terhadap persyarikatan, ada persoalan dimusyawarahkan bersama.
Namun sebagai panitia tidak hanya karena melaksanakan tugas tapi ada ‘ruh’ selain semangat syiar dakwah juga “kalau bahasa sekarang ini Muhammadiyah ini ‘barang’ apa ?” Sehingga kita rela meluangkan waktu tenaga dan berpikir keras tentang biayanya untuk melaksanakan kegiatan organisasi tersebut
Kita merayakan momentum Milad ini dengan rasa syukur bangga karena Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebuah aset umat dan bangsa, didalamnya ada pergolakan sejarah pemikiran, paham agama, pembaruan dan kepeloporan dalam transformasi sosial keagamaan.
Muhammadiyah adalah salah satu anak bangsa yang berjasa besar untuk republik ini khususnya umat Islam. Ketika masyarakat serba terpuruk dalam segala bidang, pendidikan, ekonomi, agama, sosial budaya, Muhammadiyah mempelopori kebangkitan umat dengan upaya memperbaharui pemahaman dan pengamalan keagamaan dengan melakukan pemurnian dalam aqidah dan ibadah serta pembaruan dalam muamalah duniawiyah (tajdid), menolak taqlid, bersikap inklusif, membuka pintu ijtihad dan penggunaan akal pikiran dan ilmu pengetahuan dalam menafsirkan ayat suci Al Qur’an. Melalui pemurnian dalam aqidah dan ibadah menjadi basis kokoh dalam aksi pembaruan sosial (muamalah duniawiyah) umat dan bangsa. Melalui teologi fungsional, transformatif dan modernis, Muhammadiyah telah menjadi aset nilai, aset moral, aset pengetahuan bagi umat dan bangsa bahkan dunia Islam dan global (Robert Hefner).
Basis pemikiran dan gerakan Muhammadiyah tidak lepas dari sang pendiri, KH Ahmad Dahlan, beliau mendapatkan bekal ilmu agama yg sifatnya pencerahan setelah haji yang kedua kali tahun 1903 bertemu dengan beragam ide-ide dan pikiran-pikiran pembaruan dalam dunia Islam sejak abad ke-13 yang berkembang dalam dunia Islam. KH Ahmad Dahlan mengamati kemunduran dan kejumudan umat saat itu dengan banyak mempelajari ayat Al Qur’an yang berimplikasi sosial.
Baca juga, Rencana Allah Itu Lebih Indah dari Apa yang Direncanakan oleh Manusia
Beliau bersikap inklusif terbuka terhadap tradisi kemajuan meskipun berasal dari priyayi sekuler/netral agama, kristiani dan kolonial, lahirlah kemudian sekolah modern yang mempelajari ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum dengan sarana yang baru, RS PKU, Panti Anak Yatim dan orang Miskin, meluruskan arah qiblat. Dalam perkembangannya Muhammadiyah kemudian banyak melakukan pembaruan diantaranya sholat Ied di tanah lapang, panitia zakat, menterjemahkan Al Qur’an dengan bahasa Indonesia/Jawa, khotbah Jumat pakai bahasa Jawa, mubaligh keliling, tabligh Akbar, mendirikan. Musala di tempat umum, mengajak perempuan untuk aktifitas di luar rumah : sekolah, kursus, mengaji, berorganisasi, aksi sosial dll. Resonansi (getaran) penolakannya luar biasa. Namun sekarang semua kepeloporan Muhammadiyah telah menjadi tradisi keagamaan Umat Islam Indonesia, diikuti banyak orang termasuk mereka yang dulu menentangnya. Ditunggu peran kader untuk melanjutkan upaya pembaruan ke depan jangan sampai terbawa arus konservatifisne di satu sisi dan liberalisme disisi yang lain.
Ketika pemerintah dan ormas Islam lain melakukan hal yang serupa (sekolah, RS, Panti) kader tidak boleh kehilangan aspek pembaruannya, AUM harus yang terdepan dalam prestasi dan kualitas meskipun secara kuantitas sedikit.
Melalui dakwah dan tajdid, ilmu Amaliah dan Amal ilmiah, Muhamadiyah terus merintis pembaruan amal setelah trisula yang pertama (schooling, feeding, dan healing) dilanjutkan dalam trisula yang kedua yaitu kebencanaan, pemberdayaan masyarakat dan Lazismu.
Semua dokumen ideologis Muhmadiyah dari yang pertama kali : 12 Langkah Muhammadiyah, Kitab masalah lima (Masail Khamsah) 1938 sampai sekarang Risalah Islam Berkemajuan (RIB) 2017 semua autentik dan melampaui jamannya dalam pemahaman keagamaan, intelektualitas dan wujud amaliyah transformasi sosial peradaban yang terus berubah dan berkembang.
Editor : M Taufiq Ulinuha