BeritaTokoh

Menjaga Keharmonisan Keluarga: Pelajaran dari Dakwah Nabi dan Realitas Kekinian

PWMJATENG.COM – Wakil Ketua PWM Jawa Tengah, M Abduh Hisyam, dalam sebuah pengajian Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sruweng, menyoroti kompleksitas persoalan keluarga yang kini semakin mengkhawatirkan. Ia menyampaikan bahwa banyak anak-anak yang terpaksa kehilangan kasih sayang orang tua karena kedua orang tua bekerja jauh dari rumah, bahkan sampai ke luar negeri. Kondisi ini menyebabkan kurangnya pengasuhan langsung dari orang tua kepada anak-anaknya, sehingga rawan menimbulkan berbagai masalah sosial yang serius.

Abduh Hisyam juga menyinggung sebuah kasus tragis yang belum lama ini terjadi, yaitu seorang anak berusia 14 tahun yang membunuh neneknya dan melukai kedua orang tuanya. Menurut penjelasannya, anak tersebut merasa tertekan oleh tuntutan orang tua untuk berprestasi. Meski mendorong anak berprestasi adalah hal positif, tekanan yang berlebihan dapat memicu reaksi negatif, bahkan sampai pada tindakan kekerasan. Hal ini memperlihatkan betapa pentingnya perhatian penuh terhadap dinamika keluarga agar tercipta lingkungan yang harmonis dan sehat.

Selain itu, Abduh Hisyam menyoroti tingginya angka perceraian pada pasangan muda yang bahkan telah memiliki anak. Perceraian dini ini berpotensi merusak masa depan anak dan menjadi persoalan yang bukan sekadar individual, tetapi harus dipandang sebagai masalah sosial yang memerlukan perhatian serius dari negara dan masyarakat luas. Menurutnya, negara seharusnya ikut bertanggung jawab dalam menangani problematika keluarga agar generasi penerus tumbuh dengan kondisi psikologis dan sosial yang baik.

Mengaitkan dengan sejarah dan ajaran Islam, Abduh Hisyam mengingatkan betapa Rasulullah Muhammad SAW menempatkan keluarga sebagai sasaran utama dakwahnya. Dalam surat Asy-Syu’ara ayat 214, Allah SWT memerintahkan Nabi untuk memberi peringatan kepada keluarga terdekatnya:

“وَٱنذِرْ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ”

(“Berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.”) (QS. Asy-Syu’ara [26]: 214)

Ketika wahyu tersebut turun, Rasulullah tidak langsung berdakwah secara luas. Beliau terlebih dahulu merenung dan menyusun strategi dakwah dengan memulai dari keluarga terdekat, yaitu istri beliau, Khadijah RA. Khadijah merupakan sosok pendukung utama yang sangat setia dan berperan besar dalam perjuangan dakwah Rasulullah. Ketika Rasulullah menyampaikan wahyu yang diterimanya, Khadijah membuktikan keimanannya setelah mengkonfirmasi hal itu kepada sepupunya, Waraqah bin Nawfal, seorang pendeta Kristen yang mengetahui tradisi para nabi sebelumnya.

Baca juga, Bangkitkan Kekuatan Ekonomi Umat: Refleksi Islam atas Kekayaan, Kedermawanan, dan Ancaman Global

Lebih jauh, Khadijah menjadi penyokong material dan moral dakwah Nabi Muhammad SAW. Saat Bani Abdul Muthalib mendapat boikot dari Quraisy, Khadijah dengan tulus menyediakan kebutuhan makan dan pakaian, hingga hartanya habis. Di masa Nabi menghadapi tekanan fisik dan mental, seperti ketika menggigil setelah merenung di gua Hira, Khadijah menunjukkan kelembutan dan penghiburan, tidak menyalahkan Nabi melainkan memberikan semangat agar tetap tegar menjalankan amanah dakwah.

Kisah ini menjadi pelajaran penting bahwa kekuatan keluarga yang kokoh dan saling mendukung adalah fondasi keberhasilan dakwah maupun kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, dalam konteks modern, memperkuat ikatan keluarga dan menjaga komunikasi antaranggota keluarga menjadi hal yang mutlak dilakukan.

Abduh Hisyam juga mengangkat contoh tokoh nasional, almarhum Bung Hatta, yang sangat menekankan kebersamaan keluarga. Menurut cerita anak-anaknya, Bung Hatta tidak akan makan sebelum seluruh anggota keluarga berkumpul. Jika ada anggota keluarga yang sedang di luar, mereka akan menunggu sampai kembali kecuali anggota tersebut memberi izin untuk makan terlebih dahulu. Ini menunjukkan bagaimana momen makan bersama bukan sekadar rutinitas, tetapi menjadi sarana menanamkan nilai kebersamaan, disiplin, dan rasa syukur.

Konsep ini pun dapat diterapkan dalam lingkungan pendidikan. Acara makan siang di sekolah, misalnya, bukan hanya soal pemberian makanan, tetapi dapat diatur sedemikian rupa sehingga menjadi bagian dari pendidikan karakter. Dengan demikian, siswa dapat belajar bersyukur, menghargai kebersamaan, dan menumbuhkan nilai-nilai sosial sejak dini.

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki peran vital dalam membentuk karakter dan moral anak. Jika persoalan keluarga diabaikan, dampaknya tidak hanya terbatas pada individu tetapi meluas ke ranah sosial dan bahkan nasional. Karena itu, perhatian penuh dari semua elemen masyarakat, termasuk pemerintah, sangat diperlukan untuk mendorong keluarga menjadi lingkungan yang sehat dan harmonis.

Singkatnya, dari pengajaran Rasulullah SAW hingga praktik nyata tokoh bangsa, jelas bahwa keluarga adalah pusat pembinaan moral dan sosial yang utama. Menjaga keharmonisan keluarga bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi harus menjadi perhatian kolektif demi masa depan yang lebih baik.

Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE