Menggapai Keabadian Amal dalam Batasan Umur Manusia

Menggapai Keabadian Amal dalam Batasan Umur Manusia
Oleh: Alvin Qodri Lazuardy (Pegiat Literasi Islam)
PWMJATENG.COM – Kematian adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Al-Qur’an dengan tegas menyatakan, “Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian” (QS. Al-‘Ankabut: 57 dan QS. Ali Imran: 185). Ayat ini menjadi pengingat abadi bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Tidak peduli seberapa panjang usia seseorang, akhirnya ia akan berpulang. Maka, yang terpenting bukanlah seberapa lama hidup dijalani, melainkan seberapa berkualitas amal yang ditinggalkan.
Dalam konteks inilah, Rasulullah Saw. menyampaikan sebuah hadis yang sangat masyhur dan penuh makna: “Jika anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim). Hadis ini memberikan harapan bahwa meskipun jasad telah tiada, peluang untuk menuai pahala tidak serta-merta terputus. Tiga jenis amal ini menjadi jembatan antara kehidupan dunia yang fana dan kehidupan akhirat yang kekal.
Pertama, sedekah jariyah adalah bentuk kebaikan yang terus mengalir manfaatnya meskipun pelakunya telah wafat. Contohnya adalah wakaf, pembangunan masjid, atau sumbangan untuk kegiatan amal yang berkelanjutan. Kedua, ilmu yang bermanfaat mencakup segala bentuk pengetahuan yang diajarkan atau disebarluaskan, baik melalui pengajaran, penulisan, maupun karya ilmiah yang memberi manfaat kepada orang lain. Ketiga, anak shalih yang senantiasa mendoakan orang tuanya menjadi representasi dari keberhasilan pendidikan dan pembinaan karakter dalam keluarga.
Baca juga, Istikamah di Tengah Trend: Saat Iman Diuji oleh Popularitas
Namun, untuk sampai pada amal-amal yang kekal tersebut, seseorang harus memiliki kesadaran waktu dan kesempatan. Dalam sebuah hadits lainnya, Rasulullah Saw. bersabda: “Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara lainnya: masa mudamu sebelum masa tuamu, kesehatanmu sebelum sakitmu, kekayaanmu sebelum kefakiranmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu, dan hidupmu sebelum matimu.” Hadits ini menekankan urgensi dalam memanfaatkan momentum kehidupan untuk berbuat baik, sebelum datang masa yang membatasi.
Masa muda, misalnya, adalah fase di mana energi dan semangat sangat melimpah. Jika tidak dimanfaatkan dengan bijak, ia akan berlalu begitu saja tanpa makna. Demikian pula dengan kesehatan, kekayaan, waktu luang, dan hidup itu sendiri—semuanya adalah nikmat yang suatu saat akan sirna. Maka, siapa yang mampu mengisi setiap detik hidupnya dengan kesadaran akan keterbatasan waktu, dialah yang akan meraih keabadian amal di hadapan Allah Swt.
Akhirnya, kematian bukanlah titik akhir, melainkan gerbang menuju kehidupan yang hakiki. Setiap manusia akan mengalaminya, namun hanya mereka yang meninggalkan amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan, yang akan terus menuai pahala. Maka, selagi hidup masih ada, mari gunakan masa muda, kesehatan, kekayaan, waktu luang, dan hidup kita untuk menanam amal yang akan terus mengalir, bahkan setelah kita tiada.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha