Menggali Makna Zakat: Kunci Kebangkitan dan Kesejahteraan Umat Islam

PWMJATENG.COM – Islam adalah agama yang sempurna. Ajarannya mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik hubungan vertikal dengan Allah (ḥablumminallāh) maupun hubungan horizontal antarsesama (ḥablumminannās). Kesempurnaan Islam menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia, di dunia maupun di akhirat. Hal ini terbukti pada masa Rasulullah ﷺ dan para sahabat, ketika nilai-nilai Islam diterapkan secara utuh dalam kehidupan masyarakat.
Salah satu masa keemasan tersebut terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Kala itu, keadilan dan kemakmuran benar-benar terwujud. Dikisahkan, petugas Baitul Mal berkeliling negeri mencari orang miskin, orang berutang, atau anak yatim yang membutuhkan bantuan. Namun, tak satu pun ditemukan. Negeri itu tercatat dalam sejarah sebagai simbol kemakmuran dan keberkahan yang diridhai Allah.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan keadaan umat Islam saat ini. Jika dulu sulit mencari penerima zakat karena kemakmuran merata, kini justru banyak yang membutuhkan, sementara dana zakat terbatas. Meski demikian, kondisi itu bukan mustahil berubah jika umat Islam mau berbenah dan kembali pada ajaran Islam yang sejati. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Ra‘d ayat 11:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah nasib mereka sendiri.”
Salah satu ajaran penting yang perlu mendapat perhatian serius adalah zakat. Saat ini, praktik zakat sering kali hanya ramai pada bulan Ramadan. Setelah itu, kegiatan zakat seolah berhenti. Panitia zakat dibentuk menjelang Ramadan dan dibubarkan setelahnya. Padahal, zakat merupakan instrumen penting dalam sistem sosial ekonomi Islam yang mampu mengentaskan kemiskinan dan membangun keadilan sosial.
Makna Zakat
Secara bahasa, zakat berasal dari kata zaka yang berarti suci, tumbuh, berkah, dan baik. Sesuatu dikatakan zaka apabila tumbuh dan berkembang, sementara seseorang yang zaka berarti memiliki jiwa yang baik.
Baca juga, Muhammadiyah Umumkan Jadwal Puasa Ramadan 2026, Catat Tanggal Resminya!
Dalam istilah fikih, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada golongan yang berhak menerimanya. Harta yang dizakatkan disebut zakat karena mampu menumbuhkan dan menyucikan harta pemiliknya. Menurut Ibnu Taimiyah, “Jiwa orang yang berzakat menjadi bersih, dan hartanya pun bersih serta bertambah maknanya.”
Allah berfirman dalam QS. At-Taubah ayat 103:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan doakanlah mereka.”
Perbedaan Zakat, Infak, dan Sedekah
Zakat memiliki ketentuan yang spesifik, mencakup syarat, jenis harta, waktu, dan penerima tertentu. Sementara itu, infak memiliki cakupan lebih luas. Infak bisa bersifat wajib, seperti kafarat, nadzar, dan zakat, atau bersifat sunnah, seperti infak kepada fakir miskin dan korban bencana.
Adapun sedekah memiliki makna yang lebih luas lagi. Selain mencakup zakat dan infak, sedekah juga dapat berupa amal nonmateri. Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, amar makruf adalah sedekah, nahi mungkar adalah sedekah, dan menyalurkan syahwat kepada istri juga sedekah.”
Penyebutan Zakat dan Infak dalam Al-Qur’an
Beberapa istilah terkait zakat disebut dalam Al-Qur’an dengan berbagai istilah:
- Zakat – “Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah: 43)
- Sedekah – “Sesungguhnya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan menerima sedekah-sedekah mereka.” (QS. At-Taubah: 104)
- Haq (hak) – “Berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu panen.” (QS. Al-An‘am: 141)
- Nafaqah (nafkah) – “Orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritakanlah kepada mereka azab yang pedih.” (QS. At-Taubah: 35)
- Al-‘Afwu (kedermawanan) – “Ambillah zakat dan perintahkan yang makruf serta berpalinglah dari orang yang jahil.” (QS. Al-A‘raf: 199)
Zakat bukan sekadar kewajiban ritual, melainkan wujud kepedulian sosial yang mampu membangun kesejahteraan umat. Ketika zakat dijalankan dengan kesadaran penuh dan sistem yang profesional, kemakmuran seperti masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz bukanlah kenangan sejarah, tetapi cita-cita yang bisa diwujudkan kembali.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha