Memaknai Spirit Idulfitri: Menjadi Umat Rahmatan lil-‘Ālamīn
Memaknai Spirit Idulfitri: Menjadi Umat Rahmatan lil-‘Ālamīn
Oleh : Rumini Zulfikar (Gus Zul) (Penasehat PRM Troketon, Anggota Bidang Syiar MPM PDM Klaten, Anggota Majelis MPI & HAM PCM Pedan)
PWMJATENG.COM – Ramadan telah meninggalkan kita. Kini, Syawal hadir sebagai momentum kemenangan. Namun, kemenangan sejati bukan semata karena berhasil menahan lapar dan dahaga, melainkan karena mampu meningkatkan kualitas diri secara spiritual dan sosial. Idulfitri bukan sekadar hari raya, melainkan ajang refleksi untuk menjadi umat yang membawa rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil-‘ālamīn).
Kala senja mengantarkan kita pada penghujung Ramadan, gema takbir pun bergema di berbagai penjuru—masjid, musala, rumah, jalanan, bahkan alam semesta turut mengagungkan Asma Allah. Penulis memaknai Idulfitri kali ini secara berbeda. Jika biasanya salat Id dilaksanakan di tanah lapang dekat tempat tinggal, tahun ini penulis berkesempatan mengikuti salat Idulfitri di Alun-alun Giri Krida Bakti Wonogiri bersama Bupati Wonogiri, Setyo Sukarno.
Dalam khutbah Idulfitri, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Wonogiri, Hariyadi, M.Pd.I., mengajak umat Islam untuk mengimplementasikan nilai-nilai Ramadan dalam kehidupan sehari-hari. Ramadan melatih kita menjadi pribadi yang tajam nurani, bersih hati, dan peka terhadap problem sosial yang ada—mulai dari kemiskinan, pendidikan yang belum merata, hingga meningkatnya angka perceraian.
Menurut sang khatib, semua itu menunjukkan bahwa umat Islam masih menghadapi tantangan besar. Oleh sebab itu, tanggung jawab umat Islam sebagai hamba Allah yang bertauhid bukan hanya dalam ibadah ritual, tetapi juga sosial. Kita tidak akan sampai pada puncak kemuliaan tanpa adanya perubahan dari dalam diri, keluarga, masyarakat, hingga bangsa.
Baca juga, Makna Idulfitri dan Halalbihalal: Menjaga Kesucian Lahir dan Batin
Allah Swt. berfirman:
لَهٗ مُعَقِّبٰتٌ مِّنْۢ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهٖ يَحْفَظُوْنَهٗ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ وَإِذَآ أَرَادَ اللّٰهُ بِقَوْمٍ سُوْۤءًا فَلَا مَرَدَّ لَهٗۚ وَمَا لَهُمْ مِّنْ دُوْنِهٖ مِنْ وَّالٍ ١١
“Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang bergiliran menjaganya dari depan dan belakang atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Ayat ini menegaskan bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Karena itu, semangat gotong royong menjadi kunci dalam membangun masyarakat madani. Para pemimpin dari presiden hingga kepala desa, bersama rakyat, pengusaha, dan para ulama harus bersinergi membangun bangsa.
Idulfitri menjadi waktu yang tepat untuk merenung dan membaca ulang spirit Syawwal, yang bermakna “peningkatan”. Umat Islam harus meningkatkan kualitas hidupnya secara menyeluruh, baik secara spiritual maupun sosial.
Manusia senantiasa dikelilingi oleh malaikat yang menjaga, oleh karena itu, hidupkan setiap kesempatan dengan nilai-nilai kebaikan. Mari bersama-sama mencetak sejarah peradaban melalui kontribusi dari semua lini kehidupan: guru, petani, pedagang, pemimpin, hingga ulama.
Ramadan mendidik kita melalui puasa sebagai tameng dari keburukan. Maka setelah Ramadan, kita harus tetap menjaga diri dengan dzikir dan ketakwaan agar senantiasa dalam lindungan Allah.
Akhirnya, semoga kita mampu menjadi umat yang benar-benar menghadirkan rahmat bagi seluruh alam, dengan mengaplikasikan nilai-nilai Asmaul Husna dalam kehidupan nyata. Āmīn yā Rabbal-‘Ālamīn.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
