Memaknai Fastabiqul Khairat: Tantangan Umat dalam Persaingan Global

PWMJATENG.COM, Semarang – Dalam Pengajian Ramadan yang diselenggarakan oleh Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Semarang, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah Tafsir menyampaikan refleksi mendalam mengenai konsep fastabiqul khairat (فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ) yang berarti berlomba-lomba dalam kebaikan. Ia menekankan bahwa dalam konteks modern, ayat ini harus dimaknai sebagai dorongan agar umat Islam tidak tertinggal dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
Menurutnya, ayat tersebut menegaskan pentingnya umat Islam untuk selalu menjadi yang terdepan dalam kebaikan. Ia mengingatkan bahwa jika tidak mampu bersaing dan hanya menjadi pengikut, maka umat Islam akan terus tertinggal. Dalam konteks ibadah, ia mengaitkannya dengan istilah masbūq, yakni seseorang yang tertinggal dalam shalat berjamaah. “Jangan sampai kita tertinggal dan menjadi masbūq dalam kehidupan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengutip hadis Nabi Muhammad ﷺ yang berbunyi:
أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟
Artinya: “Amal apakah yang paling utama?”
Hadis ini, menurutnya, harus dikontekstualisasikan sesuai dengan tantangan zaman. Salah satu tantangan terbesar saat ini adalah persaingan di sektor ekonomi. Ia menegaskan bahwa umat Islam harus mampu membangun sistem ekonomi yang kuat, berdaya saing, dan tetap menjunjung tinggi prinsip kejujuran. Korupsi, yang menjadi salah satu penyakit sosial di berbagai sektor, harus dihindari dengan membangun sistem ekonomi yang transparan dan berbasis nilai-nilai Islam.
Dalam ceramahnya, Tafsir juga menyoroti peran strategis perguruan tinggi dalam mencetak sumber daya manusia yang unggul. Ia menegaskan bahwa dunia akademik tidak hanya berfungsi sebagai pusat pendidikan, tetapi juga harus menjadi penggerak ekonomi dan inovasi.
Baca juga, Zakat Fitri dalam Pandangan Muhammadiyah: Esensi, Hukum, dan Tata Cara Pembayarannya
“Perguruan tinggi harus mampu mencetak insan yang unggul, tetapi juga harus menjadi pusat industri dan pabrik-pabrik produktif yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya. Hal ini sejalan dengan visi Muhammadiyah dalam membangun masyarakat yang mandiri dan berdaya.
Menurutnya, pendidikan tinggi harus berorientasi pada pengembangan keterampilan yang aplikatif. Mahasiswa dan lulusan tidak hanya dibekali ilmu teoritis, tetapi juga kemampuan kewirausahaan dan inovasi bisnis. Dengan demikian, mereka tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi juga pencipta lapangan kerja yang mampu menggerakkan roda ekonomi umat.
Dalam ceramah tersebut, Doktor Studi Islam UIN Walisongo Semarang itu juga menyoroti pentingnya umat Islam memiliki sikap bijak terhadap perpajakan. Ia menekankan bahwa pajak merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, selama pengelolaannya transparan dan sesuai dengan prinsip keadilan.
Di sisi lain, ia juga menekankan urgensi optimalisasi zakat sebagai solusi ekonomi Islam. Menurutnya, lembaga zakat harus dikelola secara profesional agar dapat menjadi alternatif dalam mengurangi kesenjangan sosial. “Zakat harus dikembangkan oleh lembaga yang kredibel, agar manfaatnya dapat dirasakan oleh lebih banyak orang,” katanya.
Ia menegaskan bahwa dalam Islam, distribusi kekayaan harus dilakukan secara adil. Oleh karena itu, umat Islam perlu mendukung sistem ekonomi yang mengedepankan keseimbangan antara hak individu dan kepentingan sosial.
Di akhir ceramahnya, ia kembali menegaskan bahwa prinsip fastabiqul khairat harus terus menjadi semangat dalam membangun bangsa. Menurutnya, upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat harus terus dilakukan agar umat Islam tidak hanya menjadi penonton dalam persaingan global.
“Fastabiqul Khairat akan terus berupaya memberikan kontribusi terbaik dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Dengan menghadapi berbagai tantangan zaman, kita harus tetap menjaga komitmen untuk menciptakan peluang yang lebih baik bagi bangsa,” pungkasnya.
Konsep berlomba-lomba dalam kebaikan ini, menurutnya, bukan sekadar ajakan moral, tetapi sebuah strategi bagi umat Islam untuk menjadi pemimpin di berbagai bidang kehidupan. Dengan memahami dan mengimplementasikan fastabiqul khairat secara konkret, umat Islam dapat berperan lebih aktif dalam membangun masyarakat yang maju, adil, dan sejahtera.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha