
PWMJATENG.COM, Surakarta – Dosen Program Studi Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Endang Wahyu Pamungkas, mencetak prestasi membanggakan. Ia berhasil lolos seleksi hibah riset internasional bergengsi, Partenariat Hubert Curien (PHC) Nusantara 2025.
Hibah ini merupakan bentuk kerja sama antara Kementerian Eropa dan Luar Negeri Prancis (MEAE), Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset Prancis (MESR), serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Indonesia (Kemendiktisaintek).
“Tujuan PHC Nusantara ini untuk memfasilitasi kolaborasi antara peneliti di Indonesia dengan Prancis,” ujar Endang saat diwawancarai pada Kamis (10/4).
Menurut laporan resmi dari Institut Français Indonesia (IFI), hanya 10 proposal dari total 43 yang berhasil mendapatkan pendanaan. Salah satu yang terpilih adalah milik Endang. Ia menjadi satu-satunya dosen dari UMS yang berhasil menembus program bergengsi ini.
Endang mengajukan proposal penelitian dalam bidang information and communication science technology. Proyeknya bertujuan mengembangkan kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi ujaran kebencian di media sosial di Indonesia. Ia bekerja sama dengan Farah Benamara, peneliti dari University of Toulouse, Prancis, yang sebelumnya menjadi rekannya saat magang di negara tersebut.
“Ini kali pertama perwakilan dari UMS berhasil mendapatkan pendanaan PHC. Saya merasa bangga dan bersyukur,” kata Endang.
Penelitian yang mereka usung menyoroti tantangan unik dalam konteks Indonesia. Menurut Endang, kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah menjadi tantangan utama bagi pengembangan mesin pendeteksi ujaran kebencian.
Baca juga, Setelah Lebaran: Menjaga Iman di Tengah Rutinitas yang Kian Padat
“Ini menjadi challenge sehingga pendeteksian hate speech menjadi lebih susah,” ungkapnya.
Tak hanya itu, tantangan juga datang dari minimnya ketersediaan dataset yang relevan. Hingga kini, belum banyak data yang bisa digunakan untuk melatih AI dalam memahami bahasa campuran khas masyarakat Indonesia.

Untuk mengatasi hambatan tersebut, tim peneliti akan menguji kemampuan Large Language Model (LLM), seperti ChatGPT, dalam melakukan augmentasi bahasa campuran. Tujuannya adalah memperkaya data latih untuk meningkatkan efektivitas AI dalam mendeteksi ujaran kebencian.
“Sembari mengevaluasi LLM, kita juga akan melihat apakah data hasil augmentasi tadi cukup kuat untuk mendeteksi ujaran kebencian di media sosial,” terang Endang.
Penelitian ini akan berlangsung selama dua tahun. Pada tahun pertama, tim akan fokus mengembangkan dan memperkuat dataset yang akan digunakan untuk melatih AI. Kemudian pada tahun kedua, penelitian akan diarahkan pada implementasi sistem AI dalam berbagai jenis bahasa campuran.
“Ketika penelitian di bahasa campuran Indonesia berhasil, nanti mau dikembangkan lebih lanjut ke bahasa lainnya seperti India dan Arab,” ujar Endang.
Program PHC Nusantara dikenal sebagai salah satu inisiatif strategis untuk meningkatkan kerja sama akademik dan penelitian antara Indonesia dan Prancis. Keberhasilan Endang membuktikan bahwa dosen dari perguruan tinggi swasta di Indonesia juga mampu bersaing di kancah internasional.
Kontributor : Gede
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha