Kontekstualisasi Pendidikan Islam dalam Perspektif KH Ahmad Dahlan: Pembaruan yang Tetap Relevan di Era Modern

PWMJATENG.COM, Pendidikan Islam memiliki perjalanan panjang di Indonesia, dimulai sejak para mubaligh pertama datang pada abad ke-7. Sejak masa awal penyebaran Islam, pendidikan berlangsung secara sederhana—melalui teladan, dakwah, dan interaksi sosial. Namun seiring perkembangan zaman dan kedatangan kolonial Belanda, sistem pendidikan Islam menghadapi tantangan besar, terutama karena munculnya dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum.
Di tengah situasi penuh kegelisahan itu, lahirlah sosok pembaru besar: KH Ahmad Dahlan, tokoh yang mampu membawa pendidikan Islam menuju arah yang lebih modern, ilmiah, dan menyatu dengan kebutuhan zaman. Artikel ini membahas secara lengkap pemikiran dan kontribusi Pendidikan Islam KH Ahmad Dahlan, serta bagaimana relevansinya bagi pendidikan Islam saat ini.
Masuknya Islam ke Indonesia berlangsung damai, melalui perdagangan dan pernikahan. Para mubaligh memberikan pendidikan secara informal, mengajarkan syahadat, shalat, dan akhlak melalui interaksi keseharian. Setelah terbentuk komunitas muslim, muncullah lembaga-lembaga seperti:
- Masjid sebagai pusat ibadah dan pendidikan
- Pesantren sebagai pusat kajian agama
- Langgar dan surau untuk pengajaran dasar
Namun kedatangan kolonial Belanda membawa sistem sekolah modern yang sekuler. Perbedaan antara pendidikan Belanda dan pesantren sangat jelas:
| Pendidikan Belanda | Pendidikan Pesantren |
|---|---|
| Mengajarkan ilmu umum | Mengajarkan ilmu agama |
| Tidak ada materi agama | Minim ilmu dunia |
| Sistem klasikal | Sistem tradisional |
| Huruf latin | Huruf Arab Pegon |
Dikotomi ini melahirkan dua kutub intelektual: mereka yang hanya paham agama tanpa kemampuan dunia, dan mereka yang hanya paham ilmu umum tanpa nilai-nilai spiritual. Dari sinilah KH Ahmad Dahlan memulai pembaruannya.
KH Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 di Kauman, Yogyakarta, dengan nama Muhammad Darwis. Beliau berasal dari keturunan Walisongo, dan sejak kecil sudah mempelajari Al-Qur’an, fiqih, hadits, dan ilmu agama lainnya.
Pada usia muda ia pergi ke Mekkah, berinteraksi dengan pemikiran pembaru seperti:
- Jamaluddin Al-Afghani
- Muhammad Abduh
- Rasyid Ridha
Perjumpaan intelektual inilah yang membentuk gagasan pembaruan beliau. Setelah kembali ke tanah air, ia mengajar di Kauman dan sekolah-sekolah pemerintah. Pada tahun 1912, beliau mendirikan Muhammadiyah, organisasi pembaru yang mengusung misi sosial, dakwah, dan pendidikan Islam modern.
Pemikiran Pendidikan Islam KH Ahmad Dahlan sangat mendalam dan menyentuh semua aspek pendidikan: tujuan, metode, materi, dan kurikulum. Beliau selalu menekankan bahwa Islam harus dipahami secara rasional, kontekstual, dan diamalkan dalam kehidupan nyata.
1. Tujuan Pendidikan Islam: Mencetak “Ulama-Intelek”
Salah satu konsep terpenting dari KH Ahmad Dahlan adalah tujuan pendidikan yang mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum. Beliau ingin melahirkan:
“Ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu:
- Muslim yang alim dalam agama
- Cerdas dalam ilmu dunia
- Berakhlak mulia
- Adaptif terhadap perkembangan zaman
- Memiliki iman yang kuat dan daya intelektualitas luas
Tujuan ini merupakan sintesis dari dua kutub pendidikan pada masa kolonial: pesantren yang hanya fokus pada akhirat dan sekolah Belanda yang hanya fokus pada dunia.
Inilah yang membuat Pendidikan Islam KH Ahmad Dahlan sangat relevan hingga saat ini.
2. Metode Pembelajaran: Dari Tradisional ke Modern
Sebelum pembaruan, metode belajar di pesantren bersifat pasif—mengandalkan hafalan, bandongan, atau sorogan. Murid tidak memiliki ruang bertanya kepada gurunya.
KH Ahmad Dahlan memperkenalkan pembaruan metode belajar:
✔ Metode tanya jawab
Murid boleh bertanya, berdialog, dan menguji pemahaman.
✔ Metode praktik langsung
Beliau mengajarkan praktik shalat, bersuci, hingga tafsir Al-Ma’un dengan kegiatan sosial.
✔ Pendekatan multidisiplin
Ayat Al-Qur’an dijelaskan dengan ilmu modern seperti matematika, logika, sosiologi, dan ilmu alam.
✔ Murid sebagai subjek belajar
Tidak ada lagi konsep “guru tidak boleh ditatap”. Relasi guru-murid menjadi lebih egaliter.
Pendekatan ini sangat mendahului zamannya dan sejalan dengan prinsip student-centered learning dalam pendidikan modern.
3. Materi Pembelajaran: Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum
KH Ahmad Dahlan menolak dikotomi ilmu. Bagi beliau, ilmu agama dan ilmu umum sama pentingnya. Karena itu, sekolah Muhammadiyah mengajarkan:
Materi Agama
- Tafsir Al-Qur’an
- Hadits
- Fiqih
- Akhlak
- Tauhid
- Praktik ibadah
Materi Umum
- Matematika
- Bahasa Indonesia
- Ilmu bumi & sejarah
- Ilmu kesehatan
- Qira’ah & menulis latin
- Olahraga
Beliau ingin peserta didik memahami dunia sekaligus akhirat, karena seorang muslim harus mampu menjalani kehidupan modern tanpa mengabaikan nilai agama.
4. Kurikulum Pendidikan: Modern, Sistematis, dan Terstruktur
KH Ahmad Dahlan mengadopsi sistem sekolah modern:
Inti dari kurikulum Muhammadiyah adalah kompetensi minimal agama:
- Bisa membaca Al-Qur’an
- Memahami akidah dasar
- Menunaikan ibadah dengan benar
- Tidak syirik, bid’ah, dan khurafat
Ini membuat pendidikan Islam lebih maju dan relevan bagi kemajuan bangsa.
Di era globalisasi, digitalisasi, dan revolusi industri 5.0, pemikiran KH Ahmad Dahlan semakin relevan. Tantangan pendidikan Islam saat ini meliputi:
- Krisis moral dan akhlak
- Pengaruh budaya barat (LGBT, hedonisme)
- Generasi digital yang cepat berubah
- Kebingungan identitas
- Ketertinggalan dalam sains & teknologi
Jika pendidikan Islam mengikuti pembaruan ala KH Ahmad Dahlan, maka generasi muslim akan:
- kuat secara spiritual,
- cerdas secara intelektual,
- terampil secara sosial,
- dan siap bersaing global.
Pemikiran Pendidikan Islam KH Ahmad Dahlan merupakan fondasi penting bagi kemajuan pendidikan Islam di Indonesia. Dengan mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum, metode modern, dan kurikulum progresif, beliau berhasil membawa Islam menjadi agama yang membimbing kemajuan, bukan penghambat perubahan.
Di era digital, gagasan ini semakin dibutuhkan. Pendidikan Islam harus terus berkembang—melakukan inovasi, adaptasi, dan pembaruan—tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar Islam. Dengan semangat tajdid ala KH Ahmad Dahlan, pendidikan Islam akan mampu mencetak generasi yang berakhlak, berilmu, dan berkemajuan.
Editor: Al-Afasy



