BeritaSejarah

KOKAM: Peran Muhammadiyah dalam Bela Negara di Tengah Ancaman PKI

PWMJATENG.COM – Sejarah mencatat, Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) lahir sebagai respons atas keprihatinan kader Muhammadiyah pada awal tahun 1965. KOKAM dibentuk dengan tujuan mendukung perjuangan fisik bangsa, sekaligus sebagai bentuk nyata bela negara dari Muhammadiyah dalam menghadapi berbagai ancaman terhadap kedaulatan Republik Indonesia.

Pada masa menjelang peristiwa Gerakan 30 September (Gestapu) PKI, komunis di Indonesia mulai memperkuat kader mereka melalui aksi-aksi revolusioner. Salah satu contohnya adalah aksi sepihak Barisan Tani Indonesia (BTI) pada 15 November 1961, di mana sekitar 3000 anggota BTI secara liar menggarap tanah milik Perusahaan Perkebunan Negara.

Serangkaian aksi sepihak lainnya dilakukan oleh PKI di berbagai daerah, termasuk peristiwa Bandar Betsi di Sumatra Utara, di mana seorang letnan angkatan darat dibunuh oleh BTI. Hal ini semakin memicu ketegangan dengan Angkatan Darat. Selain itu, PKI juga berupaya mengubah ideologi negara dengan mereduksi Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila, yang akhirnya mengarah pada konsep Nasakom (Nasional, Agama, Komunis).

Pemuda Muhammadiyah saat itu mengalami keterbatasan karena tidak diterima sebagai anggota Front Pemuda, yang hanya mengakomodasi organisasi yang berafiliasi dengan partai politik. Sebagai respons, umat Islam mengadakan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA), dengan konferensi utama diselenggarakan di Bandung pada 6-14 Maret 1965. Delegasi Indonesia dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Dr. Idham Chalid dan H. Badawi dari Muhammadiyah.

Salah satu inisiatif Muhammadiyah pada masa itu adalah mengadakan kursus kader yang dinamakan Kader Takari, bertujuan untuk meningkatkan daya juang kader Muhammadiyah dalam menghadapi berbagai kemungkinan. Kursus ini dibuka pada 1 September 1965 di Universitas Muhammadiyah Jakarta dan diikuti oleh 250 peserta.

Baca juga, Kurikulum Merdeka dan Degradasi Pengembangan Moral Siswa

Pada malam 30 September 1965, Jenderal Polisi Sutjipto Judodiharjo memberikan ceramah di kursus tersebut hingga pukul 21.20, diikuti oleh Jenderal Abdul Haris Nasution yang berani menentang konsep Angkatan ke-5, yaitu barisan rakyat yang dipersenjatai. Malam itu, Jenderal Nasution meninggalkan lokasi kursus pada pukul 23.30.

Keesokan harinya, pada 1 Oktober 1965, Gerakan 30 September (G30S) mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi dan mendemisionerkan Kabinet Dwikora. Peserta kursus yang tetap hadir di Universitas Muhammadiyah Jakarta mendengarkan pengumuman panitia yang menyatakan situasi darurat. Sebuah sidang darurat dipimpin oleh Letnan Kolonel S. Prodjokusumo memutuskan untuk membentuk Komando Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Muhammadiyah, yang kemudian dikenal sebagai KOKAM, dengan Letnan Kolonel S. Prodjokusumo sebagai komandannya.

KOKAM secara resmi diproklamirkan pada 1 Oktober 1965 pukul 21.30. Instruksi pertama dari Komandan KOKAM adalah membentuk KOKAM di setiap cabang Muhammadiyah, menjaga keselamatan keluarga Muhammadiyah, dan bekerja sama dengan kekuatan yang menentang G30S. Pada 2 Oktober 1965, informasi semakin jelas tentang situasi di tanah air, di mana beberapa jenderal Angkatan Darat telah diculik dan dibunuh oleh G30S/PKI.

PERWIS (Perwakilan Istimewa) PP Muhammadiyah di Jakarta pada 2 Oktober 1965 mengeluarkan pernyataan mengutuk keras Gerakan 30 September dan Dewan Revolusi. Setelah keputusan tersebut, KOKAM bangkit sebagai satu kesatuan untuk menentang PKI bersama dengan unsur ABRI.

Editor : M Taufiq Ulinuha

Muhammadiyah Jawa Tengah

Muhammadiyah Jawa Tengah adalah gerakan Islam yang mempunyai maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam Jawa Tengah yang sebenar-benarnya

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WP Radio
WP Radio
OFFLINE LIVE