KHGT Muhammadiyah: Gagasan Besar Menuju Kalender Islam Global

KHGT Muhammadiyah: Gagasan Besar Menuju Kalender Islam Global
Oleh: Toni Ardi Rafsanjani (Dosen Universitas Muhammadiyah Kudus)
PWMJATENG.COM – Kongres Hijriyah Global Terpadu (KHGT) Muhammadiyah hadir sebagai respons atas kebutuhan mendesak akan kalender Islam internasional yang ilmiah, terintegrasi, dan dapat diterima oleh seluruh umat Islam dunia. Gagasan besar ini dirumuskan secara bertahap sejak Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar pada 2015, hingga ditindaklanjuti dalam Rapat Kerja Pusat (Rakerpus) Majelis Tarjih dan Tajdid pada 2023.
KHGT lahir dari semangat tajdid Muhammadiyah dalam menjawab fragmentasi penetapan awal bulan hijriah di berbagai negara. Tujuan utamanya adalah menyatukan penanggalan Islam global berdasarkan metode hisab hakiki—yakni perhitungan astronomis yang akurat—untuk menggantikan ketergantungan eksklusif pada rukyat lokal yang kerap menimbulkan perbedaan dalam awal Ramadan dan Idulfitri.
Landasan Teologis dan Fikih
Secara teologis, KHGT memiliki pijakan kuat dalam al-Qur’an dan sunnah. QS Yûnus ayat 5 menegaskan legitimasi penggunaan benda langit sebagai penentu waktu:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا…
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, serta menetapkan tempat-tempat peredarannya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu…
Hadis Nabi Muhammad ﷺ seperti ṣūmū li ru’yatihi wa afṭirū li ru’yatihi sering dipahami secara tekstual, namun Muhammadiyah melihatnya sebagai ruang ijtihad. Dengan akurasi yang tinggi, hisab hakiki dianggap sebagai bagian dari sunnatullah—hukum alam yang dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.
Dari perspektif ushul fiqh, KHGT diperkuat oleh beberapa kaidah. Pertama, “al-aṣlu fil-asyyā’ al-ibāhah” menyatakan bahwa segala sesuatu pada dasarnya boleh kecuali ada larangan yang jelas. Kedua, kaidah “al-maṣlaḥah muqaddamah ‘ala al-mafsadah” menekankan bahwa kemaslahatan harus diutamakan, yang sejalan dengan upaya menghindari kebingungan dan perpecahan akibat perbedaan kalender. Dalam kerangka maqāṣid al-syarī‘ah, KHGT mendukung penjagaan agama (ḥifẓ ad-dīn), akal, dan waktu melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan.
Tantangan Implementasi
Namun, gagasan sebesar KHGT tentu tidak lepas dari tantangan implementasi. Pertama, rendahnya literasi masyarakat terhadap metode hisab hakiki menjadi hambatan utama. Banyak kalangan masih menganggap rukyat sebagai satu-satunya metode sah dalam penetapan awal bulan hijriah.
Kedua, perbedaan regulasi antarnegara Muslim juga menjadi kendala. Meskipun Forum Istanbul 2016 sempat mengusulkan kalender Islam tunggal berbasis hisab global, hingga kini implementasinya belum terlaksana karena banyak negara memiliki otoritas dan pendekatan masing-masing.
Baca juga, Wamendikdasmen Hadiri Pertemuan PTMA se-Jateng, Dorong Sinergitas dengan Pemerintah!
Ketiga, perbedaan pendekatan keagamaan di Indonesia—antara Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan ormas Islam lainnya—turut menyumbang dinamika tersendiri dalam penerimaan KHGT. Di samping itu, masih lemahnya sinergi antara lembaga pendidikan Islam, ilmu falak, dan kebijakan pemerintah turut memperberat langkah implementasi.
Strategi dan Arah Gerak
KHGT tidak muncul tiba-tiba. Sejak 2015, Muhammadiyah telah menggelar simposium, seminar internasional, dan berbagai diskusi yang melibatkan ilmuwan dan ulama. Dalam Rakerpus 2023, Majelis Tarjih secara resmi mengusulkan agar KHGT diimplementasikan mulai awal Ramadan 1445 H (sekitar Februari 2024), apabila disepakati dalam forum resmi.
Agar KHGT tidak berhenti sebagai wacana, sejumlah strategi perlu segera dilakukan. Pertama, edukasi publik melalui forum pengajian, madrasah, dan media sosial untuk meningkatkan pemahaman umat. Kedua, dialog lintas ormas dan kerja sama dengan institusi resmi seperti Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia harus diperkuat untuk mendapatkan legitimasi lebih luas.
Ketiga, Muhammadiyah perlu mendorong integrasi kurikulum ilmu falak dan hisab dalam pendidikan tinggi dan pesantren. Keempat, strategi internasional harus digencarkan, termasuk menyampaikan proposal KHGT ke Organisasi Konferensi Islam (OKI). Kelima, perlu dipertimbangkan dukungan hukum positif seperti Peraturan Pemerintah atau Keputusan Presiden agar KHGT memiliki dasar legal yang kuat.
Menuju Ijtihad Jamā‘ī Global
KHGT pada hakikatnya adalah simbol kebangkitan ijtihad jamā‘ī—ijtihad kolektif yang melibatkan para ahli agama, sains, dan kebijakan. Ia bukan semata proyek astronomi atau administratif, melainkan bagian dari dakwah peradaban Islam dalam dunia modern. KHGT menggabungkan teks wahyu dan metode rasional ilmiah, sesuai dengan semangat wasathiyah (moderat) Islam.
Namun, agar gagasan ini membumi, dibutuhkan keterlibatan aktif dari struktur Muhammadiyah di tingkat daerah dan cabang. Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) memiliki peran strategis dalam menyosialisasikan KHGT secara masif kepada warga persyarikatan. Sosialisasi yang terpadu, berbasis data, dan komunikatif adalah kunci agar KHGT menjadi kesadaran kolektif, bukan sekadar kebijakan elitis.
Sebagai penutup, KHGT Muhammadiyah merupakan warisan monumental yang menggabungkan fondasi teologis, argumentasi fikih, dan urgensi sosiologis. Namun, agar menjadi kenyataan, diperlukan kerja kolektif, konsistensi internal, dan keberanian diplomasi. Jika dijalankan dengan serius, KHGT dapat menjadi kontribusi besar Muhammadiyah bagi dunia Islam global—sebagai jembatan antara idealisme Islam dan kebutuhan zaman.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha