Kepemimpinan Muda dan Kontekstualisasi Gusjigang
Kepemimpinan Muda dan Kontekstualisasi Gusjigang
Oleh : Hammam Sanadi, Ph.D. (Ketua MPKSDI PWM Jawa Tengah)
PWMJATENG.COM – Setiap orang diberikan potensi kepemimpinan. Baik sebagai ketua atau pengikut tergantung pilihan hidupnya dan lingkungan di mana ia tinggal. Jika keduanya bersinergi dengan baik, maka suatu saat ia akan menjadi seorang pemimpin yang mengagumkan. Ia mampu menempatkan diri secara tepat dalam setiap ruang dan waktu. Di depan ia menjadi teladan hebat (ing ngarso sung tulodo) bukan memberi contoh. Menjadi contoh artinya dia memang sosok ideal untuk ditiru. Ia adalah bukti nilai mulia suatu organisasi yang sudah menjadi kasunyatan (kenyataan) mewujud dalam dirinya. Ibarat seorang pemimpin dalam bidang olah raga, dia mampu melakukan gerakan push up sendiri bukan meminta orang lain untuk melakukannya.
Model kepemimpinan dengan memberi keteladan ini sangat efektif. Seperti pepatah mengatakan actions speak louder than words. Selain itu, ia memberi semangat ketika ia berada di sekitar anggotanya (ing madya mangun karsa) bukan memprovokasi. Bahkan ia menjadi anggota yang baik ketika ia berada di belakang (tut wuri handayani) tidak menjadi beban anggota lain apalagi pemimpinnya.
Ilustrasi pendek tentang kepemimpinan di atas dipaparkan penulis dalam forum mahasiswa tingkat nasional. Kegiatan pelatihan kempimpinan yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di Kabupaten Kudus, 15 Agustus 2024. Suasana pelatihan sangat elegan, nyaman, dan mengesankan. Gedung Kristal Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKu) menjadi saksi akan lahirnya calon pemimpin Indonesia emas 2045. Calon pemimpin nasional dan internasional ini digembleng dalam event bertajuk Darul Arqam Madya Nasioal (DAMNas). Mereka hadir dari luar Jawa Tengah; Jakarta, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Penulis sangat menegaskan berulang-ulang agar para peserta mengawal amanat konstitusi, kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saat ini cita-cita mulia itu divisualisasikan dengan tagline Indonesia emas 20245. Intinya tidak boleh gagal lagi seperti mimpi REPELITA (recana pembangunan lima tahun), dimana Indonesia akan tinggal landas tahun 2000 sebagai negara modern berteknologi tinggi. Namun gagal terhempas badai krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1998. Lembaga donor internasional, International Monetary Fund (IMF) memiliki kontribusi signifikan terhadap ‘keruntuhan’ mimpi kolektif tersebut.
Paling tidak terdapat tiga tipe orang sebagai indikator untuk menilai apakah potensi kepemimpinan seseorang berkembang dengan baik atau tidak (John C. Maxwell, 2022: 58). Pertama, tipe pesimis masalah dianggap sebagai hambatan bukan tantangan. Jika ini terjadi maka seseorang tidak akan pernah mampu menjadi pemimpin. Pilihan menjadi seorang pemimpin saja sudah melampaui rentetan masalah apalagi ia benar-benar menjadi pemimpin tentu ia akan menambah masalah. Tipe pertama ini sebaiknya tidak perlu diberi kesempatan menjadi pemimpin. Seperti seorang nelayan yang melihat badai angin, tapi ia mengeluh khawatir badai angin akan menenggelamkannya.
Kedua, tipe pembakar semangat, setiap ada masalah tipe kedua ini hanya meyakinkan pasti ada solusinya. Namun ia hanya duduk dalam ruangan tanpa pernah hadir bersama para anggota untuk menyelesaikannya. Ironisnya kadang ia meninggalkan gelanggang membiarkan anggotanya dalam kebingungan. Pekerjaannya hanya berwacana tapi miskin karya. Ibarat seorang nelayan ketika ada badai ia hanya memotivasi awak kapal senantiasa optimis jangan khawatir badai pasti berlalu nihil bimbingan. Tipe kedua ini lebih tepat disebut ‘pemimpi’ bukan pemimpin.
Baca juga, Citizen Journalism Media Muhammadiyah Berbasis Jamaah
Ketiga, tipe problem solver, masalah diasumsikan sebagai tantangan/persoalan yang mutlak diselesaikan dan dijawab. Ibarat seorang nelayan bila terdapat badai angin ia mengajak anak buahnya mengarahkan layar dengan tepat agar selamat dari badai angin topan dan sampai pada tujuan yang diinginkan. Inilah tipe ideal seorang pemimpin yang menjadi harapan semua orang.
Lalu bagaimana agar potensi kepemimpinan tumbuh berkembang? Agaknya nilai kearifan lokal masyarakat Kudus masih relevan dikontekstualisasi. Gusjigang dapat dijadikan basis nilai spiritual calon pemimpin muda untuk menyongsong Indonesia emas 2045. Pertama, dalam teori linguistik word formation (pembuatan kata baru) diksi /gus/ merupakan shortening (kependekan) dari kata bagus (indah) yang berakar dari keimanan. Menurut Pak A.R. Fachruddin istilah /gus/ (keindahan) harus bersumber pada kebaikan imani atau akhlaqi. Dalam konteks tri kompetensi IMM, /gus/ identik dengan kompetensi relijiusitas. Pendeknya anak muda yang akan menjadi pemimpin Indonesia emas 2045 agar dibekali nilai keagamaan yang baik. Indikatornya adalah taat beribadah terutama salat lima waktu dan mengkaji al Qur’an. Hal ini secara eksplisit sudah tertuang dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kedua, /ji/ kependekan dari ngaji (menuntut ilmu). Anak muda idealnya gemar mengaji mencari ilmu di pusat-pusat keilmuan yang telah mentradisi di Indonesia seperti pesantren, madrasah atau sekolahan. Memang pada era 4.0 sumber ilmu tidak lagi di lembaga pendidikan namun etos belajar agar menjadi spirit kehidupan anak muda kedepannya. Meminjam istilah Prof Munir Mulkhan adalah etos guru murid (belajar dan mengajar sepanjang hanyat). Etos ngaji dalam perspektif tri komptensi IMM sangat lekat dengan kompetensi intelektualitas. Pada level yang paling bawah tradisi intelektual dapat dibangun melalui reading habit (kebiasaan membaca, berdiskusi dan menulis).
Ketiga, /gang/ kependekan dari kata /dagang/, sebuah etos berani hidup bukan berani mati. Penghargaan atas kehidupan diwujudkan dengan bekerja yang paling baik sekaligus terhormat. Dalam kontek kenabian di Makah Madinah atau sejarah Islam awal berdagang merupakan profesi yang baik dan mulia. Calon pemimpin Indonesia emas agar menyiapkan diri dengan kemampuan menghormati kehidupan dengan bekerja yang halal dan thoyyib yang memberi dampak kemaslahatan bagi kemanusiaan yang luas. Dalam kontek tri kompetensi IMM /gang/ atau dagang sangat erat kaitannya dengan kompetensi humanitas (kemanusiaan). Indikatornya peduli dengan sesama manusia yang autentik, peduli karena misi ilahi bukan yang lain.
Berangkat dari argumen di atas, anak muda agar mengenali dan mengembangkan potensi dirinya. Siap atau tidak bahwa suatu saat para pemimpin saat ini pasti akan berganti (lengser). Salah satu bekal kearifan lokal Gusjigang, dari kabupaten Kudus, diharapkan mampu melengkapi sumber nilai keluhuran pribadi pemimpin Indonesia masa depan yang unik, kompeten, dan bermartabat.
Editor : M Taufiq Ulinuha