PWMJATENG.COM, Jakarta – Dalam rangka memperingati Isra Miraj, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Kemendikdasmen RI) menggelar kajian khusus dengan menghadirkan Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ustaz Adi Hidayat (UAH), pada Jumat (31/1). Acara ini bertujuan untuk menggali makna spiritual dari Isra Miraj serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kajiannya, UAH menekankan pentingnya memahami konsep takwa dan fujur dalam kehidupan manusia. Menurutnya, setiap individu memiliki dua sisi dalam dirinya: nilai-nilai kebaikan (takwa) dan potensi keburukan (fujur). “Secara riset, manusia akan disebut sebagai manusia jika memiliki tiga unsur utama, yaitu fisik, akal, dan rohani. Tugas kita selama hidup adalah bagaimana kita dapat mengoptimalkan ketiga unsur tersebut,” jelas UAH di hadapan peserta kajian.
UAH juga membagikan tips dalam meraih takwa. Ia menjelaskan bahwa seseorang dapat mencapai takwa jika mampu merawat fisik, akal, dan rohani secara seimbang. “Agar ketiga instrumen tersebut dapat berfungsi dan bekerja dengan baik, maka perlu dirawat dan diberikan asupan yang positif. Afirmasi positif yang muncul dari asupan positif ini dinamakan takwa, sedangkan sebaliknya, asupan negatif akan melahirkan fujur atau keburukan,” ungkapnya.
Baca juga, Halaqah Tarjih Muhammadiyah: Sinkronisasi Produk Tarjih untuk Kepentingan Umat
Lebih lanjut, UAH mengutip Surah Yusuf Ayat 53 untuk memperkuat argumennya, “Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberikan rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Menurutnya, manusia tidak dapat mengklaim dirinya sebagai sosok yang paling suci atau bersih. “Jika unsur negatif dalam diri lebih dominan, maka bertemulah nafs (jiwa) dengan su (keburukan), sehingga terbentuklah nafsu yang tidak terkendali. Jika tidak diolah dengan baik, maka akan menghasilkan tindakan buruk,” jelas UAH.
Dalam kajian tersebut, UAH juga menyoroti alasan di balik penciptaan takwa dan fujur oleh Allah SWT. Ia menegaskan bahwa fujur bukanlah untuk menjerumuskan manusia ke dalam keburukan, tetapi sebagai sarana untuk mengembangkan nilai-nilai kebaikan. “Allah menciptakan marah bukan agar manusia menjadi pemarah, tetapi agar muncul rasa sabar dalam diri. Jika tidak ada marah, maka sabar pun tidak akan lahir,” katanya.
Di akhir kajian, UAH menekankan bahwa kebahagiaan dalam hidup dapat diraih dengan mengoptimalkan jiwa takwa dan mengeksplorasi nilai-nilai kebaikan. “Semakin kita mampu mengelola jiwa takwa dan menghindari dominasi fujur, maka semakin dekat kita dengan kesuksesan dan kebahagiaan sejati,” pungkasnya.
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha