Jadilah Dokter Muhammadiyah Seperti Ibnu Sina: Profesional, Intelektual, dan Spiritual
PWMJATENG.COM, Semarang – Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Wahidin Hasan, menyerukan kepada para calon dokter Muhammadiyah agar meneladani semangat Islam Berkemajuan yang menjadi dasar gerakan Muhammadiyah sejak awal berdiri.
Dalam kegiatan Pesantren Insan Utama Mahasiswa (PISMA) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang (FK Unimus) di Gedung Soekarno BPSDMD, Srondol, Banyumanik, Semarang, Wahidin menegaskan pentingnya keseimbangan antara profesionalitas, intelektualitas, dan spiritualitas bagi setiap dokter Muhammadiyah.
“Dokter Muhammadiyah harus menjadi teladan yang menggabungkan keahlian medis dengan kecerdasan spiritual dan tanggung jawab sosial,” ujar Wahidin di hadapan peserta.
Program PISMA, menurutnya, dirancang untuk membentuk karakter mahasiswa kedokteran Muhammadiyah agar unggul dalam keilmuan sekaligus memiliki kepekaan sosial serta kesadaran religius yang kuat.
Dalam pemaparannya, Wahidin menyinggung sejarah berdirinya Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan sebagai respons terhadap tiga persoalan besar umat Islam pada masa penjajahan. Pertama, penyimpangan praktik keagamaan yang dipenuhi tahayul, bid’ah, dan khurafat (TBC). Untuk menjawab itu, Ahmad Dahlan mengadakan pengajian guna meluruskan pemahaman umat.
Kedua, menghadapi kebodohan struktural akibat terbatasnya akses pendidikan bagi rakyat pribumi, Ahmad Dahlan mendirikan sekolah bagi masyarakat umum yang dikenal dengan Hollandsch Inlandsche School met de Qur’an (HIS met de Qur’an). Sekolah ini menjadi cikal bakal sistem pendidikan modern Muhammadiyah yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum secara seimbang.
Baca juga, Muhammadiyah Umumkan Jadwal Puasa Ramadan 2026, Catat Tanggal Resminya!
Ketiga, melihat banyak rakyat miskin dan sakit yang terlantar, ia mendirikan Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) sebagai bentuk dakwah sosial yang kemudian berkembang menjadi jaringan rumah sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah di seluruh Indonesia.
“Tiga langkah besar itu menunjukkan betapa luasnya pandangan Islam yang diperjuangkan Ahmad Dahlan—Islam yang memerdekakan, mencerahkan, dan memajukan kehidupan umat. Karena itu, calon dokter Muhammadiyah harus memahami profesinya sebagai jihad kemanusiaan,” tegas Wahidin.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa nilai-nilai yang diusung Muhammadiyah berakar pada konsep Islam Berkemajuan, yakni Islam yang menjadikan kemajuan sebagai bagian dari iman dan amal. Tujuan utamanya, kata Wahidin, adalah membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya—beriman dan berilmu, berkeadaban dan berkeadilan, serta maju dalam ekonomi, teknologi, dan kemanusiaan.
“Dengan kata lain, Islam Berkemajuan bukan hanya doktrin teologis, tetapi pandangan dunia dan gerakan peradaban yang menjadikan Islam sebagai sumber kemajuan,” ungkapnya.
Wahidin kemudian mengajak para mahasiswa untuk meneladani sosok Ibnu Sina atau Avicenna, tokoh kedokteran Islam abad ke-11 yang karya monumentalnya Al-Qanun fi al-Tibb (The Canon of Medicine) menjadi rujukan utama dunia medis selama berabad-abad.
“Ibnu Sina adalah dokter berintelektualitas tinggi dan berjiwa spiritual. Ia seorang tabib sekaligus hafidz Qur’an, ahli kimia, matematika, astronomi, dan menguasai ribuan hadis,” terang Wahidin.
Ia menegaskan, dokter Muhammadiyah ideal adalah mereka yang menjadikan ilmu kedokteran sebagai jalan ibadah dan dakwah kemanusiaan.
“Jadilah dokter Muhammadiyah yang bukan hanya menyembuhkan jasmani, tetapi juga menyehatkan jiwa. Seperti Ibnu Sina dan Ahmad Dahlan, gunakan ilmu untuk menebar rahmat bagi semesta,” tutupnya.
Kontributor : Wahidin
Ass Editor : Ahmad; Editor : M Taufiq Ulinuha
